9 Produk Makanan Ini Mengandung Babi, Padahal Sudah Bersertifikat Halal? Ini Fakta Lengkapnya!
Tanggal: 24 Apr 2025 08:31 wib.
Baru-baru ini publik dikejutkan dengan pengumuman resmi dari dua lembaga negara, yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), mengenai temuan serius dalam dunia industri makanan di Indonesia. Dalam hasil pengawasan bersama yang telah dilakukan secara intensif, ditemukan sembilan produk makanan olahan yang mengandung unsur babi (porcine). Ironisnya, tujuh dari sembilan produk tersebut telah mengantongi sertifikat halal.
Temuan ini memicu kekhawatiran publik, terutama umat Muslim yang menjadikan label halal sebagai pedoman utama dalam memilih makanan. Hal ini juga menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana bisa produk yang sudah bersertifikat halal ternyata mengandung unsur non-halal?
Kolaborasi BPJPH dan BPOM: Uji DNA Ungkap Fakta Mengejutkan
Pengawasan ini dilakukan berdasarkan Perjanjian Kerja Sama antara BPJPH dan BPOM terkait pengawasan produk halal khususnya di sektor makanan dan obat-obatan. Dalam proses pengujiannya, kedua lembaga menggunakan metode canggih berupa analisis DNA dan/atau deteksi peptida spesifik porcine yang dapat mengidentifikasi jejak kandungan babi meski dalam jumlah kecil sekalipun.
“Sertifikasi halal bukan hanya formalitas administratif, tapi tanggung jawab hukum dan etika industri kepada konsumen,” tegas Kepala BPJPH, Ahmad Haikal Hasan, dalam konferensi pers yang digelar Senin, 21 April 2025.
Temuan ini dianggap sangat serius, sebab bisa berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap sistem sertifikasi halal yang selama ini menjadi andalan.
Penarikan Produk dan Sanksi Tegas: Bukti Negara Tidak Main-Main
Sebagai respons terhadap hasil uji laboratorium tersebut, BPJPH langsung menjatuhkan sanksi berupa penarikan produk dari pasaran terhadap tujuh produk bersertifikat halal yang terbukti mengandung babi. Sementara itu, BPOM memberikan peringatan keras dan instruksi penarikan kepada dua produk lainnya yang tidak memiliki sertifikasi halal, namun juga mengandung unsur serupa.
Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Elin Herlina, menuturkan bahwa proses verifikasi ini dilakukan secara berbulan-bulan, dan hasilnya didapat dari data laboratorium yang valid serta telah dibahas secara mendalam bersama BPJPH.
“Keputusan ini bukan reaktif, tapi hasil dari proses panjang dan validasi yang ketat,” katanya.
Ini Daftar Lengkap 9 Produk yang Terkontaminasi Unsur Babi
Berikut adalah daftar sembilan produk yang ditemukan mengandung porcine, lengkap dengan informasi produsen, negara asal, dan nomor batch:
Produk Bersertifikat Halal yang Mengandung Porcine:
Corniche Fluffy Jelly Marshmallow – Aneka rasa (Leci, Jeruk, Stroberi, Anggur), produksi Filipina, batch: 09052212 S2, 08192251 S1
Corniche Marshmallow Rasa Apel Bentuk Teddy, batch: 02122212 B1
ChompChomp Car Mallow (Bentuk Mobil) – produksi China, batch: 151223
ChompChomp Flower Mallow (Bentuk Bunga), batch: 101023
ChompChomp Marshmallow Mini Tabung, batch: N0231123A
Hakiki Gelatin (Bahan Tambahan Makanan) – produksi Indonesia, batch: HG1252201.230801 & HG2502403.240801
Larbee - TYL Marshmallow Isi Selai Vanila – produksi China, batch: CVT 2024 - 13 A
Produk Non-Halal yang Juga Terdeteksi Mengandung Porcine:
AAA Marshmallow Rasa Jeruk – produksi China, batch: 268
SWEETME Marshmallow Rasa Cokelat – produksi China, batch: MRS24-101223
Produk Non-Halal Boleh Beredar, Tapi Harus Jujur
Ahmad Haikal Hasan memberikan pernyataan tegas bahwa produk yang mengandung babi sebenarnya boleh beredar di pasaran, asalkan jujur mencantumkan kandungannya secara jelas. Ia menekankan bahwa jika ada unsur penipuan, hal tersebut masuk ke ranah pidana dan bisa dikenai sanksi hukum yang berat.
“Produk dengan kandungan babi diperbolehkan beredar, tapi harus transparan. Jika tidak, itu adalah bentuk penipuan dan dapat dikenakan sanksi pidana,” ujarnya.
Dampak terhadap Industri dan Konsumen
Kasus ini memberikan pelajaran penting, baik bagi pelaku industri makanan, pemerintah, maupun masyarakat luas. Untuk industri, ini adalah peringatan keras agar tidak bermain-main dengan label halal. Transparansi, kejujuran, dan proses verifikasi internal harus diperkuat agar kejadian serupa tidak terulang.
Sementara bagi konsumen, temuan ini mendorong pentingnya untuk lebih teliti dan kritis dalam memilih produk, tidak hanya mengandalkan label, tetapi juga memantau update dari lembaga resmi seperti BPJPH dan BPOM.
Kesimpulan: Transparansi Adalah Kunci Kepercayaan Publik
Kasus sembilan produk ini menjadi momentum penting bagi perbaikan sistem pengawasan halal di Indonesia. Ke depannya, kolaborasi antara lembaga seperti BPJPH dan BPOM perlu lebih diperkuat, dengan sistem uji laboratorium yang lebih terintegrasi dan publikasi temuan yang transparan.
Kejadian ini juga menunjukkan bahwa sertifikat halal bukan akhir dari tanggung jawab industri, melainkan awal dari kewajiban untuk terus menjaga integritas produk di setiap rantai distribusinya.