Analisis Plus Minus Pengakuan Indonesia Terhadap Israel
Tanggal: 1 Jun 2025 10:05 wib.
Jakarta, Tampang.com – Kunjungan Presiden Perancis Emmanuel Macron ke Indonesia pada Rabu, 28 Mei 2025 lalu, menjadi sorotan publik, terutama setelah Presiden RI Prabowo Subianto menyampaikan pernyataan kontroversial. Dalam sambutannya, Presiden Prabowo menyerukan kesiapan Indonesia untuk mengakui serta membuka hubungan diplomatik dengan Israel, dengan catatan negara tersebut mengakui berdirinya Negara Palestina. Melalui keterangan persnya, Presiden Prabowo menegaskan dukungannya atas solusi dua negara (two-state solution) dalam penyelesaian konflik berkepanjangan antara Israel dengan Palestina, dengan mengedepankan jalan perdamaian antarkedua negara sesuai amanat konstitusi Undang-Undang Dasar 1945.
Pernyataan ini sontak mendapatkan reaksi beragam dari khalayak publik. Ada yang mendukung, namun tidak sedikit pula yang tidak membenarkan, menganggap bahwa pengakuan atas berdirinya Negara Palestina saja tidaklah cukup. Banyak pula yang menyalahartikan pernyataan yang dilontarkan oleh Presiden RI ke-8 tersebut sebagai bentuk dukungan terhadap tindakan agresi Israel di Jalur Gaza selama ini. Padahal, dalam konteks pelaksanaan politik luar negeri Indonesia, apa yang disampaikan oleh Presiden Prabowo tersebut sebenarnya sudah sesuai sebagaimana diamanatkan UUD 1945, yang jelas menyatakan bahwa kemerdekaan ialah hak segala bangsa, termasuk bagi Bangsa Palestina.
Meskipun demikian, perlu pertimbangan matang sejauh mana pengakuan maupun pembukaan hubungan diplomatik dengan Negara Israel dapat memberikan keuntungan kepada Indonesia. Sejatinya, membuka hubungan diplomatik dengan suatu negara tidak hanya dapat membawa keuntungan dalam satu aspek, tetapi juga menimbulkan kerugian bagi aspek lain. Artikel ini akan mengidentifikasi serta menganalisis secara mendalam sisi plus dan minus yang akan didapat Indonesia, apabila hubungan diplomatik dengan Israel dapat terlaksana.
Sisi Plus: Potensi Keuntungan bagi Indonesia
Terbukanya Potensi Kerja Sama di Bidang Ekonomi: Meskipun tidak memiliki hubungan diplomatik secara resmi, Indonesia sebetulnya telah sejak lama menjalin hubungan dagang dengan Israel, meskipun besaran nilainya tidak terlalu signifikan. Indonesia bahkan tercatat memiliki hubungan dagang dengan Israel sejak tahun 1970-an dan masih berlangsung hingga saat ini. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan hingga Januari 2025, komoditas Indonesia yang paling banyak diekspor ke Israel adalah kakao, sedangkan komoditas yang paling banyak diimpor Indonesia dari negara tersebut ialah produk-produk farmasi. Berdasarkan data dari BPS, nilai ekspor Indonesia ke Israel pada Januari 2025 mencapai 22,08 juta dollar AS. Angka itu naik 49,71 persen bila dibandingkan Desember 2024 (14,75 juta dollar AS), atau meningkat 112,10 persen dibandikan Januari 2024 (10,41 juta dollar AS). Jika hubungan diplomatik antarkedua negara dibuka, maka ada potensi perluasan pasar yang dapat meningkatkan nilai ekspor Indonesia terhadap Israel. Selain itu, Amerika Serikat sempat menyatakan akan ikut memberikan dana investasi tambahan di berbagai sektor apabila Indonesia mau menormalisasi hubungannya dengan Israel.
Terbukanya Potensi Kerja Sama di Bidang Pertahanan: Sebagai salah satu negara yang memiliki deterrent effect atas kontrol senjata nuklirnya sendiri, Israel terkenal sebagai negara yang memiliki teknologi serta industri senjata mutakhir. Indonesia juga tercatat pernah melakukan impor atas senjata maupun perangkat lunak pendukung pertahanan dari negara tersebut. Dengan dibukanya hubungan diplomatik, potensi terbukanya kerja sama yang lebih luas serta transfer of technology dapat dilakukan demi mendukung pembangunan kekuatan pertahanan nasional.
Dukungan Keanggotaan di OECD: Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic Co-operation and Development - OECD) didirikan pada 1961 sebagai forum internasional yang membahas berbagai masalah dalam hal kebijakan ekonomi dan pembangunan. Indonesia sempat mengajukan diri sebagai anggota baru OECD bersama 38 negara anggota lainnya. Israel sempat menyatakan akan mendorong keanggotaan Indonesia di OECD, dengan catatan Indonesia mau membuka hubungan diplomatik dengan negara tersebut. Adanya dukungan negara-negara anggota termasuk Israel dapat memuluskan jalan Indonesia sebagai bagian dari anggota OECD di masa yang akan datang tanpa khawatir adanya aksi veto.
Sisi Minus: Potensi Kerugian bagi Indonesia
Potensi Kerawanan dari Sisi Perspektif Intelijen: Salah satu hal negatif yang perlu diperhatikan adalah potensi kerawanan yang dapat timbul dari sisi perspektif intelijen apabila hubungan diplomatik ini terealisasi. Israel terkenal akan organisasi intelijennya, Mossad, yang cukup berpengaruh dalam melaksanakan operasi klandestin di negara-negara mayoritas Muslim di kawasan Timur Tengah, serta terkenal akan kemampuannya melatih agen-agen spionase terbaik di dunia. Dengan dibukanya hubungan diplomatik, yang berarti berpotensi dibangunnya kantor perwakilan Tel Aviv di Indonesia sebagai jembatan aktivitas klandestin. Bukan tidak mungkin Indonesia sebagai salah satu negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia dapat menjadi sasaran dari berbagai operasi intelijen yang dilakukan oleh Israel demi mendukung kepentingan nasionalnya.
Tekanan Publik yang Sangat Besar: Sisi minus kedua adalah potensi tekanan publik yang sangat besar. Sejak dulu, banyak masyarakat Indonesia yang sangat antipati dengan Negara Israel, terutama karena isu Palestina. Pengakuan terhadap Israel berpotensi memicu gelombang protes dan ketidakpuasan yang luas di dalam negeri, yang dapat mengganggu stabilitas sosial dan politik.