9 Negara Termiskin di Asia 2025 dan Penyebab Ekonomi Mereka Terpuruk
Tanggal: 1 Sep 2025 14:20 wib.
Pernahkah kamu bertanya-tanya, di balik gemerlap pertumbuhan ekonomi Asia yang sering kita dengar, ternyata ada negara-negara yang masih berjuang melawan kemiskinan? Asia memang dikenal sebagai benua dengan kontras paling tajam: ada negara maju dengan teknologi canggih, tetapi ada pula negara-negara yang masih kesulitan memenuhi kebutuhan dasar warganya.
Berdasarkan data proyeksi GDP PPP (Purchasing Power Parity) tahun 2025, setidaknya ada sembilan negara di Asia yang diperkirakan masih akan menghadapi tantangan ekonomi besar. GDP PPP sendiri adalah ukuran yang lebih akurat untuk menggambarkan kondisi perekonomian karena menghitung daya beli masyarakat dengan mempertimbangkan biaya hidup.
Mari kita bahas satu per satu negara yang masuk daftar ini, beserta faktor utama yang menyebabkan mereka tertinggal secara ekonomi.
1. Afghanistan
Afghanistan mencatat GDP PPP sekitar 63,28 miliar dolar AS dengan pendapatan per kapita hanya 1.991 dolar AS. Konflik politik yang tak kunjung usai, masalah keamanan, dan minimnya infrastruktur menjadi penyebab utama keterpurukan ekonomi negara ini.
Sektor pertanian yang menjadi tulang punggung perekonomian sering terhambat oleh perang, sementara investor asing enggan masuk karena situasi yang tidak stabil. Tingkat pengangguran pun terus meningkat, membuat sebagian besar masyarakat hidup dalam kondisi serba terbatas.
2. Yaman
Yaman sebenarnya memiliki sumber daya alam yang melimpah, terutama minyak. Namun, konflik berkepanjangan membuat perekonomian negara ini lumpuh. Dengan GDP PPP sebesar 36,48 miliar dolar AS dan per kapita hanya 2.237 dolar AS, Yaman termasuk salah satu negara dengan tingkat kemiskinan ekstrem.
Perang saudara membuat jutaan orang kehilangan pekerjaan, layanan kesehatan terbatas, dan sistem pendidikan terganggu. Potensi ekonomi besar dari sektor energi pun tidak bisa dimanfaatkan secara optimal.
3. Tajikistan
Tajikistan memiliki GDP PPP hanya 8,51 miliar dolar AS dengan per kapita 5.931 dolar AS. Ketergantungan besar pada remitansi atau kiriman uang dari pekerja migran, terutama di Rusia, membuat perekonomian negara ini rapuh.
Sektor industri hampir tidak berkembang, sehingga sebagian besar penduduk menggantungkan hidup pada pertanian tradisional. Kurangnya diversifikasi ekonomi membuat Tajikistan sulit meningkatkan daya saingnya di pasar global.
4. Myanmar
Myanmar sebenarnya kaya akan sumber daya alam seperti gas, mineral, dan kayu, namun potensi tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal. Dengan GDP PPP 71,21 miliar dolar AS dan per kapita 5.566 dolar AS, negara ini masih menghadapi kesenjangan ekonomi yang lebar.
Faktor utama penyebabnya adalah instabilitas politik dan dominasi militer yang membuat investor asing ragu menanamkan modal. Akibatnya, pembangunan infrastruktur tertinggal, peluang kerja minim, dan angka kemiskinan tetap tinggi.
5. Kirgizstan
Kirgizstan memiliki GDP PPP sebesar 8,66 miliar dolar AS dengan pendapatan per kapita sekitar 6.980 dolar AS. Sama seperti Tajikistan, negara ini sangat bergantung pada remitansi dan sektor pertanian tradisional.
Minimnya inovasi dan kurangnya diversifikasi ekonomi membuat Kirgizstan sangat rentan terhadap krisis global. Ditambah dengan kondisi politik yang tidak stabil, pertumbuhan ekonomi berjalan lambat dan tidak merata.
6. Nepal
Nepal mencatat GDP PPP 37,24 miliar dolar AS dengan per kapita 5.535 dolar AS. Sebagian besar penduduknya tinggal di pedesaan dan menggantungkan hidup pada pertanian subsisten.
Pembangunan infrastruktur masih tertinggal jauh, sementara sektor industri dan jasa belum berkembang pesat. Selain itu, Nepal juga rawan bencana alam seperti gempa besar yang pernah menghancurkan berbagai fasilitas penting, sehingga memperlambat laju pertumbuhan ekonominya.
7. Laos
Laos memiliki GDP PPP 28,91 miliar dolar AS dengan pendapatan per kapita sekitar 6.813 dolar AS. Perekonomian Laos sangat bergantung pada sektor pertanian dan investasi asing yang terbatas.
Minimnya pengembangan industri dan infrastruktur membuat Laos sulit bersaing dengan negara-negara tetangganya. Pemerintah masih perlu mendorong diversifikasi ekonomi dan memperluas akses pendidikan serta teknologi untuk mengurangi tingkat kemiskinan.
8. Bangladesh
Bangladesh mungkin mengejutkan banyak orang karena negara ini pernah dikenal sebagai pusat industri tekstil terbesar di dunia. Namun, meskipun GDP PPP totalnya besar, yaitu 317,44 miliar dolar AS, pendapatan per kapitanya hanya 1.847 dolar AS.
Masalah utama yang dihadapi adalah overpopulasi, kesenjangan sosial, dan infrastruktur yang belum merata. Banyak masyarakat di pedesaan masih hidup di bawah garis kemiskinan, meskipun kota-kota besar menunjukkan pertumbuhan pesat.
9. Kamboja
Kamboja mencatat GDP PPP 33,91 miliar dolar AS dengan per kapita 7.029 dolar AS. Perekonomian negara ini masih bergantung pada sektor garmen dan pariwisata yang berupah rendah.
Sayangnya, akses pendidikan dan lapangan pekerjaan di pedesaan masih terbatas, membuat jurang kemiskinan semakin melebar. Meskipun ada pertumbuhan ekonomi, dampaknya belum merata ke seluruh lapisan masyarakat.
Dari kesembilan negara ini, kita bisa melihat bahwa tantangan ekonomi tidak hanya disebabkan oleh rendahnya GDP, tetapi juga oleh faktor sosial, politik, dan infrastruktur. Konflik berkepanjangan, ketergantungan pada remitansi, hingga distribusi pembangunan yang tidak merata membuat mereka sulit keluar dari jerat kemiskinan.
Namun, bukan berarti tidak ada harapan. Jika negara-negara ini mampu membenahi sektor industri, meningkatkan kualitas pendidikan, dan menarik investasi asing, maka potensi pertumbuhan ekonomi ke depannya masih sangat besar.