Sumber foto: Google

Bamsoet: Hari Buruh Harus Jadi Titik Balik Atasi Pengangguran dan Ketimpangan Upah

Tanggal: 2 Mei 2025 08:11 wib.
Tampang.com | Anggota DPR RI Bambang Soesatyo atau yang akrab disapa Bamsoet menegaskan bahwa peringatan Hari Buruh setiap 1 Mei harus dijadikan momen penting untuk refleksi dan perubahan konkret terhadap nasib para pekerja di Indonesia. Ia menyoroti berbagai persoalan yang masih menjadi pekerjaan rumah besar bangsa, seperti tingginya angka pengangguran dan belum meratanya upah yang layak.

Pengangguran Tinggi Jadi Tantangan Serius

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024, Bamsoet menyebut bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia mencapai 5 persen dari total angkatan kerja. Namun, angka ini melonjak signifikan di kalangan anak muda berusia 15–24 tahun.


"Tingginya angka pengangguran di kalangan generasi muda menjadi ironi, apalagi banyak lulusan perguruan tinggi yang belum terserap dunia kerja," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Kamis (1/5/2025).


Ia menyebut fenomena "sarjana menganggur" sebagai bukti adanya ketimpangan antara sistem pendidikan dan kebutuhan industri, yang memerlukan pembenahan menyeluruh agar lulusan siap kerja.

Upah Layak Masih Jadi Isu Mendesak

Selain pengangguran, Bamsoet juga menyoroti masalah kesenjangan upah, terutama di sektor informal. Ia mengungkapkan bahwa berdasarkan survei Lembaga Demografi FEB UI, lebih dari 40 persen pekerja informal masih menerima penghasilan di bawah standar kebutuhan hidup layak.


"Banyak pekerja terpaksa menerima upah rendah karena tingginya persaingan dan minimnya lapangan kerja. Ini memperparah kondisi kesejahteraan buruh," jelasnya.


Ia menegaskan bahwa upaya mewujudkan keadilan bagi pekerja harus mencakup reformasi kebijakan pengupahan yang lebih responsif terhadap kebutuhan riil masyarakat pekerja.

Siklus Ketidakadilan yang Harus Diputus

Bamsoet menyampaikan bahwa tingginya pengangguran dan rendahnya upah saling terkait dalam siklus yang merugikan. Ketika banyak orang sulit mendapatkan pekerjaan, maka mereka cenderung menerima upah di bawah standar demi bertahan hidup, yang pada akhirnya menekan kualitas hidup secara keseluruhan.


"Fenomena ini menciptakan lingkaran setan—upah rendah menurunkan kepuasan kerja dan produktivitas, yang pada akhirnya merusak stabilitas pasar tenaga kerja," tambahnya.


Hari Buruh Harus Jadi Tonggak Perubahan

Menurut Bamsoet, Hari Buruh bukan hanya peringatan seremonial, melainkan harus menjadi momentum strategis untuk mendorong perubahan sistemik. Ia mendorong kolaborasi nyata antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat untuk membangun ekosistem ketenagakerjaan yang adil dan berkelanjutan.


"Dengan semangat kolaborasi, kita bisa membangun masa depan yang lebih baik bagi para pekerja, dengan membuka peluang kerja yang luas dan memberikan upah yang layak," pungkasnya.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved