Sumber foto: google

Buruh Menilai Pemotongan Gaji untuk Tapera sebagai Beban Tambahan

Tanggal: 28 Mei 2024 23:26 wib.
Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) mengkritik rencana pemerintah mewajibkan pekerja berusia minimal 20 tahun menjadi peserta Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dan dipotong gajinya sebesar 2,5 persen. Ketua Umum Konfederasi KASBI, Sunarno, menyatakan bahwa serikat buruh tidak pernah diajak dialog oleh pemerintah untuk membahas Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Menurut Sunarno, keputusan pemerintah tersebut dianggap sebagai tindakan sepihak dan tidak menerapkan prinsip demokrasi dan musyawarah.

Dalam konfirmasinya pada Selasa (28/5), Sunarno menegaskan bahwa pemerintah terlalu bersikap gegabah dalam membuat Peraturan Pemerintah Nomor 21. Menurutnya, pemerintah tidak memahami mayoritas kesulitan yang dihadapi oleh kaum buruh. Dia juga mengingatkan pemerintah terkait dengan rendahnya upah, kerentanan status pekerjaan, maraknya sistem kerja outsourcing, dan kondisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang buruk. Ia juga menyoroti bahwa potongan gaji buruh saat ini sudah sangat besar dan tidak sebanding dengan besaran kenaikan upah buruh yang dinilai sangat kecil.

Sunarno menjelaskan bahwa dengan adanya potongan gaji lain seperti BPJS Kesehatan, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, PPH 21 (take home pay), potongan koperasi, dan potongan untuk Tapera, maka potongan upah buruh bisa mencapai 2,5 persen dari buruh. Hal ini tentunya menjadi beban tambahan bagi buruh yang masih belum pasti jika akan langsung memiliki rumah. Menurutnya, seharusnya, pemerintah seharusnya fokus pada pengadaan rumah bagi buruh dari anggaran negara, bukan malah memotong gaji buruh untuk kepentingan investasi.

KASBI pun menuntut agar Peraturan Pemerintah yang mengatur soal Tapera dicabut. Mereka juga menduga pemotongan gaji untuk Tapera hanyalah modus politik untuk kepentingan politik dan kekuasaan rezim oligarki. Dalam kritiknya, KASBI menyatakan bahwa kebijakan ini akan menjadi beban tambahan bagi para buruh, termasuk karyawan swasta di Indonesia.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera yang diteken oleh Presiden Joko Widodo pada 20 Mei 2024, terdapat aturan yang mengatur setiap pekerja dengan usia paling rendah 20 tahun atau sudah menikah yang memiliki penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi peserta Tapera. Ini juga berlaku tidak hanya untuk PNS, TNI-Polri, dan BUMN, melainkan juga termasuk karyawan swasta dan pekerja lain yang menerima gaji atau upah.

Menurut Pasal 5 PP Tapera, setiap pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi peserta. Pemberi kerja diberi waktu paling lambat 7 tahun sejak tanggal berlakunya PP 25/2020 untuk mendaftarkan para pekerjanya kepada Badan Pengelola (BP) Tapera. Besaran simpanan peserta pekerja untuk Tapera dibayarkan oleh pemberi kerja dan pekerja itu sendiri. Sedangkan simpanan peserta pekerja mandiri dibayarkan oleh pekerja mandiri itu sendiri atau si freelancer.

Namun, yang menjadi perhatian adalah besaran simpanan peserta pekerja yang ditanggung bersama oleh pemberi kerja dan pekerja sebesar 2,5 persen. Hal ini menjadi perdebatan karena dinilai sebagai beban tambahan bagi para pekerja. Dengan adanya potongan penghasilan ini, tentu akan memberikan tekanan baru bagi para buruh dan karyawan swasta, terutama di tengah kondisi perekonomian yang belum stabil. Para buruh mengharapkan adanya keadilan dalam pembagian beban fiskal, terutama bagi mereka yang bekerja keras untuk menghidupi keluarga.

Dalam pandangan KASBI, kebijakan ini seharusnya lebih memperhatikan kepentingan para pekerja. Pengurangan gaji ini tak hanya akan membebani para buruh, namun juga bisa memperlambat laju pertumbuhan ekonomi, terutama dalam menggerakkan konsumsi masyarakat. Dibutuhkan langkah-langkah yang lebih bijaksana dan berpihak kepada kepentingan rakyat, terutama mereka yang berada di lapisan pekerja. Keselamatan dan kesejahteraan para pekerja harus menjadi prioritas utama bagi pemerintah.

Dalam rangka memperbesar rasa keadilan, pemerintah seharusnya mempertimbangkan kembali kebijakan pengurangan gaji untuk Tapera. Tindakan yang dapat memberikan solusi lebih baik adalah dengan melakukan dialog terbuka dengan pihak buruh dan mempertimbangkan kembali kebijakan yang diterapkan. Diperlukan kebijakan yang dapat memberikan keadilan sosial dan ekonomi bagi semua pihak, tanpa meninggalkan rasa keadilan dan kesejahteraan bagi pekerja Indonesia. Hal ini akan menjadi langkah penting dalam menciptakan kedamaian dan keadilan dalam dunia kerja, serta memperkuat rasa kepercayaan dalam pemerintahan. Semoga pemerintah dapat bertindak bijaksana dalam menanggapi kritik yang disampaikan oleh para buruh, demi terwujudnya keadilan sosial di Indonesia.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved