Bahaya Serius Gas Air Mata Jika Terhirup ke Dalam Paru-Paru

Tanggal: 1 Sep 2025 14:23 wib.
Gas air mata yang selama ini dikenal sebagai alat pengendali massa, ternyata menyimpan risiko kesehatan yang tidak main-main, terutama jika sampai masuk ke dalam sistem pernapasan. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengingatkan masyarakat untuk memahami bahaya yang ditimbulkan dari paparan zat kimia ini, sebab dampaknya tidak hanya bersifat sementara, tetapi bisa memicu gangguan serius pada paru-paru maupun organ lain.

Ketua Majelis Kehormatan PDPI, Prof. Tjandra Yoga Aditama, menjelaskan bahwa gas air mata pada dasarnya adalah campuran bahan kimia berbahaya, di antaranya chloroacetophenone (CN), chlorobenzylidenemalononitrile (CS), chloropicrin (PS), bromobenzylcyanide (CA), dan dibenzoxazepine (CR). Zat-zat ini memiliki sifat iritan kuat yang dapat memengaruhi kulit, mata, serta organ pernapasan. Saat terhirup, partikel gas dapat masuk jauh ke dalam saluran pernapasan hingga ke paru-paru dan menimbulkan reaksi akut.

Gejala yang bisa muncul setelah terhirup gas air mata antara lain dada terasa berat, batuk berulang, rasa seperti dicekik pada tenggorokan, hingga suara napas yang berbunyi mengi. Dalam situasi yang lebih parah, penderita dapat mengalami sesak napas hebat hingga kondisi gawat napas atau respiratory distress. Prof. Tjandra mengingatkan bahwa risiko ini akan meningkat berlipat pada individu yang memiliki penyakit penyerta, seperti asma dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Bagi kelompok rentan tersebut, paparan gas air mata dapat memicu serangan sesak napas akut yang berujung pada gagal napas (respiratory failure) dan membahayakan nyawa.

Dampak paparan gas air mata tidak hanya berhenti pada paru-paru. Mata, hidung, dan mulut juga bisa merasakan sensasi terbakar, perih, hingga memicu pandangan kabur. Pada kulit, paparan bisa menimbulkan reaksi mirip luka bakar kimiawi dan alergi. Bahkan, beberapa orang mengalami kesulitan menelan akibat iritasi parah di bagian tenggorokan. Efek ini muncul sangat cepat setelah seseorang terpapar, sehingga disebut sebagai dampak akut.

Meski begitu, bukan berarti bahaya gas air mata hanya berlangsung singkat. Menurut Prof. Tjandra, dalam kondisi tertentu paparan bisa memicu dampak kronis yang berlangsung lama. Risiko ini terutama tinggi jika gas digunakan dalam dosis besar, terpapar dalam durasi panjang, atau terjadi di ruang tertutup yang membuat partikel gas terperangkap lebih lama. Dalam situasi seperti itu, gas tidak hanya merusak sistem pernapasan secara akut, tetapi juga bisa meninggalkan jejak gangguan kesehatan berkepanjangan.

Selain faktor dosis dan durasi paparan, tingkat bahaya gas air mata juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Jika paparan terjadi di ruang terbuka dengan aliran udara yang baik, risiko bisa sedikit berkurang karena gas lebih cepat menyebar. Sebaliknya, pada lokasi tanpa sirkulasi udara memadai, atau ketika angin justru membawa gas ke arah kerumunan, efeknya bisa jauh lebih berbahaya.

Penerima Penghargaan Achmad Bakrie XXI di bidang kesehatan yang juga pernah menjabat sebagai Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu menegaskan, masyarakat harus memahami bahwa gas air mata bukanlah zat yang bisa dianggap sepele. Walaupun secara teknis dirancang untuk mengendalikan kerumunan tanpa senjata mematikan, tetap saja potensi risikonya sangat serius, terlebih bagi kelompok dengan kerentanan medis tertentu.

Kesimpulannya, semakin besar dosis gas air mata yang terhirup, semakin lama durasi paparan, dan semakin buruk kondisi lingkungan tempat terpapar, maka semakin berat pula dampak kesehatan yang ditimbulkan. Edukasi mengenai bahaya gas air mata penting untuk terus disampaikan agar masyarakat tahu cara melindungi diri dan memahami langkah pertolongan pertama bila terpapar. Karena pada akhirnya, mencegah paparan adalah satu-satunya cara terbaik untuk menghindari risiko kesehatan yang berbahaya dari zat kimia ini.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved