Sumber foto: website

Warga Beijing Keluhkan Perubahan Ibu Kota yang Makin Sepi

Tanggal: 24 Nov 2024 09:57 wib.
Warga Beijing telah mengeluhkan kondisi ibu kota China yang mengalami penurunan dalam satu dekade terakhir. Beberapa wilayah di Sanlitun dan Wangfujing, yang sebelumnya ramai dan menjadi pusat perbelanjaan, kini menjadi sepi dengan banyak toko yang tutup. Hal yang sama juga terjadi di Shimao Tianjie dan Galaxy Soho.

Jalan Wangfujing merupakan salah satu daya tarik wisata di Beijing. Banyak turis domestik dan internasional berlalu-lalang di jalan ini yang dipenuhi dengan toko pakaian, perhiasan, sepatu, jam tangan, suvenir, dan restoran. Menurut situs VisitBeijing.com.cn, terdapat sekitar 600 ribu orang yang mengunjungi Wangfujing Street setiap harinya.

Banyak mal besar juga hadir di Jalan Wangfujing, seperti Oriental Plaza, Xin Dong An Plaza, dan Beijing Department Store. Di sana juga terdapat sejumlah toko teh dan herbal tradisional China. Salah satu toko herbal yang menarik perhatian turis adalah Yong’an Tang Herb Store, yang dibangun pada masa Pemerintahan Yongle Dinasti Ming (1368-1644 M).

Deretan mal, restoran, dan toko-toko tradisional menjadi magnet bagi para pengunjung dari dalam dan luar negeri. Namun, dilaporkan bahwa kondisi di sepanjang Jalan Lingkar Kedua Beijing terlihat suram, dengan banyak orang yang menganggur dan menghabiskan waktunya menunggu datangnya pekerjaan kasar untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Keluhan tersebut disampaikan oleh warganet Beijing dalam sejumlah unggahan yang menggambarkan kondisi ibu kota, yang menurut mereka, "tidak pernah sesedih sekarang."

Pada akhir pekan, restoran-restoran di Beijing biasanya dipenuhi dengan antrean panjang warga yang menunggu untuk makan siang. Namun saat ini, tempat tersebut kosong dan sepi.

Saat diwawancarai, seorang warganet di Weibo mengatakan, "Saya tidak menyangka Zhongguancun, Beijing akan begitu tertekan dalam 10 tahun. Saya pergi ke Haidian untuk wawancara hari ini dan terkejut melihat bagaimana daerah yang dulu ramai itu telah menghilang setelah meninggalkan stasiun kereta bawah tanah. Saya tidak melihat banyak orang berbelanja. Banyak toko tutup karena mobil ditutup dan Jalan Shibao sudah tidak ada. Saya hanya melihat beberapa bar makanan ringan dan minimarket."

Demikian juga, seorang pengguna Weibo lain menulis, "Saya tidak tahu mengapa keadaan seperti ini sekarang. Kesan saya tentang Beijing 10 tahun lalu tidak seperti sekarang."

Seorang warga Beijing bernama Wang Lee juga mengatakan bahwa ekonomi nasional sedang mengalami resesi parah, dan ibu kota Beijing telah menjadi sepi dan tak bernyawa, tidak seperti di tahun-tahun sebelumnya. Menurutnya, segalanya tidak lagi berkembang, kecuali bagi pegawai negeri yang masih memiliki sejumlah uang.

Pada 2020, upaya membangkitkan ekonomi Beijing pasca pandemi Covid-19 dengan penciptaan lapangan pekerjaan melalui pemberian izin pedagang kaki lima, yang diusulkan Perdana Menteri Le Keqiang, ditolak mentah-mentah oleh Presiden Xi Jinping, yang menganggap perdagangan tradisional tersebut "tidak higienis dan tidak beradab," dilansir oleh BBC.

Banyak tempat di Beijing yang telah dibagi secara artifisial, seperti sekolah yang dulunya melambangkan keterbukaan, sekarang tidak dapat diakses untuk masyarakat umum, termasuk Universitas Tsinghua, Universitas Peking, dan universitas lain, serta sekolah menengah pertama dan sekolah dasar.

Sanlitun, sebuah distrik terkenal di Beijing yang dulu dikenal sebagai Pusat Mode Beijing, kini tidak terlihat sama. Pada 2023, banyak bar dan restoran di Sanlitun ditutup karena lokasi tersebut menjalani renovasi besar-besaran yang ditujukan untuk revitalisasi.

Berkurangnya ekspatriat dan orang asing di Beijing juga dinilai turut mendorong perubahan pada ekonomi dan suasana ibu kota. Data sensus China pada 2020 menunjukkan bahwa jumlah ekspatriat di Beijing menurun hingga 42% dalam 10 tahun terakhir, dari 107,445 orang menjadi 62,812 orang. Penurunan ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk berkurangnya kesempatan kerja, tingginya biaya hidup, menurunnya insentif finansial, hingga polusi.

Penurunan tajam jumlah ekspatriat ini berdampak terutama pada wilayah Liang Maqiao, yang menjadi tujuan orang asing dan lokasi berkumpulnya para ekspatriat. Sekarang, daerah tersebut tidak begitu ramai, terutama pada malam hari, tanpa banyak kios yang buka, penjual, fotografer, atau pengamen jalanan.

Ekonomi China yang tengah mengalami inflasi turut berdampak pada kondisi Beijing saat ini dan menutup pesona ibu kota tersebut. Pemerintah China telah meluncurkan berbagai langkah sejak September untuk memacu aktivitas ekonomi, termasuk pemangkasan suku bunga dan pelonggaran pembatasan pembelian rumah. Namun, para analis tetap berhati-hati, dengan menunjukkan bahwa langkah-langkah tersebut tidak memiliki rencana implementasi yang terperinci dan belum menghasilkan dampak yang diinginkan pada pertumbuhan ekonomi.

Dari berbagai keluhan yang disampaikan, terlihat bahwa perubahan drastis yang terjadi di Beijing telah memengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat, terutama dalam hal ekonomi, kehidupan sosial, dan kehidupan sehari-hari. Bagaimana kota ini akan menghadapi tantangan ini di masa depan masih menjadi pertanyaan besar. Semoga pemangku kebijakan dapat menemukan solusi yang tepat untuk memulihkan kejayaan ibu kota China. 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved