Anggaran Bangun Tol di RI Tembus Rp 400 M per Kilometer

Tanggal: 27 Mei 2025 11:02 wib.
Tampang.com | Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) mengungkapkan berbagai tantangan yang dihadapi dalam pembangunan jalan tol di Indonesia, khususnya dalam konteks biaya konstruksi yang cukup besar. Biaya tersebut dikabarkan mencapai antara Rp 200 miliar hingga Rp 400 miliar untuk setiap kilometer. Menurut Sekretaris ATI, Kris Ade Sudiyono, besarnya biaya konstruksi ini sangat tergantung pada desain dari jalan tol yang akan dibangun, apakah desainnya berbentuk landed (datar) atau elevated (terangkat). 

"Desain jalan tol mempengaruhi biaya secara signifikan. Biasanya, pembangunan jalan tol yang elevated akan lebih mahal dibandingkan yang landed," ungkap Kris Ade dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Panja Standar Pelayanan Minimum (SPM) Jalan Tol di Komisi V DPR, Senayan, Jakarta, pada Senin (26/5). 

Tingginya biaya pembangunan tersebut berdampak pada lamanya masa konsesi yang diberikan kepada Badan Usaha Jalan Tol (BUJT), yaitu berkisar antara 30 hingga 50 tahun. Selama periode tersebut, proses pengembalian investasi menjadi cukup panjang, yang diakui Kris memicu kondisi defisiensi kas pada perusahaan dalam 5-10 tahun pertama setelah pembangunan, sebelum periode konstruksi mulai berakhir. Hal ini seringkali mengharuskan pemegang saham untuk menyuntikkan ekuitas tambahan, baik dari sumber internal maupun eksternal.

"Pembiayaan jalan tol sebenarnya bersumber dari pemegang saham dan pinjaman komersial perbankan. Oleh karena itu, periode pengembalian modal yang diperlukan juga terbilang panjang, dan perjanjian kredit yang kami lakukan dengan bank umumnya memiliki tenor antara 10 hingga 15 tahun," jelas Kris. 

Permasalahan lain yang dihadapi adalah kondisi iklim bisnis yang sering kali tidak sesuai dengan perkiraan awal pada saat perencanaan. Kris menjelaskan bahwa risiko degradasi pengembalian (return fall) dapat muncul, salah satunya akibat inflasi yang semakin tidak terduga. 

"Selama periode pengembalian modal, baik yang berasal dari pemegang saham maupun pinjaman bank, kami sering kali mengalami penurunan dalam tingkat pengembalian," tambahnya. Penyebab penurunan ini bisa disebabkan oleh kurangnya arus kendaraan yang melintas, atau tarif yang ditetapkan tidak sesuai dengan nilai keekonomian yang diharapkan. 

Untuk menjaga dan mempertahankan nilai pengembalian investasi yang telah disepakati dalam Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT), tariff tol hendaknya disesuaikan setiap dua tahun sekali dengan memperhatikan tingkat inflasi. 

"Terdapat anggapan di masyarakat bahwa penyesuaian tarif tol dimaksudkan untuk meningkatkan keuntungan. Padahal, tujuan sebenarnya adalah untuk memastikan bahwa nilai investasi yang telah ditanamkan dapat dikembalikan secara layak selama rentang waktu 30-50 tahun ini," tutupnya. 

Dengan memahami tantangan-tantangan ini, diharapkan kedepannya pembangunan jalan tol di Indonesia dapat berjalan lebih efisien dan ekonomis, serta tetap memberikan manfaat bagi semua pihak terkait, termasuk masyarakat pengguna jalan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved