Anak Terlantar Meningkat di Kota Besar, Banyak yang Ternyata Korban Urbanisasi Gagal
Tanggal: 7 Mei 2025 06:15 wib.
Tampang.com | Kota besar sering dianggap sebagai magnet harapan. Tapi buat sebagian orang, terutama keluarga miskin, harapan itu bisa berakhir jadi jebakan. Salah satunya terlihat dari jumlah anak terlantar yang terus meningkat di perkotaan.
Urbanisasi Tak Selalu Berakhir Bahagia
Data Kementerian Sosial menunjukkan lonjakan signifikan anak-anak yang hidup tanpa pengasuhan memadai di wilayah urban, khususnya Jabodetabek. Sebagian besar mereka datang bersama orang tua dari desa, berharap nasib lebih baik. Sayangnya, realitas tak seindah ekspektasi.
“Banyak keluarga gagal bertahan karena biaya hidup tinggi dan sulitnya cari kerja. Anak-anak mereka akhirnya terlantar,” ujar Yuniar, aktivis dari LSM Sahabat Anak.
Dari Korban Urbanisasi, Jadi Anak Jalanan
Anak-anak ini tak sedikit yang akhirnya hidup di jalan. Mereka jadi pengamen, pemulung, bahkan ada yang dimanfaatkan oleh oknum untuk mengemis. Ironisnya, banyak dari mereka justru lahir di kota, tapi tak pernah punya ‘rumah’ yang layak.
Pemerintah memang punya program rehabilitasi dan shelter, tapi kapasitas terbatas dan sering tak cukup menjangkau semua wilayah.
Perlu Solusi Serius dan Dukungan Komunitas
Para pemerhati sosial mendorong agar pemerintah memperketat edukasi soal urbanisasi serta menyediakan sistem pendampingan keluarga migran yang lebih konkret. Komunitas lokal juga punya peran penting untuk mendeteksi lebih awal risiko penelantaran anak.
Karena ketika mimpi tentang hidup lebih baik di kota berakhir buruk, yang jadi korban pertama seringkali bukan orang dewasa—tapi anak-anak mereka.