Blokir VPN dan Aplikasi Tak Terdaftar, Apakah Hak Digital Kita Terancam?
Tanggal: 11 Mei 2025 10:01 wib.
Tampang.com | Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tengah menggodok aturan baru yang memungkinkan pemblokiran akses ke VPN (Virtual Private Network) serta aplikasi digital yang belum terdaftar secara resmi. Langkah ini menuai pro dan kontra, terutama dari komunitas digital dan aktivis kebebasan sipil.
Alasan: Perlindungan Konsumen dan Keamanan Data
Menurut Kominfo, maraknya penggunaan aplikasi tidak resmi dan VPN ilegal bisa membahayakan data pribadi masyarakat. Selain itu, penyedia layanan digital asing yang tidak mendaftar dinilai mengabaikan kewajiban hukum di Indonesia.
“Ini bagian dari kedaulatan digital. Kita ingin memastikan semua aplikasi tunduk pada aturan, termasuk soal perlindungan data dan pajak,” ujar Semuel Abrijani Pangerapan, Dirjen Aplikasi Informatika.
Kritik: Pembatasan yang Tidak Transparan
Namun banyak pihak menilai rencana ini belum disertai mekanisme yang jelas dan bisa membuka celah untuk penyalahgunaan kekuasaan.
“Siapa yang menentukan mana aplikasi layak blokir atau tidak? Tanpa sistem yang transparan, publik bisa kehilangan akses pada informasi dan layanan yang sebenarnya sah,” kata Febri Haryadi, pakar hukum siber dari ICT Watch.
VPN Sebagai Alat Akses Informasi dan Privasi
VPN banyak digunakan oleh masyarakat untuk menjaga privasi saat berselancar di internet, serta untuk mengakses konten yang dibatasi wilayah. Pemblokiran menyeluruh tanpa pandang bulu dikhawatirkan justru menghambat literasi digital.
“Di negara demokrasi, VPN bukan ancaman, tapi alat. Kalau dilarang, kita bisa mundur dalam hal kebebasan digital,” ujar Febri.
Regulasi vs Kebebasan: Perlu Keseimbangan
Pakar menyarankan agar pendekatan yang diambil tidak bersifat represif, melainkan edukatif. Pemerintah seharusnya memprioritaskan literasi keamanan digital ketimbang pemblokiran sepihak.
“Rakyat butuh perlindungan, tapi juga hak untuk mengakses informasi. Jangan sampai atas nama keamanan, justru masyarakat makin dikekang,” ungkap Febri.
Solusi: Transparansi dan Partisipasi Publik
Agar kebijakan ini tidak kontraproduktif, pemerintah didesak melibatkan publik dan komunitas digital dalam penyusunan aturan. Selain itu, daftar aplikasi yang diblokir dan alasannya harus dipublikasikan secara berkala.
“Jangan lagi ada pemblokiran tiba-tiba tanpa penjelasan. Ini era digital, bukan zaman sensor sepihak,” tutup Febri.