Bahaya! Manufaktur RI Terancam Masuk Jurang, Ini Respons Kemenperin
Tanggal: 1 Jul 2024 21:25 wib.
Sektor manufaktur Indonesia saat ini dihadapkan pada ancaman serius akibat penurunan indeks Purchasing Managers' Index (PMI) ke level terendah dalam 13 bulan pada Juni 2024. Data menunjukkan bahwa PMI manufaktur RI anjlok ke level 50,7 dari posisi sebelumnya di bulan Mei 2024 yang tercatat di 52,1. Diperkirakan bahwa pesanan baru dapat mengalami penurunan pada awal semester II tahun 2024, yang akan menjadi penurunan pertama sejak pertengahan tahun 2021, menurut analisis dari S&P Global.
Meski PMI masih bertahan di atas tren rata-rata jangka panjang, namun perkiraan Indeks Output Masa Depan tidak bergerak dari posisi pada bulan Mei dan merupakan bagian dari yang terendah dalam rekor. Pernyataan ini disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (1/7/2024). Febri menyoroti laporan S&P Global yang mencatat pertumbuhan sektor manufaktur kehilangan momentum pada Juni 2024. Dijelaskan bahwa hal tersebut disebabkan oleh kenaikan yang lebih lambat pada output, permintaan baru, dan penjualan. Menurut Febri, perlu adanya penyesuaian kebijakan untuk mendongkrak kembali optimisme dari pelaku industri. Regulasi yang disebut membutuhkan penyesuaian adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Dalam keterangan resminya, Febri mengungkapkan bahwa regulasi tersebut merelaksasi impor barang-barang dari luar negeri yang sejenis dengan produk-produk yang dihasilkan di dalam negeri. Hal ini menyebabkan turunnya optimisme para pelaku industri, yang berpengaruh pada penurunan PMI. Febri juga menuturkan, kondisi darurat yang dialami industri manufaktur terlihat dari fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), yang disebabkan oleh penurunan permintaan pasar global dan membanjirnya produk impor yang 'dilempar' ke pasar dalam negeri, menyusul restriksi perdagangan oleh negara-negara lain.
Peringatan dari S&P Global memperjelas bahwa penurunan ini dipicu perlambatan ekspansi output maupun pesanan baru. Pesanan baru dilaporkan anjlok ke posisi terendah selama 13 bulan, sementara kinerja ekspor baru mengalami penurunan 4 kali berturut-turut. S&P menyebut kondisi ini tidak biasa, dan bahkan memperingatkan potensi terjadinya penurunan lanjutan.
Direktur Ekonomi di S&P Global Market Intelligence, Trevor Balchin, mengatakan bahwa terjadi penurunan momentum yang signifikan di sektor manufaktur Indonesia pada Juni. "Arah perjalanan (pemesanan) juga menunjukkan kemungkinan adanya kontraksi pesanan baru pada awal paruh kedua tahun ini, yang akan menjadi yang pertama sejak pertengahan 2021," tambah Balchin.