Antrean BPJS Makin Panjang, Pasien Menunggu Berjam-jam, Di Mana Hak Kesehatan Warga?
Tanggal: 17 Mei 2025 14:21 wib.
Tampang.com | Layanan kesehatan publik melalui BPJS kembali menuai sorotan. Di banyak daerah, antrean panjang di fasilitas kesehatan menjadi hal yang nyaris tak terhindarkan. Pasien harus datang subuh, menunggu berjam-jam, hanya untuk mendapat nomor antrean yang belum tentu dilayani hari itu juga.
Pasien Datang Pagi, Diperiksa Siang atau Besok
Fenomena ini tidak hanya terjadi di kota besar seperti Jakarta atau Surabaya, tapi juga di daerah-daerah. Rumah sakit dan puskesmas kerap kewalahan menghadapi jumlah pasien, sementara tenaga medis dan fasilitas terbatas.
“Saya datang jam lima pagi, baru dipanggil jam sebelas siang. Itu pun belum tentu langsung diperiksa dokter spesialis,” keluh Rina, warga Depok yang sedang mengurus rujukan BPJS.
Sistem Rujukan dan Pendaftaran Online Tak Efektif
Pemerintah mengandalkan sistem antrean online seperti Mobile JKN dan integrasi digital. Namun dalam praktiknya, masih banyak pasien yang kesulitan mengakses atau tetap harus datang langsung untuk validasi.
“Sistem online-nya sering error atau tidak sinkron dengan rumah sakit. Akhirnya tetap antre manual,” kata Sigit, relawan kesehatan.
Tenaga Kesehatan Kelelahan, Beban Kerja Berat
Tenaga medis di faskes tingkat pertama hingga rujukan mengaku kelelahan. Rasio dokter dan perawat belum ideal untuk jumlah pasien yang dilayani. Hal ini memperburuk kualitas layanan dan memicu keluhan masyarakat.
“Kami bukan tidak mau melayani maksimal, tapi kapasitas kami sangat terbatas,” ungkap seorang dokter di RSUD Cibinong.
Solusi: Tambah SDM dan Perluas Layanan Primer
Pakar kesehatan menyarankan agar pemerintah segera menambah jumlah tenaga kesehatan, memperluas layanan primer seperti puskesmas rawat inap, serta memperbaiki sistem antrean berbasis kebutuhan, bukan sekadar sistem urutan.
Pelayanan Kesehatan Bukan Sekadar Akses, Tapi Soal Martabat Warga
Hak atas kesehatan adalah hak dasar. Ketika rakyat dipaksa antre berjam-jam demi layanan dasar, itu mencerminkan kegagalan manajemen sistem kesehatan publik yang adil dan bermartabat.