Sumber foto: iStock

Bukan Fenomena La Nina! Siklon Rossby Ancam Wilayah Indonesia Hingga 1 Agustus

Tanggal: 2 Agu 2024 21:09 wib.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan sejumlah wilayah Indonesia akan mengalami hujan lebat pada rentang waktu 26 Juli hingga 1 Agustus 2024. Perkiraan tersebut cukup mengejutkan mengingat Indonesia saat ini sedang berada di puncak musim kemarau. Namun, penting untuk dicatat bahwa kondisi ini tidak dipicu oleh fenomena iklim La Nina yang sedang diprediksi melanda Indonesia di tengah musim kemarau tahun 2024 ini. Kehadiran La Nina sebenarnya diharapkan dapat membantu mengurangi dampak musim kemarau tahun 2024, yang dihasilkan langsung menjadi musim kemarau basah di beberapa wilayah Indonesia.

Deputi bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menyampaikan bahwa sejumlah wilayah berpotensi untuk mengalami hujan dengan intensitas sedang hingga lebat, disertai petir dan angin kencang hingga awal Agustus mendatang. Wilayah-wilayah yang berpotensi terdampak antara lain adalah Aceh, Sumatra Utara, Riau, Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Maluku Utara, NTT, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan. 

Guswanto juga menjelaskan bahwa Gelombang Ekuator Rossby menjadi pemicu utama dari kondisi cuaca tersebut, dengan aktivitas gelombang ini mendukung potensi pertumbuhan awan hujan di wilayah-wilayah yang disebutkan sebelumnya. Selain itu, faktor pemanasan skala lokal juga memberikan pengaruh cukup signifikan dalam proses pengangkatan massa udara dari permukaan bumi ke atmosfer.

Dalam pemantauan global, nilai IOD (Indian Ocean Dipole), SOI (Southern Oscillation Index), dan Nino 3.4 tidak secara signifikan mempengaruhi peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia. Begitu pula dengan fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO) yang saat ini berada pada fase netral dan tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia. Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, menambahkan bahwa sirkulasi siklonik terpantau di Samudera Pasifik utara Papua secara signifikan mempengaruhi kondisi cuaca di wilayah tersebut. Peningkatan kecepatan angin di beberapa perairan seperti Laut Andaman, Samudera Hindia barat daya Banten, dan Laut Arafuru juga mampu meningkatkan tinggi gelombang di wilayah sekitar perairan tersebut.

Di sisi lain, BMKG tetap mengimbau pemerintah daerah dan masyarakat untuk mewaspadai kemungkinan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Hal ini menjadi penting karena Indonesia saat ini sedang berada di puncak musim kemarau, terutama di wilayah langganan karhutla seperti di Pulau Sumatra dan Kalimantan yang memiliki banyak kawasan gambut. BMKG juga mendorong masyarakat untuk menggunakan air dengan bijaksana dan hemat serta menghindari membuka lahan dengan membakar, terutama pada daerah hutan yang bertanah gambut karena mudah terbakar dan sulit dimatikan.

Sebelumnya, BMKG telah memprediksi bahwa fenomena La Nina di Indonesia akan dimulai pada periode Agustus 2024 dalam skala lemah. ENSO (El Nino-Southern Oscillation) disebutkan berada pada kondisi Netral, menandakan berakhirnya fenomena El Nino yang sebelumnya berlangsung. Anomali SST (Sea Surface Temperature) di Nino3.4 menunjukkan ENSO Netral dengan indeks sebesar 0.11. BMKG dan beberapa Pusat Iklim Dunia memprediksi bahwa kondisi Netral berpotensi menuju La Nina mulai periode Agustus 2024.

Penjelasan Fenomena ENSO dan La Nina

ENSO (El Nino-Southern Oscillation) merujuk pada anomali suhu permukaan laut di Samudera Pasifik di pantai barat Ekuador dan Peru. ENSO terbagi ke dalam tiga fase utama, yaitu fase Netral, El Nino, dan La Nina. Pada fase Netral, angin pasat berhembus dari timur ke arah barat melintasi Samudera Pasifik, menghasilkan arus laut yang mengarah ke barat (Sirkulasi Walker). Suhu muka laut di barat Pasifik secara konsisten lebih hangat daripada di timur Pasifik.

Ketika terjadi fase El Nino, angin pasat dari timur ke barat melemah atau bahkan berubah arah. Pelemahan ini berhubungan dengan ekspansi suhu muka laut yang hangat di timur dan tengah Pasifik. Pergeseran air hangat ke timur menyebabkan penguapan, awan, dan hujan mengikuti pergeseran tersebut, menjauh dari wilayah Indonesia. Ini meningkatkan risiko kekeringan di Indonesia.

Sementara pada fase La Nina, angin pasat dari Pasifik timur ke arah barat mendesak massa air laut ke arah barat, menurunkan suhu muka laut di Pasifik timur. Bagi Indonesia, fenomena La Nina ini meningkatkan risiko banjir, menurunkan suhu udara di siang hari, dan menghasilkan lebih banyak badai tropis.

Dengan fenomena La Nina yang diprediksi akan berlangsung dalam skala lemah pada periode Agustus 2024, Indonesia perlu mempersiapkan diri menghadapi potensi dampak cuaca yang dihasilkan. Keberadaan La Nina ini tidak dapat dianggap enteng dan harus diantisipasi dengan berbagai langkah adaptasi danmitigasi.

 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved