Bahayakah Pakaian Thrifting? Berikut Risiko dan Pencegahannya
Tanggal: 11 Jul 2025 08:30 wib.
Pakaian thrifting, atau membeli pakaian bekas, telah menjadi tren yang populer di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Daya tariknya sangat beragam: dari harga yang jauh lebih murah, potensi menemukan barang unik atau vintage, hingga kontribusi pada keberlanjutan lingkungan dengan mengurangi limbah tekstil. Namun, di balik berbagai keunggulannya, aktivitas thrifting juga menyimpan potensi risiko yang perlu diwaspadai, terutama terkait masalah kesehatan dan kebersihan. Penting untuk memahami bahaya yang mungkin ada agar bisa menikmati tren ini dengan aman dan bijak.
Risiko Kesehatan dari Pakaian Bekas
Risiko utama dari pakaian thrifting adalah potensi penyebaran penyakit kulit dan infeksi. Pakaian bekas yang tidak dicuci atau disterilkan dengan benar bisa menjadi sarang bagi berbagai mikroorganisme. Contohnya, jamur penyebab kurap atau panu dapat bertahan hidup di serat kain, menunggu inang baru. Bakteri seperti staphylococcus, yang bisa menyebabkan infeksi kulit seperti bisul atau impetigo, juga mungkin menempel. Selain itu, kutu busuk dan tungau adalah ancaman nyata yang bisa berpindah dari pakaian ke rumah, menyebabkan gatal-gatal, ruam, dan ketidaknyamanan parah.
Kasus yang lebih serius, meskipun jarang, adalah potensi penularan penyakit menular melalui cairan tubuh yang mungkin mengering di pakaian. Meskipun virus seperti HIV atau Hepatitis umumnya tidak bertahan lama di luar tubuh dan mudah mati pada suhu kamar, risiko ini tetap menjadi kekhawatiran, terutama jika pakaian belum melalui proses pembersihan yang memadai. Kondisi penyimpanan pakaian thrifting di pasar atau toko seringkali kurang higienis, terpapar debu, kotoran, dan kelembaban, yang semakin meningkatkan risiko kontaminasi.
Ancaman Alergi dan Iritasi Kulit
Selain infeksi, pakaian bekas juga dapat memicu alergi dan iritasi kulit. Residu deterjen atau bahan kimia dari pencucian sebelumnya, serat kain yang sudah usang dan kasar, atau bahkan bulu hewan peliharaan dari pemilik sebelumnya, semuanya bisa menjadi pemicu bagi kulit sensitif. Bagi individu dengan riwayat eksim, dermatitis, atau alergi tertentu, memakai pakaian thrifting tanpa penanganan yang tepat bisa menyebabkan ruam, gatal-gatal, kemerahan, atau reaksi alergi yang lebih parah. Bahkan partikel debu dan tungau yang menempel pada pakaian kering dapat menjadi alergen pernapasan bagi penderita asma atau alergi debu.
Pencegahan sebagai Kunci Utama
Meskipun ada risiko, ini bukan berarti thrifting harus dihindari sepenuhnya. Dengan langkah-langkah pencegahan yang tepat, risiko ini dapat diminimalkan secara signifikan. Pencucian menyeluruh adalah langkah pertama dan terpenting. Setelah membeli pakaian thrifting, segera pisahkan dari pakaian bersih lainnya. Cuci pakaian tersebut dengan air panas (jika jenis kain memungkinkan) dan deterjen yang kuat. Penggunaan disinfektan pakaian atau produk antibakteri dalam proses pencucian juga sangat dianjurkan. Untuk barang yang tidak bisa dicuci dengan air panas (misalnya jaket kulit atau beberapa jenis sepatu), pertimbangkan untuk membawanya ke dry cleaner profesional yang memiliki alat sterilisasi khusus.
Selain pencucian, inspeksi visual dan bau juga penting. Periksa pakaian secara teliti dari tanda-tanda kerusakan, noda yang mencurigakan, atau adanya serangga kecil seperti kutu busuk atau telur serangga. Bau apek atau tidak sedap juga bisa menjadi indikasi adanya jamur atau bakteri. Jika ada keraguan, sebaiknya tinggalkan pakaian tersebut. Memilih barang yang kondisinya masih sangat baik dan terlihat bersih akan mengurangi banyak risiko awal.
Aspek Etika dan Regulasi
Di luar bahaya kesehatan, perlu juga diingat bahwa di beberapa negara, termasuk Indonesia, ada regulasi terkait impor pakaian bekas yang kadang dilarang karena alasan kesehatan, ekonomi (melindungi industri tekstil lokal), dan lingkungan. Membeli pakaian thrifting dari sumber yang tidak jelas asal-usulnya bisa secara tidak langsung mendukung praktik ilegal atau tidak etis. Oleh karena itu, penting untuk berbelanja dari penjual yang tepercaya dan, jika memungkinkan, memahami asal muasal pakaian tersebut.
Bahaya pakaian thrifting dapat dikelola dengan kewaspadaan dan tindakan pencegahan yang proaktif. Tren ini menawarkan banyak manfaat, dari penghematan finansial hingga kontribusi pada fashion berkelanjutan. Menjadi pembeli yang cerdas, teliti dalam memilih, dan disiplin dalam membersihkan, siapa pun bisa menikmati gaya hidup thrifting tanpa perlu khawatir berlebihan. Memakai pakaian bekas bukan hanya tentang gaya, melainkan juga tentang kesadaran akan kesehatan diri dan tanggung jawab terhadap lingkungan.