Banjir Rob di 112 Kota: Pekalongan hingga Demak Lebih Buruk dari Jakarta
Tanggal: 25 Jul 2024 08:22 wib.
Dosen dan Peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Heri Andreas, mengungkapkan bahwa sebanyak 112 kabupaten/kota di Indonesia mengalami banjir rob akibat penurunan permukaan tanah dan kenaikan muka air laut. Wilayah pesisir yang tercatat mengalami banjir rob secara serius termasuk pesisir Pantai Utara Jawa (Pantura), pesisir Pantai Timur Sumatera, dan Pesisir Kalimantan.
Heri Andreas menyampaikan hasil penelitiannya saat acara 2024 LASSI UNESCO Scientific Conference di Grand Mercure Kemayoran Jakarta pada Rabu (24/7), dimana ia menyoroti fakta bahwa Pekalongan, Semarang, dan Demak mengalami tingkat parah dari banjir rob dibandingkan dengan Jakarta.
Menurut Heri, pada satu waktu Jakarta menduduki posisi nomor satu sebagai kota dengan bencana akibat penurunan tanah. Namun, saat ini Jakarta justru menjadi prototipe manajemen bencana terkait penurunan tanah bagi kota-kota lainnya. Hal ini menunjukkan adanya perubahan yang terkait dengan penanganan bencana banjir rob di berbagai daerah di Indonesia.
Heri menjelaskan bahwa banjir rob semakin meluas karena masih terjadi land subsidence dan sea level rise, bahkan di beberapa tempat banjir telah menjadi permanen, yang menunjukkan bahwa daratan telah hilang dan menjadi lautan. Dampaknya bukan hanya sekadar kerugian materi, namun juga melibatkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah yang telah mencapai angka Rp1000 triliun.
Karena itu, Heri menyatakan bahwa bencana banjir rob akibat penurunan permukaan tanah dan kenaikan muka air laut harus dihadapi dengan serius. Selain itu, langkah-langkah untuk mengurangi risiko bencana harus dilakukan melalui upaya manajemen kebencanaan.
Pemerintah telah melakukan langkah awal dalam rangka pengurangan risiko, seperti pembuatan tanggul di pesisir pantai, meninggikan infrastruktur pesisir, dan melakukan evakuasi penduduk pesisir di beberapa wilayah tertentu. Namun, Heri menegaskan bahwa untuk langkah-langkah yang lebih ultimate dan best practice ke depannya, perlu dimulai dari pendalaman masalah, pemantauan, dan pemetaan bahaya. Selanjutnya, upaya prevensi, mitigasi, dan adaptasi yang lebih terukur juga harus dilakukan.
Data hasil penelitian Heri Andreas menunjukkan bahwa masalah banjir rob di Indonesia merupakan isu serius yang memerlukan perhatian besar, dengan 112 kabupaten/kota terdampak. Hal ini menjadi peringatan bagi pemerintah dan masyarakat untuk berkolaborasi dalam menyusun langkah-langkah konkret guna menghadapi masalah ini.
Sementara Jakarta telah berhasil menjadi model dalam penanganan bencana akibat penurunan tanah, daerah lain masih perlu mengintegrasikan strategi pengurangan risiko bencana sebagai bagian dari perencanaan pembangunan wilayah pesisir. Selain itu, pemetaan bahaya dan mitigasi bencana perlu menjadi prioritas untuk mencegah kerugian yang lebih besar di masa depan.
Dengan demikian, upaya preventif dan adaptasi menjadi kunci dalam menghadapi masalah banjir rob di wilayah pesisir Indonesia. Pemerintah, lembaga penelitian, dan masyarakat perlu bersinergi untuk menangani masalah ini dan membuat keputusan yang tepat guna melindungi wilayah pesisir dari dampak yang lebih buruk di masa mendatang.