Sumber foto: ANTARA FOTO/PUSPA PERWITASARI

Bos Freeport Minta Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Lagi

Tanggal: 29 Mar 2024 08:49 wib.
Pertemuan antara petinggi perusahaan tambang Freeport dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan pada hari Kamis (28/3) telah menjadi sorotan. Para hadirin tersebut merupakan Chairman & CEO Freeport McMoran Inc Richard C Adkerson, CFO Freeport Mc-Moran Kathleen L. Quirk, serta Direktur Utama PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas.

Dalam kesempatan tersebut, Tony Wenas turut berbagi cerita mengenai kemajuan terbaru pembangunan smelter tembaga milik PT Freeport Indonesia (PTFI) yang terletak di Kawasan JIIPE, Gresik, Jawa Timur.

Ia menyatakan, "Progres smelter telah mencapai lebih dari 92 persen, dengan harapan dapat selesai pada bulan Mei dan segera beroperasi pada bulan Juni tahun ini. Kami berharap smelter ini akan dapat berproduksi penuh pada tahun 2024."

Selain itu, Tony juga menyinggung mengenai usulan relaksasi perpanjangan ekspor konsentrat tembaga yang telah disampaikan kepada Menteri ESDM, Arifin Tasrif. Namun, hal ini tidak dibahas secara rinci di hadapan Presiden Jokowi.

Perusahaan tersebut telah mengajukan usulan perpanjangan ekspor konsentrat tembaga hingga tanggal 31 Desember 2024. Padahal, seharusnya ekspor tersebut dihentikan pada tanggal 31 Mei 2024.

"Apabila kami tidak dapat melakukan ekspor konsentrat tembaga, penerimaan negara diperkirakan akan berkurang sekitar US$2 miliar atau setara dengan Rp30 triliun, dari bulan Juni hingga Desember," ujar Tony.

Relaksasi Ekspor Konsentrat Pernah Diberikan

Pada kenyataannya, sejak tanggal 10 Juni 2023, pemerintah telah menutup akses untuk ekspor mineral mentah sesuai dengan Undang-Undang No.3/2020 yang mewajibkan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) untuk meningkatkan nilai tambah mineral melalui proses pengolahan atau pemurnian.

Undang-Undang tersebut membatasi ekspor produk mineral logam mentah hanya untuk tiga tahun setelah berlakunya aturan tersebut.

Freeport seharusnya juga terkena larangan ekspor tersebut, tetapi pemerintah memberikan pengecualian. Bersama dengan empat perusahaan lain, Freeport mendapat izin untuk mengekspor mineral mentah hingga tanggal 31 Mei 2024 dengan membayar denda sebesar 20 persen dari total nilai penjualan setiap periode.

Selain Freeport, ada PT Amman Mineral Nusa Tenggara yang mengekspor konsentrat tembaga, PT Sebuku Iron Lateritic Ores yang mengekspor besi, serta PT Kapuas Prima Coal yang mengekspor timbal dan seng ke luar negeri.

Alasan di balik pengecualian larangan ekspor ini adalah untuk memberikan kesempatan bagi perusahaan-perusahaan yang telah mencapai lebih dari 50 persen progres pembangunan smelter. Namun, syaratnya adalah pembangunan smelter harus selesai pada bulan Mei 2024.

Dalam konteks ini, penting untuk mencermati dampak dari relaksasi ekspor konsentrat tembaga terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini berkaitan dengan potensi penurunan penerimaan negara jika aktivitas ekspor terhambat. Selain itu, pembangunan smelter dapat menjadi faktor penunjang pertumbuhan industri dalam negeri.

Meninjau dari segi keberlanjutan, perlu ada keseimbangan antara kepentingan perusahaan tambang dengan kebutuhan negara dalam memperoleh tambahan nilai dari hasil tambang. Kerjasama yang baik antara pemerintah dan perusahaan tambang dalam menjaga kelestarian sumber daya alam serta memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional menjadi kunci utama dalam mencapai hasil yang baik dalam industri pertambangan. Dengan demikian, keputusan terkait relaksasi ekspor perlu dipertimbangkan matang dengan memperhatikan berbagai aspek terkait.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved