Angka Pernikahan di Indonesia Menurun Serta Usia Pernikahan yang Semakin Menua, Apa Sebabnya ?

Tanggal: 30 Okt 2024 09:13 wib.
Dalam satu dekade terakhir, terjadi peningkatan jumlah warga Indonesia yang memilih untuk hidup melajang atau menunda pernikahan. Fenomena ini juga disertai dengan peningkatan usia pernikahan yang semakin menua, bahkan angka pernikahan di Indonesia turut menurun, mencapai titik terendah sejak tahun 1998.

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2023 dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip dari Kompas.com (8/3/2024), mayoritas pemuda Indonesia belum menikah. Sekitar 68,29 persen pemuda masih berstatus lajang, sementara 30,61 persen lainnya sudah menikah. Persentase pemuda di Indonesia sendiri mencapai sekitar 23,18 persen, hampir seperempat dari total penduduk Indonesia.

Menariknya, terdapat peningkatan usia pernikahan dari tahun 2015 hingga 2023. Menurut laporan dari KOMPAS.ID (28/10/2024), terdapat peningkatan dari 3 dari 10 warga usia 15-49 tahun yang melajang pada tahun 2012 menjadi 4 dari 10 warga pada tahun 2023 di kelompok usia yang sama. Laki-laki juga cenderung memiliki persentase melajang yang lebih tinggi dibandingkan perempuan, dengan 43,9 persen laki-laki dan 30,7 persen perempuan yang masih melajang pada tahun 2023.

Alasan utama dari penundaan pernikahan ini ternyata dikarenakan masalah finansial. Banyak warga merasa perlu untuk menjadikan diri mereka mapan terlebih dahulu sebelum melangkah ke jenjang pernikahan. Masalah ekonomi, seperti pekerjaan dan tempat tinggal, juga menjadi faktor yang memengaruhi keputusan untuk menikah. Terdapat pula alasan-alasan lain, seperti selektif dalam memilih pasangan, pernikahan bukan menjadi prioritas utama, belum siap secara mental, serta merasa bahagia atau nyaman dengan keadaan melajang.

Namun, tidak hanya alasan pribadi yang memengaruhi keputusan untuk menikah. Pola migrasi juga diketahui berdampak pada penundaan pernikahan, di mana provinsi dengan tingkat migrasi yang lebih tinggi cenderung memiliki usia pernikahan yang lebih tua dibandingkan provinsi lainnya.

Data Laporan Statistik Indonesia 2024 BPS juga mencatat untuk angka pernikahan pada tahun 2023, terdapat penurunan signifikan dibanding tahun sebelumnya. Angka pernikahan di Indonesia pada 2023 menyentuh level terendah sejak 1997/1998. Bahkan, penurunan ini terjadi di semua provinsi di Indonesia. Rekor angka pernikahan terendah sebelumnya dijumpai pada 1996/1997, yakni 1.489.765, berdasarkan data Statistik Indonesia 1997.

Fenomena menikah semakin menua dan menurunnya angka pernikahan di Indonesia ini merupakan hal yang patut dipertanyakan. Apakah hal ini terjadi akibat perubahan nilai dan budaya di masyarakat Indonesia? Ataukah ada faktor-faktor lain, seperti perubahan kondisi ekonomi dan sosial di Indonesia?

Pertama-tama, perubahan nilai dan budaya di masyarakat memang bisa menjadi penyebab utama dari peningkatan usia pernikahan dan penurunan angka pernikahan. Dengan semakin berkembangnya pendidikan dan kesadaran akan hak-hak individu, terutama di kalangan perempuan, banyak yang merasa lebih bebas dalam memilih kapan dan dengan siapa mereka akan menikah. Mereka cenderung lebih selektif dalam memilih pasangan hidup dan lebih memiliki kedewasaan dalam menghadapi komitmen pernikahan. Disamping itu, semakin canggihnya teknologi dan akses informasi turut memengaruhi pandangan masyarakat mengenai pernikahan.

Di sisi lain, kondisi ekonomi dan sosial juga berpengaruh besar terhadap penundaan pernikahan. Dengan semakin mahalnya biaya hidup dan kebutuhan sehari-hari, banyak warga Indonesia merasa sulit untuk menikah karena faktor finansial. Pekerjaan yang stabil dan kehidupan mapan menjadi hal prioritas sebelum menikah. Selain itu, adanya ketidakpastian ekonomi, khususnya dalam situasi pandemi seperti yang terjadi belakangan ini, juga membuat banyak orang enggan untuk menikah karena keterbatasan finansial dan ketidakpastian masa depan.

Faktor lain yang juga memengaruhi penundaan pernikahan adalah hubungan antara kedua belah pihak. Banyak pasangan yang merasa perlunya waktu yang lebih lama untuk saling mengenal sebelum memutuskan untuk menikah. Hal ini sejalan dengan semakin kompleksnya dinamika hubungan di era modern, di mana komunikasi dan pemahaman menjadi faktor krusial dalam membina hubungan yang langgeng.

Oleh karena itu, perubahan nilai dan budaya, kondisi ekonomi dan sosial, serta dinamika hubungan antar individu cenderung menjadi faktor utama yang memengaruhi penundaan pernikahan di Indonesia. Diperlukan pemahaman mendalam dan kebijakan yang tepat agar fenomena ini dapat diatasi dan memberikan dampak positif bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Dengan demikian, perubahan gaya hidup juga membawa perubahan dalam pola pernikahan, dan masyarakat perlu mencari solusi untuk mengakomodasi fenomena baru ini.

Jika tidak, bisa saja terjadi pergeseran kebutuhan dan keinginan dalam meraih kehidupan yang lebih baik. Solusi berkelanjutan perihal tren pernikahan ini tentu mahal pengembangan ilmu pengetahuan, pemberdayaan masyarakat, dan upaya bersama baik dari pemerintah maupun masyarakat untuk memastikan perubahan ini membawa dampak positif bagi masyarakat Indonesia dalam jangka panjang.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved