Sumber foto: Google

10 Bukti Jokowi Disebut Pemimpin dengan Rekam Jejak Korupsi dan Pelanggaran HAM

Tanggal: 5 Jan 2025 07:18 wib.
Tampang.com | Menutup tahun 2024, organisasi nirlaba Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) merilis daftar nominasi individu yang dinilai berkontribusi besar dalam memperburuk kejahatan terorganisir dan korupsi. Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), masuk dalam daftar tersebut. Meski tidak memenangkan gelar "Person of the Year 2024" — yang diberikan kepada Bashar al-Assad — masuknya Jokowi sebagai nominasi menjadi preseden buruk bagi demokrasi, hukum, dan HAM di Indonesia. YLBHI mencatat bahwa label ini memiliki dasar kuat. Berikut adalah 10 bukti yang menjadi sorotan:

1. Pelemahan KPK Secara Sistematis

Pada 2019, revisi UU KPK disahkan oleh DPR, mengubah lembaga ini dari independen menjadi di bawah presiden. Kebijakan ini diikuti dengan terpilihnya Firli Bahuri sebagai Ketua KPK, yang menuai kontroversi. Pada 2021, 51 pegawai KPK diberhentikan karena tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan. Akibatnya, indeks persepsi korupsi Indonesia stagnan bahkan menurun dibandingkan negara berkembang lain.

2. Revisi UU Pertambangan Mineral dan Batubara (2020)

Revisi ini melibatkan minimnya partisipasi publik dan memperpanjang kontrak tambang secara otomatis tanpa evaluasi. Dampaknya termasuk eksploitasi berlebihan sumber daya alam dan potensi bencana lingkungan, sementara kontribusi pendapatan negara dari sektor ini tetap minim.

3. Omnibus Law dan Pengabaian Aspirasi Publik

RUU Omnibus Law digagas dari Istana dan disahkan di tengah penolakan luas. Jokowi memerintahkan BIN dan Polri mendekati kelompok penolak, serta mengerahkan aparat untuk merepresi aksi protes. Putusan MK yang membatalkan UU ini diabaikan, dan Jokowi malah menerbitkan PERPPU dengan substansi yang sama.

4. Rezim Nihil Meritokrasi

Jokowi mengangkat 13 relawan kampanye 2019 ke jabatan strategis di BUMN, melanggar prinsip meritokrasi. Reformasi birokrasi yang dijanjikan hanya menjadi jargon, dengan praktik nepotisme menjadi hal lazim.

5. Menghidupkan Kembali Dwifungsi Militer

Pengesahan UU No. 20 Tahun 2023 memperluas jabatan sipil yang dapat diisi militer aktif. Selain itu, 29 anggota TNI aktif ditempatkan secara ilegal di berbagai posisi. Food estate yang dikelola Kementerian Pertahanan menjadi contoh konkret legitimasi tentara untuk berbisnis.

6. BUMN Sebagai Alat Politik

Erick Thohir, atas arahan Jokowi, merombak pejabat BUMN dengan mengangkat individu yang sering merangkap jabatan. Praktik ini melanggar asas pemerintahan yang baik dan memperlihatkan keberpihakan terhadap kelompok tertentu.

7. Pemanfaatan Intelijen untuk Politik

Posisi strategis seperti staf khusus intelijen diberikan kepada relawan Jokowi. Intelijen digunakan untuk mengumpulkan data partai politik guna memperkuat posisi politiknya. Beberapa partai bahkan diintervensi oleh Jokowi menggunakan intelijen.

8. Represi dan Kriminalisasi

Jokowi membatasi ruang demokrasi dengan represi terhadap massa aksi. Contohnya, gerakan anti-Omnibus Law direspon dengan penangkapan ribuan demonstran. Di Papua, pengerahan aparat untuk meredam aksi protes menghasilkan korban jiwa dan penangkapan massal.

9. Proyek Strategis Nasional yang Merugikan Rakyat

Proyek Strategis Nasional (PSN) sering menggunakan kebijakan kontroversial untuk mempercepat pembebasan lahan, merampas ruang hidup rakyat. Contohnya termasuk kasus Rempang Eco City, Wadas, dan Pulau Komodo. Deforestasi besar-besaran dilakukan demi kepentingan proyek ini.

10. Nepotisme Kekuasaan

Di akhir masa jabatan, Jokowi memobilisasi sumber daya negara untuk memastikan anak dan menantunya memegang jabatan strategis. Revisi UU Pilkada diajukan agar pelaksanaan Pilkada dimajukan, memanfaatkan waktu sebelum Jokowi turun dari kursi presiden.

Tipe Korupsi yang Dilakukan

YLBHI mengidentifikasi berbagai tipe korupsi yang dilakukan oleh Jokowi, termasuk:



Political bribery Membuat kebijakan demi kepentingan pendukungnya.


Election fraud Melibatkan aparat dan fasilitas negara untuk kampanye.


Corrupt campaign practices Penggunaan bansos untuk keuntungan politik.


Discretionary corruption Kebijakan yang mementingkan kepentingan pribadi.



Tindakan-tindakan di atas menunjukkan bagaimana kekuasaan dapat digunakan untuk memperkuat kendali politik dengan mengorbankan demokrasi, hukum, dan HAM. Artikel ini diharapkan dapat menjadi bahan refleksi masyarakat dalam menilai jalannya pemerintahan di Indonesia.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved