Belanda Terkejut Melihat Cara Sultan Agung Menghukum Pasukannya
Tanggal: 29 Apr 2024 08:00 wib.
Sultan Agung, raja Mataram yang paling ambisius dalam sejarah, dikenal dengan keberaniannya dalam mengusir Belanda dari tanah Jawa. Namun, kegagalan Sultan Agung dalam dua serangan terhadap markas VOC Belanda di Batavia menyebabkan konsekuensi yang sangat mengerikan bagi pasukannya.
Sultan Agung memerintah Mataram Islam dari tahun 1613 hingga 1645. Mataram di bawah pemerintahannya menjadi salah satu kerajaan terbesar dan paling dihormati di Nusantara. Namun, keberaniannya dalam menyerang Batavia yang dikuasai oleh JP Coen, Gubernur Jenderal VOC, menimbulkan kegagalan yang sangat memalukan bagi Sultan Agung. Pada akhirnya, kegagalan tersebut menyebabkan hukuman yang sangat mengerikan bagi pasukannya.
Sebelum kegagalan tersebut terjadi, VOC mengirimkan dutanya untuk bernegosiasi dengan Sultan Agung agar mengizinkan VOC mendirikan loji dagang di pantai utara Mataram. Namun, permintaan tersebut ditolak oleh Sultan Agung karena khawatir ekonomi di pantai utara akan dikuasai oleh Belanda. Akibatnya, hubungan antara Mataram dan VOC menjadi renggang. Pada tahun 1619, VOC berhasil merebut Jayakarta yang pada saat itu belum dikuasai Mataram dan mengubah namanya menjadi Batavia, menjadi penghalang utama bagi Mataram.
Pada April 1628, Mataram mengirim utusannya, Kyai Rangga, Bupati Tegal, ke Batavia untuk bernegosiasi. Namun, perundingan itu ditolak oleh JP Coen, yang kemudian memicu pertempuran antara Mataram dan VOC di Batavia. Dengan menggunakan Armada Bahureksa, pasukan Mataram membawa banyak barang dagangan sebagai dalih untuk berdagang di Batavia, tetapi pihak Belanda menjadi curiga.
Pertempuran terus berlanjut, dan pasukan Mataram mengalami kekalahan karena kurangnya perbekalan. Kegagalan dalam merebut Batavia membuat Sultan Agung marah. Pada 21 Oktober 1628, Tumenggung Bahureksa, Pangeran Madurareja, dan prajurit yang tersisa dihukum mati dengan cara dipenggal. Lebih mengerikan lagi, sekitar 744 mayat prajurit Mataram yang tidak dikuburkan ditemukan oleh VOC, beberapa di antaranya tanpa kepala.
Peristiwa tersebut menjadi pelajaran berharga bagi Mataram dan VOC. Sultan Agung, yang semula dikenal dengan keberaniannya, harus merasakan kegagalan yang memalukan, dan hukuman mengerikan bagi pasukannya. Di sisi lain, VOC juga belajar bahwa kekuatan dan ambisi Sultan Agung tidak boleh dianggap remeh. Keduanya kemudian terlibat dalam perjanjian perdamaian yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Kisah ini menjadi salah satu catatan penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Itu menggambarkan betapa pentingnya keberanian, kesadaran akan kekuatan lawan, dan sikap bijak dalam menanggapi kegagalan. Keberanian Sultan Agung dalam menyerang Batavia merupakan bukti dari semangat perlawanan terhadap penjajah asing. Namun, kegagalan dalam misi tersebut juga mengingatkan kita bahwa keberanian tanpa perencanaan dan persiapan yang matang dapat berujung pada konsekuensi yang sangat mengerikan.