Alasan Negara Tajikistan Larang Warga Pakai Hijab
Tanggal: 27 Jun 2024 08:09 wib.
Negara Tajikistan, yang mayoritas penduduknya beragama Islam, baru-baru ini mengeluarkan larangan atas penggunaan jilbab atau hijab di tempat-tempat umum. Keputusan ini menuai polemik di masyarakat internasional dan mengundang perhatian yang cukup besar. Penetapan larangan ini mengundang pertanyaan tentang alasan di balik keputusan yang kontroversial ini.
Pertama-tama, Tajikistan sejak lama dikenal sebagai negara mayoritas Islam, dengan mayoritas penduduknya mengidentifikasi diri sebagai Muslim. Tetapi, pemerintahan Tajikistan yang di bawah kepemimpinan Presiden Emomali Rahmon cenderung mengadopsi pendekatan sekuler dalam mengelola urusan negara. Langkah-langkah untuk melarang penggunaan hijab merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk membatasi ekspresi keberagamaan di ruang publik.
Dalam konteks ini, alasan utama di balik larangan berhijab di Tajikistan adalah untuk menciptakan citra negara yang lebih sekuler dan modern. Pemerintah Tajikistan berargumen bahwa kebijakan ini diperlukan untuk mencegah radikalisme agama dan menjamin keamanan negara. Meskipun mayoritas penduduk Tajikistan menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari, pemerintah berusaha untuk membatasi ekspresi agama dengan dalih membangun negara yang lebih terbuka terhadap dunia luar dan kepentingan-kepentingan global.
Selain alasan keamanan dan citra negara, larangan berhijab di Tajikistan juga dapat dilihat sebagai bagian dari upaya penguatan kontrol pemerintah terhadap kehidupan publik. Dengan mengatur pakaian yang dikenakan oleh warganya, pemerintah memiliki kendali lebih terhadap bagaimana masyarakat Tajikistan berekspresi dalam ruang umum. Ini mencerminkan pengaruh otoriterisme yang meluas dalam berbagai aspek kehidupan di Tajikistan, termasuk ekspresi keagamaan.
Selain itu, kebijakan larangan hijab yang diterapkan oleh pemerintah Tajikistan juga mencerminkan konflik internal antara pendekatan sekuler dan nilai-nilai keagamaan. Meskipun mayoritas warga Tajikistan mengidentifikasi diri sebagai Muslim, pemerintah yang cenderung sekuler mengambil tindakan untuk membatasi ekspresi keberagamaan. Ini menimbulkan pertentangan antara otoritas agama dan pemerintah yang berusaha untuk memimpin dengan otoritas sekuler.
Seiring dengan reaksi internasional yang mengecam langkah Tajikistan ini, pemerintah tetap teguh dalam keputusannya untuk melarang penggunaan hijab di tempat-tempat umum. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya pemerintah Tajikistan dalam menerapkan kebijakan ini, meskipun mendapat sorotan dari dunia internasional.