Sumber foto: iStock

Bill Gates Ungkap Dampak Gas Rumah Kaca: Indonesia Jadi Sorotan

Tanggal: 22 Feb 2025 14:03 wib.
Tampang.com | Bill Gates, pendiri Microsoft sekaligus seorang filantropis, kembali mengungkap data mengejutkan mengenai gas rumah kaca yang dihasilkan Bumi. Dalam pemaparannya, ia menyebutkan bahwa setiap tahun, aktivitas manusia di Bumi menghasilkan sekitar 51 miliar ton gas rumah kaca. Yang menarik, Gates juga menyoroti Indonesia dalam pembahasannya, terutama terkait industri minyak sawit yang berkontribusi besar terhadap emisi global.

Gas Rumah Kaca dan Produksi Lemak Hewan

Dari total emisi tahunan tersebut, setidaknya 7% berasal dari produksi lemak dan minyak hewani serta nabati. Gates menekankan bahwa masyarakat global harus menemukan cara untuk mengurangi angka ini guna mengatasi permasalahan perubahan iklim.

"Untuk memerangi perubahan iklim, kita harus mengubah angka tersebut menjadi nol," tegasnya.

Meski demikian, Gates tidak serta-merta melarang konsumsi lemak hewani. Ia menyadari bahwa menghilangkan ketergantungan manusia terhadap lemak hewan bukanlah sesuatu yang realistis. Lemak hewan mengandung nutrisi dan kalori yang dibutuhkan tubuh manusia. Namun, menurut Gates, ada cara lain untuk mendapatkan manfaat lemak tanpa harus menghasilkan emisi berbahaya atau melakukan eksploitasi terhadap hewan.

Salah satu solusi yang ditawarkannya adalah melalui startup bernama Savor, yang juga mendapat dukungan pendanaan dari Gates. Startup ini menciptakan lemak dengan teknologi canggih menggunakan karbon dioksida dari udara dan hidrogen dari air. Proses ini kemudian dilanjutkan dengan pemanasan dan oksidasi untuk memisahkan komponen asam yang kemudian membentuk formulasi lemak.

Menurut Gates, lemak yang dihasilkan melalui metode ini memiliki molekul yang sama dengan susu, keju, daging sapi, hingga minyak nabati. Artinya, manusia tetap bisa menikmati makanan berbasis lemak tanpa harus berkontribusi terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca.

Minyak Sawit dan Dampak Lingkungan

Selain produksi lemak hewan, Gates juga menyoroti dampak dari industri minyak sawit. Minyak sawit digunakan dalam berbagai produk sehari-hari, mulai dari makanan seperti kue, mi instan, krim kopi, dan makanan beku, hingga produk non-makanan seperti kosmetik dan sabun.

Gates menjelaskan bahwa kelapa sawit berasal dari Afrika Barat dan Tengah. Namun, kini tanaman ini banyak dibudidayakan di wilayah khatulistiwa, termasuk di Indonesia dan Malaysia. Sayangnya, untuk memperluas perkebunan kelapa sawit, hutan-hutan tropis harus ditebang dan dibakar, yang menyebabkan penggundulan hutan serta peningkatan emisi karbon dioksida ke atmosfer.

"Pembakaran hutan untuk lahan sawit menyebabkan pelepasan emisi dalam jumlah besar ke atmosfer, yang pada akhirnya mempercepat perubahan iklim dan meningkatkan suhu global," jelas Gates.

Indonesia dalam Sorotan Bill Gates

Indonesia menjadi salah satu negara yang disoroti dalam pernyataan Gates. Bersama Malaysia, Indonesia mengalami deforestasi besar-besaran akibat ekspansi industri sawit. Gates mengungkapkan bahwa pada tahun 2018, kerusakan hutan di kedua negara ini menyumbang sekitar 1,4% dari total emisi global.

"Angka ini bahkan lebih besar dibandingkan seluruh emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh negara bagian California dan hampir setara dengan emisi dari seluruh industri penerbangan di dunia," kata Gates.

Hal ini menunjukkan betapa seriusnya dampak industri kelapa sawit terhadap lingkungan. Namun, Gates juga memahami bahwa minyak sawit sulit untuk digantikan karena memiliki beberapa keunggulan, seperti harga yang murah, ketersediaan yang melimpah, dan sifatnya yang tidak berbau.

Solusi Alternatif untuk Minyak Sawit

Gates menyoroti berbagai upaya yang sedang dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada minyak sawit. Salah satu contohnya adalah inovasi dari perusahaan C16 Bioscience, yang juga pernah dibahas Gates sejak 2017.

C16 Bioscience menggunakan mikroba ragi liar dalam proses fermentasi untuk menghasilkan minyak yang memiliki karakteristik serupa dengan minyak sawit. Menariknya, proses ini tidak menghasilkan emisi sama sekali.

"Minyak ini sama alaminya dengan minyak sawit, hanya saja tidak berasal dari pohon melainkan dari jamur. Seperti halnya Savor, proses C16 sepenuhnya bebas dari praktik pertanian konvensional. 'Pertanian' mereka hanyalah laboratorium di tengah kota Manhattan," ungkap Gates.

Dengan adanya inovasi seperti Savor dan C16 Bioscience, Gates optimistis bahwa manusia dapat terus menggunakan produk berbasis lemak dan minyak nabati tanpa harus merusak lingkungan atau berkontribusi pada perubahan iklim.

Masa Depan Energi dan Lingkungan

Dalam berbagai kesempatan, Gates selalu menekankan pentingnya inovasi dalam menangani krisis lingkungan. Selain berinvestasi dalam teknologi pangan, ia juga mendukung pengembangan energi terbarukan, sistem pertanian berkelanjutan, serta berbagai inisiatif hijau lainnya.

Meski tantangan perubahan iklim sangat besar, Gates yakin bahwa dengan kolaborasi global dan inovasi teknologi, dunia dapat mencapai solusi yang lebih berkelanjutan. Namun, perubahan tidak bisa terjadi secara instan. Perlu ada dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, industri, dan masyarakat umum.

Sebagai individu, kita juga dapat berkontribusi dengan cara mengurangi konsumsi produk yang berdampak buruk bagi lingkungan, mendukung produk-produk ramah lingkungan, serta menyebarkan kesadaran akan pentingnya menjaga Bumi.

Kesimpulan

Pernyataan Bill Gates tentang gas rumah kaca dan peran Indonesia dalam emisi global menjadi pengingat bahwa kita masih memiliki pekerjaan besar dalam menangani krisis iklim. Produksi lemak hewan dan minyak sawit memang menjadi bagian dari permasalahan, tetapi teknologi seperti yang dikembangkan oleh Savor dan C16 Bioscience menunjukkan bahwa ada alternatif yang lebih ramah lingkungan.

Dengan terus berinovasi dan mencari solusi berkelanjutan, diharapkan kita dapat menekan dampak perubahan iklim dan menciptakan masa depan yang lebih hijau untuk generasi mendatang.

Copyright © Tampang.com
All rights reserved