Apa itu Fenomena Sunspot yang Memicu Kemarau Basah?

Tanggal: 19 Jun 2025 22:52 wib.
Indonesia saat ini tengah mengalami fenomena cuaca yang disebut kemarau basah, suatu kondisi yang dianggap tidak biasa mengingat tingginya curah hujan yang masih terjadi meskipun musim kemarau sudah dimulai. Menurut ahli meteorologi dari IPB University, Sonni Setiawan, fenomena ini tidak hanya disebabkan oleh perubahan pola monsun atau anomali iklim global, tetapi juga dipengaruhi oleh aktivitas matahari, khususnya oleh keberadaan bintik matahari atau sunspot.

Menurut Sonni, siklus musim secara ilmiah didefinisikan berdasarkan posisi relatif matahari terhadap pengamat di permukaan bumi. Ketika matahari berada di belahan bumi selatan (BBS), wilayah ini akan menerima radiasi matahari yang lebih intens. Akibatnya, tekanan udara di BBS menjadi lebih rendah dibandingkan belahan bumi utara (BBU), sehingga menyebabkan pergerakan angin dari BBU menuju BBS. Fenomena ini berbalik ketika matahari berada di belahan bumi utara.

Menarik untuk dicatat bahwa saat ini, pola cuaca yang kita alami menunjukkan adanya penyimpangan dari siklus musiman yang umum. Biasanya, musim kemarau ditandai dengan penurunan curah hujan, namun kenyataannya, hujan justru masih terus turun. Hal ini dikenal sebagai fenomena kemarau basah yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk anomali iklim global seperti El Niño dan La Niña, serta Indian Ocean Dipole (IOD). Saat ini, La Niña menunjukkan intensitas lemah sampai sedang dan berkontribusi terhadap peningkatan curah hujan di masa kemarau.

Di sisi lain, IOD menunjukkan kondisi netral yang minim pengaruh terhadap fenomena kemarau basah tahun ini. Menariknya, meskipun kondisi El Niño dan La Niña dalam situasi netral, fenomena sunspot sedang memuncak, yang terjadi setiap 11 tahun dan mencapai puncaknya pada tahun 2024 serta masih aktif pada tahun 2025.

Sunspot atau bintik matahari itu sendiri adalah daerah gelap yang terletak di permukaan matahari dan memiliki medan magnet yang sangat kuat. Dikutip dari Space.com, area-area ini dapat menyebabkan gangguan eruptif di permukaan matahari seperti letupan surya (solar flares) dan pelontaran massa korona (coronal mass ejections atau CMEs). Wilayah tersebut tampak lebih gelap dibandingkan area sekitarnya karena suhunya yang lebih rendah.

Suhunya di bagian tengah bintik matahari, yang disebut umbra, bisa mencapai sekitar 6.300 derajat Fahrenheit (lebih dari 3.500 derajat Celsius), sementara fotosfer di sekitarnya bisa mencapai sekitar 10.000 derajat Fahrenheit (5.500 derajat Celsius). Jumlah dan intensitas sunspot dapat memberikan informasi tentang aktivitas matahari dalam siklus 11 tahunan yang dipicu oleh medan magnetnya.

Sunspot menjadi kunci untuk memahami struktur magnetik yang kompleks di dalam matahari dan telah menarik perhatian para pengamat matahari selama ratusan tahun. Menurut European Solar Telescope, sunspot terbentuk ketika konsentrasi medan magnet dari dalam matahari naik ke permukaan, menciptakan area gelap yang kita amati.

Secara lebih lanjut, para ilmuwan menganggap bahwa pembentukan sunspot dapat dijelaskan dengan teori yang diajukan oleh astronom Amerika, Horace Babcock, pada tahun 1961. Dalam teori tersebut, sunspot muncul berkat pengaruh medan magnet matahari yang berputar. Bayangkan medan magnet tersebut seperti karet gelang yang menempel di kutub utara dan selatan matahari. 

Ketika matahari berotasi, daerah ekuator berotasi lebih cepat dibandingkan kutub, sehingga terjadi rotasi diferensial, menurut Royal Museums Greenwich. Process ini menyebabkan medan magnet menjadi semakin rumit, hingga akhirnya menyebabkan terjadinya "putus" dan muncul ke permukaan yang mengakibatkan gangguan, membentuk pori-pori yang menjadi pembentuk proto-bintik, yang kemudian berkembang menjadi sunspot. Kumpulan dari beberapa sunspot ini dikenal sebagai wilayah aktif atau active region. 

Hal yang menarik untuk dicatat adalah bahwa medan magnet yang ada di dalam bintik matahari bisa mencapai kekuatan 2.500 kali lebih besar dari medan magnet bumi. Kekuatan ini menyebabkan gas panas di dalam matahari terhambat memasuki bintik, sehingga membuat suhu bintik lebih rendah dan terlihat lebih gelap dibandingkan area sekitarnya. 

Dengan semua informasi ini, sangat jelas bahwa fenomena sunspot memiliki peran yang signifikan dalam memahami pola cuaca serta berbagai fenomena lainnya di bumi.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved