Aplikasi Pinjol Ilegal Kian Canggih, Banyak Warga Terjebak Bunga Mencekik!
Tanggal: 15 Mei 2025 19:52 wib.
Tampang.com | Di balik kemudahan teknologi finansial, jerat digital dari aplikasi pinjaman online ilegal (pinjol ilegal) makin menjadi-jadi. Banyak warga yang tergiur pencairan cepat akhirnya terjebak pada bunga mencekik, penyebaran data pribadi, hingga teror penagihan tak manusiawi.
Ironisnya, meski Satgas Waspada Investasi dan Kominfo rutin memblokir ratusan aplikasi setiap bulan, para pelaku terus bermunculan dengan wajah dan nama baru.
Modus Semakin Halus, Taktik Semakin Canggih
Kini, aplikasi pinjol ilegal tidak hanya beredar lewat SMS dan WhatsApp, tapi juga menyusup ke platform iklan digital, toko aplikasi tak resmi, bahkan media sosial dengan konten soft selling.
“Banyak yang tampil seperti fintech resmi. Desainnya profesional, prosesnya instan, tapi jebakan tetap sama: bunga harian tinggi dan akses penuh ke data pribadi,” ungkap Indah Nurcahya, pengamat keamanan digital dari LaporFintech.
Regulasi Belum Mengimbangi Kecepatan Teknologi
Pemerintah terus melakukan penindakan, namun upaya itu seperti tambal sulam. Banyak pelaku beroperasi dari luar negeri, sehingga sulit dijangkau oleh hukum nasional.
“Teknologi para pelaku lebih gesit dari regulasi. Jika tidak ada pendekatan lintas negara dan peningkatan literasi digital, korban akan terus berjatuhan,” ujar Indah.
Korban Didominasi Masyarakat Kelas Menengah Bawah
Mayoritas korban adalah masyarakat berpendapatan rendah yang tak memiliki akses ke pinjaman bank. Di tengah kebutuhan mendesak, mereka terpaksa mencoba aplikasi yang menjanjikan solusi cepat—tanpa sadar bahwa risikonya lebih besar dari manfaatnya.
Solusi: Verifikasi Digital & Literasi Finansial yang Masif
Pakar mendorong OJK dan Kominfo membuat sistem verifikasi digital yang lebih transparan, di mana pengguna dapat mengecek legalitas aplikasi secara langsung dan mudah. Di sisi lain, kampanye literasi finansial digital perlu digencarkan, terutama ke daerah-daerah.
“Ini bukan soal aplikasi ilegal saja, tapi juga krisis literasi keuangan. Pemerintah dan masyarakat sipil harus turun tangan bersama,” tegas Indah.