Aliansi Karyawan PT PRLI Protes Putusan PK yang Tidak Adil
Tanggal: 25 Apr 2024 12:37 wib.
Sebanyak lebih dari 100 karyawan PT Polo Ralph Lauren Indonesia (PRLI) berkumpul di depan Mahkamah Agung pada Senin (22/4) untuk menyuarakan keberatan mereka terhadap rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang dihadapi. Mereka berupaya menarik perhatian publik terkait putusan Pengadilan Hak Kekayaan Intelektual (PHKI) yang dianggap tidak adil.
Aliansi Perwakilan Karyawan PT PRLI, Janli Sembiring, menyatakan bahwa aksi protes ini sebagai respon terhadap putusan PK Nomor: 9 PK/PDT.SUS-HKI/2024 yang mereka nilai cacat hukum dan tidak adil. Dalam keterangan tertulisnya pada Senin (22/4), Sembiring menegaskan keberatan mereka terhadap putusan tersebut. Ia juga menyuarakan desakan untuk mengusut tuntas perlakuan hakim yang memutuskan perkara PK. Mereka menilai adanya kejanggalan dalam putusan tersebut.
Menurut Sembiring, ada pertanyaan besar mengenai keputusan hakim terkait PK Nomor: 9 PK/PDT.SUS-HKI/2024. Ia menyoroti keanehan terkait penggunaan merek RALPH LAUREN dengan Kode Merek 173934 atas nama Mohindari HB yang sudah dihapus oleh perintah pengadilan pada tahun 1995, namun mengapa Mohindari HB masih bisa menggunakan merek tersebut sebagai bukti untuk menghapus merek-merek terdaftar resmi, yang menurut mereka merupakan hal yang harus diusut tuntas.
Sembiring secara tegas mempertanyakan apakah hakim yang menangani kasus ini benar-benar mempelajari dua bukti putusan yang bertentangan. Ia menekankan bahwa putusan ini adalah ancaman serius terhadap hajat hidup banyak orang yang saat ini terancam dengan PHK massal akibat putusan yang dianggap cacat hukum dan tidak adil.
Informasi terbaru menyebutkan bahwa Mohindar HB, yang baru-baru ini dimenangkan melalui putusan PK di Mahkamah Agung, telah ditetapkan sebagai tersangka dan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Bareskrim Polri. Hal ini menimbulkan kekhawatiran serius bagi seluruh karyawan PT PRLI yang terancam PHK massal.
Sembiring juga mengecam keterlibatan tingkat penegakan hukum dalam kasus ini. Ia menemukan adanya dua putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap yang bertentangan, serta adanya bukti sertifikat merek nomor 173934 yang diduga kuat palsu, yang menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas proses hukum yang tengah berlangsung.
Dalam kesempatan tersebut, Sembiring menyatakan bahwa pihaknya telah menyampaikan 9 poin tuntutan dan pertanyaan kepada Mahkamah Agung. Mereka berharap bahwa ketua Mahkamah Agung dapat mengusut tuntas masalah ini untuk mencari keadilan bagi karyawan-karyawan PT PRLI yang saat ini tengah berjuang menghadapi ancaman PHK massal.
Keseluruhan protes ini mengindikasikan adanya ketidakpuasan serta kekhawatiran yang mendalam dari pihak karyawan PT PRLI terhadap penegakan hukum dan perlindungan hak-hak mereka di dalam sistem peradilan. Hal ini sekaligus memperlihatkan pentingnya bagi pihak berwenang dalam menjamin adanya keadilan dalam kasus-kasus serupa untuk mencegah ketimpangan hak dan perlindungan hukum bagi seluruh pihak yang terlibat.