Anggaran Daerah Mengendap, Mengapa Banyak Proyek Pembangunan Terlambat?
Tanggal: 10 Mei 2025 06:54 wib.
Tampang.com | Banyak proyek pembangunan daerah di Indonesia mengalami keterlambatan, bahkan mandek di tengah jalan. Salah satu penyebab utamanya adalah rendahnya serapan anggaran. Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terbaru mencatat bahwa hingga kuartal pertama 2025, lebih dari 60% pemerintah daerah belum menyerap anggaran lebih dari separuh pagu APBD mereka. Mengapa dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan justru mengendap?
Anggaran Tersedia, Pekerjaan Tak Berjalan
Ironisnya, pemerintah daerah memiliki dana, namun realisasi pembangunan jalan, irigasi, hingga sekolah sering tertunda. Ketidaksiapan teknis dan perencanaan yang buruk menjadi alasan utama.
“Banyak daerah belum siap mengeksekusi program ketika tahun anggaran dimulai. Persiapan lelang, dokumen teknis, dan SDM masih jadi kendala klasik,” ujar Yudi Santosa, pengamat kebijakan publik dari Universitas Gadjah Mada.
Dana Mengendap di Bank, Potensi Kerugian Sosial
Kemendagri menyebutkan bahwa per akhir Maret 2025, total dana mengendap di kas daerah mencapai lebih dari Rp200 triliun. Dana tersebut seharusnya bisa mempercepat pembangunan dan menciptakan lapangan kerja.
“Kalau uangnya nganggur, rakyat rugi dua kali: proyek tidak jalan, ekonomi lokal juga tidak tumbuh,” kata Yudi.
Faktor Teknis dan Politik Berkelindan
Beberapa kepala daerah mengeluhkan bahwa proses birokrasi terlalu rumit, dan seringkali perubahan kebijakan pusat memperlambat pelaksanaan di lapangan. Di sisi lain, ada pula yang menuding intervensi politik dalam proses penganggaran menjadi penghambat.
“Sering kali usulan program digeser karena kepentingan elite daerah. Akhirnya jadi tarik-menarik, sementara rakyat menunggu hasil,” ungkap seorang pejabat eselon di salah satu provinsi besar.
Pengawasan Lemah, Tapi Tuntutan Tinggi
Serapan rendah juga tidak selalu berbanding lurus dengan kinerja buruk. Banyak pejabat daerah merasa lebih memilih menahan anggaran daripada menanggung risiko hukum karena pengawasan yang kaku dan tidak kontekstual.
“Kami takut salah prosedur. Lebih aman tidak menyerap dana daripada bermasalah di kemudian hari,” ujar seorang kepala dinas yang enggan disebut namanya.
Solusi: Percepat Reformasi Sistem Anggaran Daerah
Pemerintah pusat didesak untuk mempercepat reformasi sistem perencanaan dan penganggaran daerah agar lebih adaptif, lincah, dan tidak terlalu birokratis.
“Kita butuh sistem yang berbasis kinerja dan fleksibel, bukan hanya tumpukan dokumen yang membatasi inisiatif,” ujar Yudi.
Kebutuhan Publik Tak Bisa Menunggu
Keterlambatan pembangunan akibat anggaran yang mengendap bukan hanya soal angka, tapi soal dampak nyata di masyarakat: akses jalan tertunda, sekolah rusak tak diperbaiki, irigasi tak lancar.
“Setiap rupiah yang tidak terserap adalah peluang yang hilang untuk memperbaiki kualitas hidup rakyat. Ini harus jadi perhatian bersama,” tegas Yudi.