Demo Driver Ojol 20 Mei Rugikan Hampir Rp 188 Miliar: Apa Dampaknya bagi Ekonomi Digital Indonesia?
Tanggal: 21 Mei 2025 19:08 wib.
Aksi unjuk rasa besar-besaran yang dilakukan ribuan driver ojek online (ojol) pada 20 Mei 2025 diperkirakan menyebabkan kerugian ekonomi dalam jumlah yang signifikan. Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus, dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama para perwakilan pengemudi ojol pada Rabu, 21 Mei 2025.
Mengacu pada data dari Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS), nilai transaksi yang berpotensi terganggu akibat aksi tersebut mencapai sekitar Rp 187,95 miliar. Jumlah ini dihitung dari total gross transaction value (GTV) sepanjang tahun 2024 yang diprediksi mencapai Rp 135 triliun.
Angka Fantastis dari Sektor Ojol
Menurut Lasarus, meskipun tidak terjadi aksi offbid massal—yakni penghentian total layanan oleh mitra pengemudi—namun potensi kerugian akibat demo tetap sangat besar. Kehilangan potensi transaksi hampir Rp 188 miliar hanya dalam satu hari merupakan sinyal kuat bahwa industri transportasi online telah menjadi tulang punggung penting dalam ekonomi digital nasional.
“Berdasarkan analisis IDEAS, meskipun tidak ada pemogokan massal secara total, nilai transaksi yang terdampak tetap sangat tinggi. Ini menggambarkan betapa vitalnya peran mitra pengemudi ojol dalam menjaga perputaran ekonomi, khususnya di wilayah urban seperti Jakarta dan sekitarnya,” jelas Lasarus dalam pembukaan RDPU.
Dampak dari demo ini tidak hanya dirasakan oleh perusahaan aplikasi, tetapi juga oleh jutaan konsumen yang mengandalkan layanan transportasi dan pengiriman berbasis aplikasi untuk kegiatan sehari-hari, termasuk belanja kebutuhan pokok hingga operasional bisnis skala kecil dan menengah.
66 Asosiasi Diundang Komisi V
RDPU yang digelar Komisi V DPR ini dihadiri oleh perwakilan dari 66 asosiasi driver ojol. Meski tak semua dapat hadir secara langsung karena keterbatasan ruang rapat, Lasarus menegaskan bahwa Komisi V berkomitmen mendengarkan semua aspirasi dan keluhan yang berkembang di lapangan.
“Kami mengundang total 66 asosiasi. Tentu yang bisa hadir langsung hanya perwakilan, mengingat kapasitas ruang rapat terbatas. Tapi kami ingin memastikan bahwa semua suara tetap terdengar,” ujar Lasarus.
Ia juga menambahkan bahwa rapat ini merupakan bentuk tanggapan DPR terhadap dinamika yang sedang terjadi di sektor transportasi online. Demo besar-besaran pada 20 Mei menjadi titik penting yang mendorong parlemen turun tangan untuk menengahi persoalan yang sedang dihadapi para driver.
“Rapat hari ini adalah upaya kami untuk merespons secara konstruktif tuntutan dan aspirasi dari para pengemudi transportasi daring. Kami ingin menciptakan solusi yang adil, berkelanjutan, dan menguntungkan semua pihak, termasuk konsumen dan perusahaan aplikasi,” lanjutnya.
Tuntutan dan Respons Pemerintah
Demo yang digelar pada 20 Mei lalu bukan sekadar unjuk rasa tanpa arah. Para pengemudi ojol menyuarakan lima tuntutan utama, yang sebagian besar berkaitan dengan kejelasan regulasi, transparansi sistem kemitraan, dan pembagian pendapatan yang dianggap belum adil.
Mereka juga meminta agar pemerintah dan legislatif lebih aktif dalam mengawasi praktik perusahaan aplikasi yang dianggap kurang berpihak pada kesejahteraan mitra pengemudi. Meski aksi tersebut hanya diikuti sebagian driver, skalanya cukup besar untuk menarik perhatian publik dan pemerintah.
Sebelumnya, pemerintah telah memberikan tanggapan terhadap tuntutan para driver ojol, namun hingga saat ini belum ada keputusan final yang mampu meredakan keresahan di kalangan mitra pengemudi.
Ojol: Penggerak Ekonomi Urban
Besarnya potensi kerugian akibat demo ojol menunjukkan bahwa peran sektor ini dalam ekonomi nasional tidak bisa diremehkan. Transportasi online telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat urban. Tak hanya berperan sebagai sarana mobilitas, layanan ojol juga mendukung sektor logistik mikro, e-commerce, dan ekonomi informal.
Layanan pesan-antar makanan, kurir barang, dan transportasi pribadi berbasis aplikasi telah menciptakan jutaan peluang kerja baru, terutama di kota-kota besar. Dengan sistem kerja fleksibel, para mitra driver mampu menyokong perekonomian rumah tangga dan menjadi solusi lapangan kerja di tengah kondisi ekonomi yang masih penuh tantangan.
Namun, di balik perannya yang penting itu, masih banyak isu yang belum terselesaikan, mulai dari sistem algoritma pemesanan, potongan komisi, hingga minimnya perlindungan sosial bagi driver. Maka, tidak mengherankan jika unjuk rasa tetap menjadi pilihan mereka untuk menyalurkan aspirasi.
Arah Kebijakan Masa Depan
Dari sisi pemerintah dan DPR, demo ini menjadi pengingat akan perlunya pembentukan regulasi yang adil dan akomodatif terhadap dinamika baru dalam ekosistem transportasi online. Legislasi yang tidak hanya menguntungkan korporasi, tetapi juga memberikan perlindungan yang layak bagi para mitra pengemudi harus segera dibentuk.
Kolaborasi antara regulator, perusahaan aplikasi, asosiasi pengemudi, dan akademisi sangat diperlukan untuk merancang sistem transportasi digital yang berkelanjutan. Jika tidak segera ditangani dengan serius, ketimpangan antara kepentingan bisnis dan kesejahteraan driver dapat memicu ketegangan sosial yang lebih luas.
Demo 20 Mei menjadi bukti bahwa suara mitra driver ojol tidak bisa lagi diabaikan. Mereka bukan sekadar pekerja informal, tetapi bagian penting dari roda ekonomi digital Indonesia yang terus berputar setiap hari.