Warga AS Gelar Aksi "No Kings" untuk Tentang Trump, Apa Itu?
Tanggal: 14 Jun 2025 11:53 wib.
Pemerintahan Presiden Donald Trump tengah dilanda gelombang protes yang signifikan dari berbagai elemen masyarakat di Amerika Serikat. Salah satu aksi yang paling menarik perhatian adalah unjuk rasa bertajuk "No Kings" yang direncanakan berlangsung pada hari Sabtu, 14 Juni 2025. Protes ini akan bertepatan dengan dua perayaan penting, yaitu hari ulang tahun Angkatan Darat ke-250 dan juga hari kelahiran Trump yang ke-79.
Menurut laporan yang disampaikan oleh AP News pada Jumat, 13 Juni 2025, aksi "No Kings" ini diadakan untuk mengekspresikan penolakan terhadap kepemimpinan Trump yang dianggap egois, terutama pada momen yang sangat signifikan seperti ulang tahunnya. Meskipun perayaan ulang tahun Angkatan Darat telah dijadwalkan sebelumnya, Presiden Trump memutuskan untuk menambah kemeriahan dengan menyelenggarakan parade militer yang mencolok, yang banyak dianggap sebagai pertunjukan kekuatan patriotik. Dalam parade tersebut, tank tempur M1 Abrams seberat 60 ton dan meriam otomatis Paladin diharapkan akan melintasi jalanan kota, menandakan kekuatan militer yang mengesankan.
Aksi protes ini muncul sebagai reaksi terhadap serangkaian unjuk rasa yang telah terjadi di berbagai kota, termasuk di Los Angeles yang belakangan ini mengalami ketegangan tinggi. Protes di LA dipicu oleh penggerebekan imigrasi yang dilakukan pemerintah federal, memperburuk situasi setelah Trump mengirimkan Pasukan Garda Nasional ke kota tersebut. Mengikuti langkah Trump, Gubernur Texas, Greg Abbott, juga mengerahkan lebih dari 5.000 personel Garda Nasional Texas dan 2.000 polisi negara bagian untuk menghadapi demonstrasi yang tak terhindarkan ini.
Protes "No Kings" ini diusung oleh Gerakan 50501, yang merupakan kelompok nasional yang terdiri dari warga biasa dari seluruh penjuru AS. Nama angka 50501 dipilih dengan simbolisme yang kuat, mewakili 50 negara bagian, 50 protes, dan satu gerakan. Misi utama gerakan ini adalah menolak tindakan pemerintahan Trump yang dianggap mencederai nilai-nilai demokrasi dan cenderung otoriter. Beberapa pengunjuk rasa bahkan berpendapat bahwa tindakan Trump lebih menyerupai seorang raja daripada seorang pemimpin yang seharusnya mewakili rakyatnya.
Tindakan otoriter yang dikeluhkan oleh para demonstran termasuk mengabaikan keputusan pengadilan, deportasi warga AS, dan pelanggaran hak sipil, disertai dengan pengurangan layanan publik. Ironisnya, banyak dari tindakan ini yang dianggap hanya menguntungkan para sekutunya yang kaya raya, menciptakan ketidaksetaraan yang semakin melebar di masyarakat.
Gerakan "No Kings" memilih 14 Juni 2025 sebagai hari protes sebagai pernyataan penolakan terhadap berbagai bentuk otoritarianisme, politik yang berpihak pada miliarder, serta militerisasi dalam sistem pemerintahan AS. Aksi tersebut diharapkan menjadi balasan yang jelas atas parade militer yang megah untuk merayakan ulang tahun Angkatan Darat dan kebetulan bertepatan dengan ulang tahun Trump. Pernyataan resmi dari gerakan ini menegaskan, "Bendera bukan milik Trump. Bendera milik kita semua. Pada 14 Juni, kami akan hadir di mana pun dia tidak ada — untuk menyatakan: tidak ada tahkta, tidak ada mahkota, tidak ada raja."
Protes "No Kings" direncanakan akan diselenggarakan di hampir 2.000 lokasi berbeda di seluruh AS, mulai dari kota besar hingga kecil, termasuk tangga gedung pengadilan, taman komunitas, serta tempat-tempat strategis lainnya. Namun, tidak ada aksi yang dijadwalkan berlangsung di Washington D.C., tempat parade militer diadakan. Penyelenggara protes ingin menampilkan cerita lain tentang Amerika pada hari itu, dengan aksi sentral akan berpusat di Philadelphia. Mereka berharap bisa menekankan kontras antara gerakan masyarakat yang damai dengan parade ulang tahun Trump yang dianggap boros dan tidak mencerminkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh rakyat.
Aksi besar-besaran ini diperkirakan akan menjadi salah satu gerakan terpenting sejak Trump kembali menjabat. Diperkirakan jutaan orang akan turun ke jalan di seluruh 50 negara bagian dalam berbagai aktivitas, seperti mendengarkan pidato, berpartisipasi dalam pawai, mengibarkan bendera AS, dan membawa poster sebagai simbol penolakan terhadap kebijakan pemerintahan saat ini. Penyelenggara protes menegaskan pentingnya pelaksanaan aksi tersebut dengan damai, mendorong para peserta untuk menjaga ketenangan dan menghindari konfrontasi, serta melarang segala bentuk senjata selama unjuk rasa berlangsung. Dengan semangat demokrasi yang kuat, gerakan "No Kings" ini menggambarkan bagaimana rakyat masih memiliki suara dalam menentukan arah masa depan negara mereka.