Sumber foto: iStock

Anak SD Main Judi Online? Bongkar Fakta Mengerikan di Balik Transaksi Rp Triliunan yang Mengguncang Indonesia!

Tanggal: 10 Mei 2025 13:39 wib.
Fenomena judi online di Indonesia telah memasuki fase yang sangat mengkhawatirkan. Tak lagi terbatas pada kalangan dewasa, kini anak-anak usia 10 tahun pun telah terlibat dalam aktivitas perjudian digital. Fakta mengejutkan ini diungkap oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam sebuah program khusus yang bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap tindak pidana berbasis transaksi digital.

Dalam laporan terbarunya, PPATK menyoroti betapa masif dan meresahkannya peredaran uang dari praktik judi online yang merambah semua lapisan usia, termasuk anak-anak dan remaja. Data ini dikemukakan dalam Program Mentoring Berbasis Risiko (Promensisko), inisiatif strategis yang dirancang untuk memperkuat kapasitas para pemangku kepentingan dalam mengenali pola kejahatan keuangan, mendeteksi potensi pencucian uang, dan mengambil langkah pencegahan secara efektif di era digital.

Temuan Mengejutkan: Anak 10 Tahun Sudah Berjudi Online

Salah satu temuan yang mencengangkan adalah keterlibatan anak-anak usia 10 hingga 16 tahun dalam transaksi judi online. Berdasarkan data triwulan pertama tahun 2025, total dana deposit dari kelompok usia ini telah mencapai lebih dari Rp 2,2 miliar. Angka ini menunjukkan adanya kemudahan akses dan kurangnya pengawasan terhadap aktivitas digital anak-anak yang seharusnya dilindungi dari paparan perjudian.

Tak berhenti di situ, kelompok usia 17 hingga 19 tahun mencatatkan transaksi jauh lebih tinggi, yakni sebesar Rp 47,9 miliar. Puncak aktivitas ditemukan pada kelompok usia 31–40 tahun, dengan total nilai deposit yang mencengangkan hingga Rp 2,5 triliun.

Menurut Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, angka-angka ini tidak sekadar statistik. “Setiap angka mencerminkan dampak sosial yang nyata dari kecanduan judi online. Ini terkait langsung dengan meningkatnya konflik rumah tangga, prostitusi, penggunaan pinjaman online ilegal, bahkan tindakan kriminal lainnya,” tegas Ivan dalam siaran pers Promensisko pada 8 Mei 2025.

Penurunan Transaksi, Tapi Ancaman Masih Mengintai

Di tengah kekhawatiran publik, PPATK juga melaporkan bahwa jumlah transaksi judi online mengalami penurunan yang cukup signifikan, yakni mencapai 80% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2024. Pada kuartal pertama tahun 2025 saja, tercatat ada sekitar 39,8 juta transaksi. Bila tren ini konsisten hingga akhir tahun, diperkirakan total transaksi dapat ditekan menjadi sekitar 160 juta transaksi.

Namun penurunan ini bukan alasan untuk berpuas diri. Ivan memperingatkan bahwa jika tidak ada intervensi yang serius dan berkelanjutan, total perputaran uang dari judi online bisa menyentuh angka fantastis—hingga Rp 1.200 triliun pada akhir 2025. Jumlah ini menunjukkan bahwa pasar judi online masih sangat hidup dan berpotensi merusak tatanan sosial dan ekonomi nasional.

Peran Satgas dan Arah Kebijakan Pemerintah

Merespons kondisi ini, pemerintah Indonesia telah membentuk Satgas Pemberantasan Judi Online yang dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam). Satgas ini merupakan kerja sama lintas institusi yang melibatkan Polri, Kominfo, OJK, Bank Indonesia, dan tentu saja PPATK sebagai pusat analisis dan intelijen keuangan.

Satgas ini dibentuk atas perintah langsung Presiden Prabowo Subianto, yang menyadari ancaman besar dari judi online terhadap ketahanan sosial masyarakat Indonesia. Tindakan kolektif dari semua institusi ini berhasil menekan peredaran dan mempersulit aktivitas para bandar yang kerap bersembunyi di balik identitas palsu dan jaringan server luar negeri.

Salah satu fokus utama dari Satgas ini adalah memutus jalur transaksi digital yang digunakan para pelaku judi online, baik melalui rekening bank, dompet digital, maupun sistem pembayaran internasional yang sulit dilacak. Dalam beberapa bulan terakhir, berbagai situs dan aplikasi ilegal telah diblokir, dan sejumlah pelaku berhasil ditangkap dalam operasi gabungan.

Mengapa Anak-anak Bisa Terjerat?

Kemudahan akses ke perangkat digital, minimnya kontrol orang tua, dan penggunaan identitas palsu atau milik keluarga menjadi penyebab utama anak-anak dapat ikut berjudi. Bahkan, beberapa bandar menyediakan “paket pemula” dengan nilai taruhan sangat rendah agar bisa dijangkau oleh anak-anak atau remaja. Dalam beberapa kasus, mereka bahkan menggunakan taktik manipulatif seperti iklan game atau aplikasi hiburan yang ternyata terselubung aktivitas perjudian.

Selain itu, rendahnya literasi digital dan keuangan pada generasi muda membuat mereka menjadi target empuk. Mereka belum mampu membedakan mana aktivitas legal dan mana yang ilegal di dunia maya. Tak jarang juga mereka terjebak dalam skema hadiah palsu, bonus login, hingga tawaran cashback besar yang sebenarnya hanya jebakan psikologis.

Peran Keluarga dan Pendidikan Digital

Kondisi ini mengingatkan kita semua akan pentingnya pengawasan dan pendidikan sejak dini. Orang tua dan sekolah harus mengambil peran lebih aktif dalam mengenalkan risiko dunia digital, termasuk bahaya judi online yang tampak seolah “game biasa”.

Pemerintah juga didorong untuk memperluas edukasi literasi digital di kalangan pelajar serta memperketat verifikasi usia di berbagai platform keuangan dan permainan daring. Pendekatan kolaboratif antara regulator, masyarakat, dan dunia pendidikan menjadi satu-satunya jalan untuk menghentikan siklus perjudian digital yang telah menjalar hingga ke anak-anak.

Keterlibatan anak-anak dalam judi online bukan hanya masalah kriminal, tapi juga cermin dari krisis moral dan sosial yang lebih luas. Angka-angka yang disampaikan PPATK merupakan alarm keras bahwa generasi masa depan kita sedang diincar oleh industri ilegal bernilai triliunan rupiah. Penurunan jumlah transaksi memang menjanjikan, tapi tantangan belum selesai.

Kini, semua pihak—baik pemerintah, orang tua, sekolah, dan masyarakat luas—harus bersatu dalam melawan penyebaran judi online. Tanpa keseriusan kolektif, Indonesia bisa kehilangan generasi mudanya dalam pusaran kecanduan digital yang destruktif.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved