Sumber foto: KOMPAS.com/YOHANA ARTHA ULY

Bea Cukai Serahkan Alat Belajar SLB Setelah Tertahan Sejak 2022

Tanggal: 30 Apr 2024 05:42 wib.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyerahkan alat belajar berupa keyboard braille milik SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta setelah tertahan sejak 2022.

Sebanyak 20 buah keyboard braille menjadi hibah dari perusahaan OHFA Tech Korea Selatan, dan mereka tertahan di gudang perusahaan jasa titipan (PJT) sejak masuk ke Indonesia pada 18 Desember 2022 lalu.

Alat belajar tersebut sudah resmi diserahkan oleh Kepala KPU Bea dan Cukai Tipe C Soetta Gatot Sugeng Wibowo kepada Kepala SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta Dede Kurniasih pada hari Senin (29/4/2024).

Dirjen Bea Cukai Kemenkeu Askolani menyampaikan bahwa dengan kerjasama antara Dirjen Bea Cukai, DHL Express Indonesia sebagai PJT, hingga Dinas Pendidikan, masalah ini telah diselesaikan.
"Setelah dilengkapi dokumen oleh SLB dan dari Dinas Pendidikan, kami tetapkan bahwa ini sesuai dengan ketentuan pemerintah untuk dibebaskan bea masuk," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor DHL Express Indonesia, Tangerang, Senin (29/4/2024).

Ia menjelaskan bahwa keyboard braille untuk SLB awalnya masuk dengan fasilitas pengiriman DHL melalui mekanisme barang kiriman, bukan hibah. Oleh karena itu, Bea Cukai membebankan tarif sesuai dengan ketentuan pemerintah.

Bea Cukai menetapkan nilai barang tersebut sebesar Rp 361,03 juta dengan permintaan kepada pihak sekolah untuk membayar Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) sebesar Rp 116 juta, serta biaya penyimpanan gudang yang dihitung per hari.

"Tidak ada informasi mengenai hibah pada awalnya sehingga kami tetap memperlakukan barang ini sebagai barang kiriman dengan tarif kepabeanan," ungkap Askolani.

Besarnya tarif yang dikenakan membuat proses pengurusan 20 keyboard braille tidak dilanjutkan pada 2022. Barang tersebut hanya tersimpan di gudang DHL dan ditetapkan sebagai barang tak dikuasai (BTD) oleh Bea Cukai.

"Pada 2023, barang tersebut diinformasikan kembali kepada DHL untuk memperbaiki alamat, dokumen, dan lain-lain. Namun, komunikasi ini hanya sampai kepada PJT, belum mencapai kami di Bea Cukai. Kami hanya diinformasikan bahwa barang ini kiriman dan kami kemudian memberikan tarifnya. Namun, dokumentasi dan proses lainnya masih berada di DHL dan diurus oleh importirnya," jelasnya.

Kemudian pada 2024, masalah ini mencuat di media sosial hingga mendapat perhatian publik. Bea Cukai pun menindaklanjuti hingga diketahui bahwa barang tersebut sebenarnya merupakan hibah, bukan barang kiriman biasa.

Setelah mengetahui masalah ini, pemerintah memfasilitasi keluarnya 20 keyboard braille dari wilayah kepabeanan tanpa dikenakan biaya bea masuk. Pemerintah memiliki regulasi untuk memfasilitasi barang hibah bagi pendidikan maupun kegiatan sosial lainnya.

"Jika tidak ada pemberitahuan sebelumnya, kami tidak akan mengerti bahwa barang ini hibah. Setelah kami mengetahui, kami memberikan jalan keluar," kata Askolani.

"Dengan koordinasi kami kepada SLB, DHL, dan Dinas Pendidikan yang meyakinkan bahwa ini hibah yang tidak dikenakan bea masuk atau pajak dalam rangka impor, biayanya nol, sehingga kami merespons dengan cepat setelah mendapatkan informasi itu," tambahnya.

Kepala SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta, Dede Kurniasih, mengaku senang karena akhirnya barang tersebut bisa diterima pihaknya. Dia menyatakan bahwa keyboard braille dari Korea Selatan sangat dibutuhkan karena belum tersedia di Indonesia.

"Alat ini sangat dibutuhkan dan ditunggu oleh anak-anak. Kami sangat senang dapat menerimanya, semoga alat ini dapat membantu pembelajaran, terutama bagi siswa tuna netra agar dapat belajar dengan lebih maksimal," ungkap Dede.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved