Buruh 15.000 Pabrik Siap Mogok Nasional, Begini Alasannya
Tanggal: 5 Nov 2024 08:41 wib.
Presiden Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, telah mengumumkan rencana mogok nasional yang akan diselenggarakan dari tanggal 19 November hingga 24 Desember 2024. Aksi tersebut diperkirakan akan melibatkan sekitar 5 juta buruh dari berbagai sektor di seluruh Indonesia.
Dalam keterangan resminya pada Senin (4/11/2024), Said Iqbal menjelaskan bahwa mogok nasional ini direncanakan akan melibatkan buruh dari minimal 15.000 pabrik dan sektor jasa, termasuk pelabuhan dan transportasi.
Alasan utama di balik aksi mogok nasional ini adalah persoalan upah minimum yang diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Cipta Kerja. Menurut Said Iqbal, MK telah memutuskan bahwa terdapat 21 norma hukum dalam UU Cipta Kerja yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, termasuk norma-norma yang mengatur upah minimum.
Norma-norma tersebut dinyatakan inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum karena dinilai merugikan hak konstitusi pekerja dan bertentangan dengan prinsip kesejahteraan buruh.
Namun, respons pemerintah terhadap putusan MK dinilai tidak sesuai. Sebaliknya, pemerintah justru menyusun kebijakan baru yang dianggap mengabaikan putusan tersebut, terutama dalam penetapan upah minimum. Usulan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) yang diterima oleh pemerintah dinilai mengarah pada pemberlakuan aturan perhitungan upah minimum yang tidak sejalan dengan prinsip keadilan bagi buruh.
Langkah ini dianggap sebagai respons terhadap dugaan ketidakpatuhan pemerintah dan DPR terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Cipta Kerja, khususnya dalam pengaturan upah minimum dan hak-hak ketenagakerjaan yang dinilai bertentangan dengan konstitusi.
Said Iqbal menegaskan bahwa norma hukum mengenai upah minimum yang ditetapkan dalam putusan MK sangatlah penting bagi buruh. Putusan MK menegaskan perlunya upah minimum yang adil, yang tidak hanya menguntungkan pihak pengusaha.
Tindakan pemerintah yang menyusun peraturan tanpa mengacu pada putusan MK dianggap sebagai upaya yang membahayakan kesejahteraan buruh serta melanggar konstitusi. Ketidakpatuhan ini terlihat dari rencana pemerintah untuk menetapkan upah minimum tanpa mempertimbangkan keputusan MK, yang menggarisbawahi hak buruh atas upah layak dan stabil.
Aksi mogok nasional yang direncanakan oleh serikat buruh bukan sekadar mogok kerja, tetapi sebagai bentuk unjuk rasa serempak. Said Iqbal juga menyatakan bahwa pemberitahuan resmi telah disiapkan untuk Mabes Polri, Polda, dan Polres di seluruh Indonesia sebagai bagian dari prosedur hukum yang sah.
Ini dilakukan dalam koridor hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja. Dengan demikian, aksi ini sah secara hukum dan dilakukan dengan tertib serta damai.
Perwakilan buruh menaruh kepercayaan penuh pada komitmen Presiden Prabowo untuk menegakkan konstitusi dan melindungi hak-hak pekerja. Aksi mogok nasional ini merupakan upaya untuk mengingatkan pemerintah agar menjalankan putusan MK secara penuh, terutama terkait norma hukum upah minimum yang menjamin kesejahteraan buruh.
Dalam konteks yang lebih luas, isu upah minimum yang menjadi alasan utama aksi mogok nasional ini merupakan masalah yang memengaruhi jutaan buruh di Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sekitar 56% pekerja di sektor formal dan informal di Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan.
Sementara itu, rata-rata pertumbuhan produktivitas tenaga kerja yang lebih tinggi daripada kenaikan upah telah membuat disparitas antara upah dan biaya hidup semakin besar. Ini menunjukkan adanya ketimpangan yang perlu diselesaikan untuk mencapai kesejahteraan yang merata bagi seluruh pekerja.
Perlu juga dipahami bahwa buruh merupakan pilar utama dalam perekonomian suatu negara. Kesejahteraan buruh sangatlah berperan dalam menentukan daya beli masyarakat, yang kemudian akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Oleh karena itu, penetapan upah minimum yang adil dan sesuai dengan kebutuhan hidup layak (KHL) sangatlah penting untuk memastikan kesejahteraan para buruh, yang selanjutnya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Dalam konteks globalisasi, isu upah minimum juga memiliki implikasi terhadap daya saing industri dan investasi di Indonesia. Upah minimum yang terlalu rendah dapat mendorong praktik eksploitasi buruh dan menciptakan ketidakadilan sosial di masyarakat.
Sebaliknya, upah minimum yang memadai dan sesuai dengan kondisi ekonomi dapat menciptakan lingkungan usaha yang lebih berkelanjutan dan memberikan kepastian kepada para pekerja, yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi positif bagi pembangunan ekonomi nasional.
Sejak era reformasi, peran serikat buruh dan konfederasi serikat pekerja telah terbukti sangat penting dalam memperjuangkan hak-hak pekerja dan menciptakan perubahan dalam kebijakan ketenagakerjaan.
Perjuangan untuk upah minimum yang layak dan pengakuan akan kontribusi buruh dalam pembangunan ekonomi haruslah terus didukung, tidak hanya oleh pemerintah, namun juga oleh semua pemangku kepentingan terkait, termasuk pengusaha dan masyarakat.