Air Bersih di Perkotaan Terancam, Tata Ruang yang Salah Jadi Biang Kerok
Tanggal: 8 Mei 2025 10:21 wib.
Tampang.com | Dalam beberapa tahun terakhir, krisis air bersih mulai menghantui kota-kota besar di Indonesia. Di balik kemajuan infrastruktur dan pembangunan vertikal, ada masalah laten yang tak kunjung dituntaskan: minimnya konservasi air tanah akibat tata ruang yang buruk.
Air Tanah Terkuras, Resapan Minim
Menurut data Kementerian PUPR, penggunaan air tanah di Jabodetabek sudah melebihi batas aman. Penurunan muka air tanah mencapai 1–2 meter per tahun di beberapa wilayah padat penduduk. Hal ini diperparah dengan masifnya betonisasi dan berkurangnya ruang terbuka hijau (RTH) yang seharusnya menjadi area serapan air hujan.
“Setiap tahun muka air tanah turun. Tapi pembangunan gedung dan jalan tetap agresif tanpa memperhatikan keseimbangan lingkungan,” ujar Ir. Bambang Prasetyo, pakar tata ruang dari ITB.
Pembangunan yang Tak Ramah Air
Banyak kawasan perumahan elite dan gedung pencakar langit dibangun tanpa kewajiban sumur resapan atau biopori. Regulasi yang ada pun lemah dalam implementasi, terutama di daerah yang pembangunan ekonominya digenjot tanpa kontrol lingkungan.
Warga Jakarta Selatan bahkan mengeluh kualitas air sumur mereka mulai keruh dan berbau, padahal beberapa tahun lalu masih jernih.
RTH Kurang, Solusi Setengah Hati
Target ideal RTH di kota minimal 30% dari luas wilayah. Namun faktanya, Jakarta baru mencapai sekitar 9%, Bandung sekitar 14%, jauh dari cukup untuk mendukung keseimbangan ekosistem air.
Kebijakan seperti sumur resapan massal sering kali bersifat proyek jangka pendek tanpa edukasi ke warga atau pemeliharaan berkelanjutan.
Solusi: Tata Ulang Kota dengan Prinsip Ekologis
Ahli tata ruang mendorong agar perencanaan kota tidak hanya berorientasi pada nilai ekonomi, tetapi juga daya dukung ekologis. Pengembangan wilayah perlu disertai analisis konservasi air tanah, wajib sumur resapan, dan penguatan sistem drainase alami.
Kesimpulan
Air bersih bukan hanya soal pasokan — tapi juga soal bagaimana kota kita menyerap dan menyimpan air. Kalau tata ruang terus diabaikan, kekeringan kota bukan lagi ancaman masa depan — tapi realitas yang sedang berjalan.