Desa Ditinggalkan, Kota Semakin Padat! Ketimpangan Pembangunan Jadi Akar Masalah?
Tanggal: 13 Mei 2025 21:42 wib.
Tampang.com | Urbanisasi di Indonesia terus menunjukkan tren peningkatan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), lebih dari 57% penduduk Indonesia kini tinggal di kawasan perkotaan. Sementara itu, desa-desa makin ditinggalkan, tidak hanya oleh anak muda tapi juga oleh kelompok usia produktif lainnya.
Mengapa Desa Ditinggalkan?
Faktor utama yang mendorong migrasi ke kota adalah harapan akan peluang kerja dan akses fasilitas publik yang lebih baik. Desa dianggap tertinggal, minim lapangan kerja, serta terbatas dari sisi pendidikan dan kesehatan.
“Bukan warga desa tak cinta tanah kelahiran, tapi mereka tak punya cukup alasan untuk tinggal,” ujar Dr. Nurdin Malik, sosiolog dari Universitas Airlangga.
Ketimpangan Pembangunan Masih Jadi Masalah Struktural
Meski pemerintah telah meluncurkan berbagai program Dana Desa dan pembangunan infrastruktur, hasilnya belum merata. Banyak daerah masih tertinggal dari segi konektivitas, ekonomi lokal, hingga kualitas SDM.
“Pemerintah pusat kerap berpikir top-down, padahal solusi pembangunan desa harus kontekstual dan berbasis potensi lokal,” jelas Nurdin.
Kota Menjadi Magnet Tapi Tak Siap Tampung
Kepadatan penduduk di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan makin tak terkendali. Masalah baru pun muncul: kemacetan, pemukiman kumuh, hingga ledakan kebutuhan akan layanan publik.
“Urbanisasi tanpa perencanaan hanya akan memindahkan masalah dari desa ke kota,” kata Nurdin.
Program Pemulangan dan Digitalisasi Desa Masih Terbatas
Inisiatif seperti digitalisasi desa, pelatihan wirausaha lokal, dan pengembangan agrowisata belum diterapkan secara luas. Banyak daerah masih tergantung pada program bantuan, bukan pemberdayaan yang berkelanjutan.
“Kalau hanya disubsidi tanpa pemberdayaan, desa tak akan punya daya saing,” tambah Nurdin.
Solusi: Bangun Ekosistem Ekonomi Desa dan Tingkatkan Daya Tarik Kawasan
Ahli menekankan pentingnya pendekatan pembangunan berbasis potensi lokal: sektor pertanian modern, pariwisata berbasis komunitas, dan industri kreatif desa. Pemerintah daerah juga harus lebih berani dalam mengembangkan inovasi layanan publik di luar kota.
“Desa harus jadi tempat yang layak tinggal dan layak tumbuh. Itu baru namanya pembangunan yang adil,” tutup Nurdin.