Sumber foto: iStock

Uni Eropa Siapkan Aturan Baru Penangguhan Bebas Visa: Israel dan Negara Lain Berisiko Jika Langgar HAM

Tanggal: 28 Jun 2025 09:30 wib.
Uni Eropa (UE) tengah merancang aturan baru yang memungkinkan penangguhan fasilitas bebas visa bagi sejumlah negara yang dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM) secara serius. Kebijakan ini disepakati oleh Parlemen Eropa dan Dewan UE pada Selasa, 18 Juni 2025, waktu setempat, sebagai bagian dari reformasi penting untuk menegakkan nilai-nilai fundamental UE dan menjaga hukum internasional.

Dalam aturan yang baru ini, pelanggaran berat terhadap Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pelanggaran hukum kemanusiaan internasional, hingga ketidakpatuhan terhadap keputusan pengadilan internasional, menjadi dasar yang sah untuk mencabut atau menangguhkan status bebas visa sebuah negara. Hal ini merupakan langkah tegas UE untuk memastikan bahwa negara-negara yang diberikan kemudahan akses ke wilayah Schengen juga harus mematuhi standar hak asasi manusia global.

Negara yang Berisiko Terdampak Kebijakan Baru

Meski tidak secara eksplisit menyebutkan nama negara, sumber dari parlemen UE mengindikasikan bahwa Israel termasuk salah satu negara yang paling berpotensi terkena dampak aturan baru ini. Hal tersebut menyusul berbagai tuduhan pelanggaran HAM dan kejahatan perang yang muncul dari operasi militer Israel di Gaza yang mendapat sorotan dari PBB.

Selain Israel, Serbia juga disebut-sebut sebagai negara yang berpotensi terkena aturan penangguhan bebas visa karena kekhawatiran atas kondisi HAM di wilayah tersebut. Saat ini, terdapat 61 negara yang warganya berhak masuk ke kawasan Schengen tanpa visa untuk kunjungan singkat hingga 90 hari dalam periode 180 hari, termasuk Israel, Australia, Jepang, Inggris, dan Ukraina.

Mekanisme Penangguhan Bebas Visa yang Lebih Mudah dan Tegas

Kesepakatan baru antara legislator UE dan negara anggota Schengen menurunkan ambang batas dan menambah kriteria baru sehingga mekanisme penangguhan fasilitas bebas visa kini dapat diaktifkan dengan lebih mudah. Negara anggota dapat mengajukan permintaan kepada Komisi Eropa untuk memulai proses penangguhan jika mereka menilai kondisi terpenuhi.

Selain itu, Parlemen Eropa juga memiliki hak untuk mengajukan resolusi rekomendasi meskipun sifatnya tidak mengikat secara hukum. Proses penangguhan awal berlaku selama satu tahun dengan persetujuan mayoritas negara anggota, dan perpanjangan hanya dapat dilakukan jika Komisi Eropa mengajukan akta baru yang bisa saja dibatalkan oleh Parlemen atau Dewan UE.

Menurut Matja Nemec, anggota Parlemen dari Slovenia yang menjadi pelapor kebijakan ini, perubahan tersebut bukan ditujukan untuk menyerang negara tertentu, melainkan sebagai langkah untuk menjaga hak asasi manusia dan menghormati hukum internasional. "Ini bukan soal menargetkan negara tertentu, tapi tentang menegakkan nilai-nilai fundamental Uni Eropa," ujar Nemec.

Penangguhan Bebas Visa untuk Alasan Migrasi

Selain pelanggaran HAM, aturan baru ini juga memberikan ruang bagi UE untuk menangguhkan bebas visa atas alasan migrasi. Contohnya, jika terjadi lonjakan warga negara tertentu yang tinggal secara tidak sah di wilayah Schengen atau peningkatan pencari suaka dari negara yang memiliki tingkat pengakuan suaka rendah.

Ambang batas untuk mendeteksi lonjakan migrasi ilegal diturunkan dari 50% menjadi 30%, sedangkan ambang pengakuan suaka rendah dinaikkan dari 4% menjadi 20%. Hal ini membuka kemungkinan cakupan yang lebih luas bagi negara-negara yang bisa terkena kebijakan ini.

Nemec menegaskan bahwa reformasi ini menegaskan sikap Uni Eropa dalam mengelola migrasi serta memastikan negara-negara mitra mematuhi aturan hukum internasional. Ia menambahkan bahwa proses reformasi ini didukung kuat oleh presidensi Dewan Uni Eropa yang saat ini dipegang oleh Polandia.

Proses Legislasi dan Penerapan Aturan Baru

Meskipun kesepakatan sudah dicapai antara Parlemen Eropa dan Dewan UE, aturan ini masih harus melalui proses pengesahan resmi agar dapat berlaku sebagai hukum. Jika disahkan, aturan ini akan menjadi alat efektif bagi Uni Eropa untuk lebih tegas dalam memberikan fasilitas bebas visa kepada negara-negara yang benar-benar layak secara aspek hak asasi manusia dan hukum internasional.

Uni Eropa bergerak menuju penguatan kebijakan visa dengan menambah kriteria penangguhan fasilitas bebas visa. Negara-negara yang melanggar hak asasi manusia atau hukum kemanusiaan internasional, serta negara dengan tingkat migrasi ilegal atau pengakuan suaka yang bermasalah, kini berisiko kehilangan hak istimewa bebas visa ke kawasan Schengen. Kebijakan ini menjadi tanda tegas UE dalam menegakkan prinsip kemanusiaan dan keamanan di tengah dinamika global yang semakin kompleks.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved