Dampak Globalisasi terhadap Bahasa Lokal di Indonesia
Tanggal: 1 Sep 2025 12:46 wib.
Indonesia, dengan lebih dari 700 bahasa daerah, adalah salah satu negara dengan kekayaan linguistik terbesar di dunia. Di tengah arus globalisasi yang tak terbendung, kekayaan ini menghadapi tantangan besar. Globalisasi, yang membawa serta derasnya informasi, budaya pop, dan teknologi dari berbagai penjuru dunia, memiliki dampak signifikan terhadap keberadaan dan penggunaan bahasa-bahasa lokal di Indonesia.
Bahasa Inggris sebagai Dominator Komunikasi Global
Salah satu dampak paling nyata dari globalisasi adalah dominasi bahasa Inggris. Bahasa ini menjadi alat komunikasi utama dalam ranah internasional, baik itu di bidang bisnis, pendidikan, sains, maupun teknologi. Akses mudah ke internet, media sosial, dan film-film Hollywood membuat bahasa Inggris merasuk ke dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Hal ini tak bisa dihindari, mengingat bahasa Inggris membuka banyak pintu peluang, mulai dari mendapatkan beasiswa, pekerjaan di perusahaan multinasional, hingga berinteraksi dengan orang dari berbagai negara.
Namun, dominasi ini menciptakan sebuah dilema. Di satu sisi, penguasaan bahasa Inggris sangat penting. Di sisi lain, prioritas yang diberikan pada bahasa Inggris seringkali menggeser posisi bahasa Indonesia dan, yang lebih parah, bahasa-bahasa lokal. Banyak orang tua yang kini lebih memilih mengajarkan bahasa Inggris kepada anak-anak mereka sejak dini, terkadang bahkan sebelum anak benar-benar menguasai bahasa ibu mereka. Pergeseran ini, yang sering dianggap sebagai langkah maju, pada kenyataannya bisa melemahkan fondasi bahasa lokal secara perlahan.
Pergeseran Penggunaan Bahasa di Kalangan Anak Muda
Dampak globalisasi juga terlihat jelas pada pergeseran penggunaan bahasa di kalangan remaja dan anak muda. Penggunaan media sosial dan platform digital lainnya, yang didominasi oleh konten berbahasa Inggris atau bahasa asing lainnya, membuat kosakata mereka semakin terpengaruh. Fenomena mencampur aduk bahasa (atau code-switching) antara bahasa Indonesia, Inggris, dan bahkan bahasa Korea atau Jepang, menjadi hal yang lumrah.
Meskipun ini bisa dianggap sebagai kreativitas linguistik, ada kekhawatiran bahwa ini adalah cikal bakal terkikisnya penggunaan bahasa lokal. Ketika seorang anak muda lebih sering menggunakan bahasa gaul yang dipengaruhi bahasa asing, ruang untuk menggunakan bahasa daerah dalam percakapan sehari-hari menjadi semakin sempit. Bahasa-bahasa daerah, yang kaya akan dialek dan kosakata unik, kini seringkali hanya digunakan di lingkungan keluarga atau saat pulang kampung, dan perlahan-lahan kehilangan relevansinya di ruang publik.
Hilangnya Transfer Antargenerasi
Masalah terbesar yang muncul akibat pergeseran ini adalah hilangnya transfer antargenerasi. Bahasa, sebagai bagian dari budaya, diturunkan dari orang tua ke anak. Ketika orang tua, yang mungkin fasih berbahasa daerah, tidak lagi secara aktif menggunakannya dalam percakapan dengan anak-anak mereka, rantai transmisi itu terputus. Anak-anak yang tumbuh tanpa terpapar bahasa daerah sejak kecil akan kehilangan kemampuan untuk menggunakannya.
Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak bahasa daerah di Indonesia berada di ambang kepunahan. Beberapa bahasa hanya digunakan oleh generasi tua, dan ketika mereka meninggal, bahasa tersebut akan ikut mati bersamanya. Ini bukan sekadar hilangnya alat komunikasi, melainkan hilangnya identitas, cerita rakyat, tradisi lisan, dan cara pandang terhadap dunia yang unik. Setiap bahasa adalah jendela kebudayaan, dan ketika jendela itu tertutup, warisan tak benda yang tak ternilai juga ikut hilang.
Solusi dan Upaya untuk Menjaga Bahasa Lokal
Meskipun tantangan yang dihadapi sangat besar, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk menjaga kelestarian bahasa lokal. Edukasi dan kesadaran adalah kunci utama. Sekolah-sekolah dan keluarga harus berperan aktif dalam mendorong anak-anak untuk mempelajari dan menggunakan bahasa daerah. Kurikulum pendidikan dapat dioptimalkan untuk memasukkan pelajaran bahasa daerah secara lebih serius, tidak hanya sebagai mata pelajaran tambahan.
Selain itu, pemanfaatan teknologi juga bisa menjadi solusi. Berbagai platform digital, media sosial, dan aplikasi dapat digunakan untuk membuat konten berbahasa daerah yang menarik dan relevan bagi generasi muda. Misalnya, membuat video TikTok berbahasa Jawa, podcast berbahasa Sunda, atau aplikasi yang mengajarkan kosa kata bahasa Minang. Inovasi semacam ini bisa membuat bahasa lokal terasa relevan dan "kekinian", sehingga anak muda tidak merasa canggung untuk menggunakannya.
Pemerintah dan lembaga kebudayaan juga punya peran penting dalam membuat kebijakan yang mendukung pelestarian bahasa, seperti melalui program revitalisasi bahasa, pendokumentasian, dan festival budaya. Sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan keluarga sangat diperlukan untuk memastikan bahasa-bahasa lokal ini terus hidup dan berkembang.