Sumber foto: Google

ASITA Soroti Maraknya Praktik Wisata Ilegal oleh Turis Asing, Pemerintah Diminta Bertindak Tegas

Tanggal: 19 Mei 2025 09:54 wib.
Tampang.com | Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) meminta perhatian serius dari pemerintah terhadap fenomena maraknya praktik wisata ilegal yang dilakukan oleh wisatawan asing maupun penyedia akomodasi tak berizin di berbagai daerah wisata di Indonesia. Praktik-praktik ini dinilai tak hanya merugikan pelaku usaha resmi, namun juga mengancam kesehatan dan keberlangsungan ekosistem pariwisata nasional.

Ketua Umum DPP ASITA, Nunung Rusmiati, mengungkapkan bahwa bentuk-bentuk pelanggaran yang terjadi sangat beragam, mulai dari turis asing yang menjadi pemandu wisata tanpa izin hingga penggunaan akomodasi ilegal seperti vila pribadi atau rumah sewaan yang tidak tercatat secara resmi. "Banyak dari mereka tidak membayar pajak dan tidak tercatat dalam sistem resmi. Ini merugikan pelaku usaha yang taat aturan, sekaligus mengurangi potensi pendapatan negara dari sektor pajak dan retribusi," ujarnya dalam pernyataan resmi, Minggu (18/5/2025).

Menurut Nunung, akomodasi ilegal tersebut juga kerap mengabaikan standar layanan dan keamanan yang dapat mencoreng citra pariwisata Indonesia di mata dunia. Ia mencontohkan kasus dua warga negara Polandia yang diamankan di Bandara Ngurah Rai, Bali, karena diduga bertindak sebagai pemandu wisata ilegal hanya dengan menggunakan visa kunjungan biasa. “Mereka menggunakan bahasa negara asal untuk menarik turis lain, mematikan peluang bagi pemandu lokal bersertifikat,” tambahnya.

ASITA menilai praktik semacam ini, jika dibiarkan, akan memukul pelaku usaha lokal, khususnya UMKM yang menjadi tulang punggung industri pariwisata. Beban biaya operasional tinggi ditambah minimnya pengawasan terhadap pelanggaran membuat banyak agen perjalanan terancam gulung tikar.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, ASITA mengusulkan kolaborasi konkret antara pelaku industri dan pemerintah yang mencakup empat pilar: pengawasan ketat terhadap praktik ilegal, pemberdayaan pelaku lokal melalui promosi dan insentif, edukasi kepada wisatawan agar menggunakan jasa resmi, serta keterlibatan asosiasi dalam penyusunan kebijakan pariwisata.

Nunung juga mengusulkan pembentukan forum komunikasi rutin antara pelaku industri pariwisata dan Kementerian Pariwisata yang digelar setiap enam bulan. “Forum ini bisa jadi ruang bagi pelaporan kondisi di lapangan, serta menjadi dasar dalam merumuskan kebijakan yang lebih tepat sasaran dan berpihak pada pelaku domestik,” ujarnya.

Kekhawatiran serupa juga disuarakan oleh akademisi pariwisata dari Universitas Udayana, Prof. I Putu Anom. Ia menyoroti kecenderungan wisatawan asing yang kini lebih memilih menginap di vila atau kos ilegal yang menyebabkan okupansi hotel resmi menurun tajam. “Jumlah wisatawan meningkat, tapi tidak berdampak langsung pada sektor perhotelan. Ini ironi besar,” jelasnya.

Selain itu, Prof. Anom menyoroti praktik penggunaan properti atas nama WNI oleh WNA yang kemudian disewakan kembali, serta dominasi OTA asing yang menerapkan strategi harga predator (predatory pricing) dan menghindari pajak lokal.

“Pemerintah daerah seperti Badung kini sudah mulai turun tangan, karena jika Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pariwisata anjlok, APBD pun ikut terdampak. Ini persoalan serius,” tegasnya.

ASITA dan para akademisi mendesak agar pengawasan ditingkatkan dan regulasi diperkuat untuk melindungi pelaku usaha lokal serta menjaga agar industri pariwisata Indonesia tumbuh secara sehat dan berkelanjutan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved