Sumber foto: google

36 Ribu Hektar Hutan Adat Papua Mau Dibabat

Tanggal: 7 Jun 2024 13:48 wib.
Hutan adat merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Papua. Hutan tersebut memiliki nilai ekologis, budaya, dan sosial yang tinggi. Namun, ancaman deforestasi semakin mengintai hutan adat Papua, terutama dengan rencana pembabatan 36 ribu hektar hutan adat di wilayah tersebut.

Pada akhir Mei 2024, Suku Awyu dan Moi bersama perwakilan organisasi masyarakat sipil menggelar aksi di depan Gedung Mahkamah Agung, Jakarta. Mereka meminta MA membatalkan izin perusahaan sawit yang tengah mereka lawan. Hutan adat juga berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekologi, menjaga sumber air, dan menyimpan cadangan karbon yang penting untuk menghadapi perubahan iklim. Pembatalan izin perusahaan sawit ini tidak hanya dapat memulihkan hak-hak masyarakat adat yang telah dirampas, tetapi juga bisa menyelamatkan hutan di Papua.

Namun, rencana pembabatan 36 ribu hektar hutan adat di Papua telah menimbulkan kekhawatiran yang mendalam. Awal gugatan mereka kandas di pengadilan tingkat pertama dan kedua. Oleh karena itu, suku Awyu mengajukan permohonan kasasi kepada MA terkait perkara tersebut. Mereka berharap MA dapat mengabulkan kasasi tersebut sehingga hutan Papua tetap terjaga. Pembabatan hutan adat tersebut dapat berdampak luas pada keberlangsungan ekologi, kehidupan masyarakat adat, dan juga perubahan iklim secara global. Dalam konteks ini, keberpihakan pada kepentingan masyarakat adat dan pelestarian lingkungan seharusnya menjadi prioritas utama.

Hutan adat Papua memiliki peran yang sangat penting dalam pemeliharaan keberlangsungan hidup masyarakat adat. Hutan tersebut bukan hanya sebagai penyedia kebutuhan material seperti kayu dan hasil hutan lainnya, tetapi juga sebagai penjaga kearifan lokal dan warisan budaya masyarakat Papua. Rencana pembabatan hutan adat ini sangat disayangkan karena dapat mengancam keberlangsungan kehidupan masyarakat adat dan kelestarian budayanya.

Selain itu, pembabatan hutan adat Papua juga berpotensi merusak ekosistem yang terdapat di dalamnya. Berbagai spesies tumbuhan dan hewan langka serta endemik yang hidup di hutan adat tersebut mungkin akan menjadi korban dari rencana pembabatan ini. Kerusakan ekosistem hutan adat pun dapat berdampak pada ketersediaan air bersih, menyebabkan kelangkaan sumber daya alam, dan bahkan mempercepat perubahan iklim global.

Namun, di balik rencana pembabatan hutan adat Papua ini, terdapat juga kepentingan ekonomi. Pembabatan hutan adat tersebut diyakini untuk dijadikan sebagai lahan perkebunan atau tambang. Namun, dampak sosial dan ekologis yang mungkin timbul perlu menjadi perhatian utama. Upaya untuk memanfaatkan sumber daya alam seharusnya tidak boleh dilakukan dengan merugikan masyarakat adat serta merusak lingkungan hidup.

Dalam menghadapi dilema ini, dibutuhkan kebijakan yang berpihak pada keberlangsungan ekologi dan keberlangsungan kehidupan masyarakat adat Papua. Pemerintah, perusahaan, dan berbagai pihak terkait perlu bersinergi untuk mencari solusi terbaik yang dapat melindungi hutan adat Papua sambil tetap memperhatikan kebutuhan ekonomi. Langkah-langkah seperti penguatan perlindungan hutan adat, pengembangan ekowisata, dan pemberdayaan masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam dapat menjadi solusi yang dapat ditempuh.

Dalam konteks ini, partisipasi serta dukungan dari berbagai pihak, baik dalam maupun luar Papua, juga akan sangat dibutuhkan. Keterlibatan aktif dari masyarakat, organisasi lingkungan, dunia usaha, dan pemerintah dapat menjadi jalan keluar dalam mengatasi ancaman pembabatan hutan adat Papua. Peran serta dari semua pihak akan menjadi penting dalam menjaga kelestarian hutan adat Papua demi keberlangsungan kehidupan masyarakat adat dan kelestarian ekosistemnya.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved