Sumber foto: Canva

Apa Itu Gratifikasi dan Dampaknya pada Warga Lokal?

Tanggal: 1 Sep 2025 13:40 wib.
Gratifikasi, sebuah kata yang sering kita dengar dalam berita terkait korupsi, mungkin terasa jauh dari kehidupan sehari-hari. Banyak orang mengira gratifikasi hanya masalah pejabat tinggi, uang besar, atau proyek mewah. Padahal, pemahaman ini keliru. Gratifikasi adalah kejadian yang jauh lebih dekat dari yang kita bayangkan, dan dampaknya bisa langsung terasa pada warga lokal, dari pelayanan publik yang buruk hingga ketidakadilan sosial. 

Memahami Gratifikasi

Secara sederhana, gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas yang diterima oleh seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara. Bentuknya tidak terbatas pada uang tunai, tapi bisa berupa hadiah, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, bahkan fasilitas kesehatan. Penting untuk membedakan gratifikasi dari hadiah biasa. Gratifikasi menjadi masalah ketika pemberian itu berhubungan dengan jabatan atau kewenangan penerimanya, dan diberikan dengan tujuan memengaruhi keputusan atau tindakan si penerima.

Di Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah menetapkan gratifikasi sebagai bentuk korupsi jika berhubungan dengan jabatannya dan tidak dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam jangka waktu tertentu. Ini menunjukkan bahwa gratifikasi bukan sekadar masalah etika, melainkan tindak pidana serius.

Dampak Langsung pada Layanan Publik

Gratifikasi punya efek domino yang merugikan warga lokal. Dampak paling kentara adalah merosotnya kualitas layanan publik. Bayangkan sebuah instansi yang bertugas mengurus perizinan. Jika para pegawainya terbiasa menerima gratifikasi dari pemohon, proses perizinan tidak lagi didasarkan pada prosedur yang benar atau kelengkapan dokumen. Sebaliknya, prosesnya akan dipercepat untuk mereka yang "memberi", dan diperlambat untuk yang tidak. Warga jujur yang taat aturan akan dirugikan karena harus menunggu lama, atau bahkan dipersulit, sementara yang punya koneksi atau uang bisa mendapatkan apa yang mereka mau dengan mudah.

Hal ini menciptakan sistem yang tidak efisien dan tidak adil. Pegawai atau pejabat yang seharusnya melayani publik malah melayani kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Akibatnya, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga publik akan menurun drastis. Warga merasa tidak punya kekuatan untuk mendapatkan hak mereka tanpa "jalan pintas," dan ini merusak sendi-sendi demokrasi.

Ketidakadilan Ekonomi dan Sosial

Selain layanan publik, gratifikasi juga memperdalam jurang ketidakadilan ekonomi dan sosial. Proyek-proyek pemerintah, seperti pembangunan jalan, sekolah, atau fasilitas umum lainnya, sering kali menjadi ladang subur bagi praktik gratifikasi. Kontraktor yang memberikan gratifikasi kepada pejabat berwenang bisa mendapatkan proyek meskipun mereka bukan yang terbaik, atau bahkan tidak memenuhi standar. Mereka mungkin menggunakan bahan berkualitas rendah atau menghemat biaya, yang pada akhirnya menghasilkan infrastruktur yang rapuh dan membahayakan keselamatan warga.

Pada akhirnya, yang paling menderita adalah masyarakat itu sendiri. Mereka harus membayar pajak untuk proyek yang tidak berkualitas, menghadapi risiko jembatan ambruk atau jalan rusak, dan tidak mendapatkan manfaat maksimal dari uang pajak mereka. Gratifikasi juga menciptakan kompetisi yang tidak sehat. Pengusaha kecil dan menengah yang jujur tidak akan pernah bisa bersaing dengan perusahaan besar yang berani memberikan "pelicin" kepada pejabat. Ini membunuh inovasi dan menutup peluang bagi banyak orang untuk berkembang.

Rusaknya Mentalitas dan Etika

Dampak gratifikasi juga bersifat mental dan etis. Ketika masyarakat terbiasa dengan praktik ini, mereka akan menganggapnya sebagai hal yang normal. Muncul mentalitas bahwa "kalau mau cepat harus bayar lebih," atau "kalau mau dilayani harus ada timbal balik." Pandangan ini sangat berbahaya karena merusak etika kerja dan moral. Gratifikasi menormalkan korupsi skala kecil dan besar. Ia mengajarkan bahwa sistem bisa dibeli, dan integritas tidak lagi dihargai.

Generasi muda yang melihat praktik ini akan tumbuh dengan pemahaman yang salah tentang keadilan dan kejujuran. Mereka mungkin akan meniru perilaku ini, menciptakan siklus korupsi yang tak berujung. Gratifikasi mengikis rasa saling percaya antar individu dan institusi, membuat sulit untuk membangun masyarakat yang solid dan berintegritas.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved