Sumber foto: foto: Istimewa

Tunisia Jatuhi Hukuman Mati Terdakwa Pembunuhan Politikus

Tanggal: 29 Mar 2024 08:43 wib.
Pada Rabu (27/3/2024), Pengadilan Tunisia menjatuhkan hukuman mati kepada empat orang dan penjara seumur hidup kepada dua lainnya atas peran mereka dalam pembunuhan pemimpin oposisi Chokri Belaid 11 tahun lalu. Total 23 orang didakwa sehubungan dengan pembunuhan tersebut. Beberapa di antaranya telah dijatuhi hukuman 2-120 tahun penjara, sementara lima lainnya dibebaskan.

Situasi ini menjadi sorotan seiring puluhan pendukung Belaid yang berkumpul di dekat gedung pengadilan di kota Tunis sejak Selasa (26/3/2024) malam, sambil meneriakkan slogan-slogan yang menuntut keadilan. Mereka berseru “Chokri selalu hidup” dan “kami setia pada darah para martir”.

Politikus sayap kiri tersebut tewas ditembak pada 6 Februari 2013 oleh orang-orang bersenjata di dalam mobilnya. Pembunuhan ini memicu protes besar-besaran di Tunisia, yang pernah mengalami pemberontakan pada 2011 yang menjatuhkan Presiden Zine El Abidine Ben Ali. Pembunuhan Belaid menimbulkan keraguan atas independensi peradilan dan pasukan keamanan negara tersebut.

Pihak berwenang menyalahkan pembunuhan Belaid dan pencurian rahasia militer pada kelompok Salafi yang dicurigai memiliki hubungan dengan al-Qaeda. Namun, keluarga Belaid dan para politisi sekuler menuduh pemimpin partai Ennahdha berada di balik pembunuhan tersebut.

Meskipun pemimpin partai Ennahdha menyangkal keterlibatan mereka dalam pembunuhan, pengadilan dengan tegas menyatakan keputusannya. Namun, putusan tersebut justru menimbulkan kontroversi dan perdebatan terkait independensi pengadilan.

Tindakan keras pemerintah terhadap oposisi juga menjadi perhatian internasional. Upaya penegakan hukum yang dianggap otoriter di Tunisia telah memicu kekhawatiran terkait hak asasi manusia dan demokrasi dalam negara tersebut. 

Selain itu, pembunuhan politisi ini juga menandai tekanan politik yang memaksa pemerintahan yang didominasi kelompok Islam untuk mundur. Hal ini menimbulkan ketidakstabilan politik yang berdampak pada situasi keamanan dan sistem peradilan negara.

Dari kasus ini, terlihat bahwa sistem peradilan di Tunisia masih rentan terhadap intervensi politik dan konflik kepentingan. Hal ini menandakan perlunya reformasi dalam sistem peradilan agar dapat beroperasi secara independen dan memberikan perlindungan hukum yang adil bagi semua pihak.

Ketakutan akan kembalinya pemerintahan otoriter juga menjadi kekhawatiran yang menguat di kalangan masyarakat Tunisia. Situasi ini menunjukkan perlunya upaya yang lebih serius dari pemerintah dalam memperkuat lembaga-lembaga demokrasi dan memastikan penerapan hukum yang adil bagi semua warga negara.

Hebohnya kasus pembunuhan Chokri Belaid juga menyoroti pentingnya upaya bersama dalam memerangi aksi kekerasan dan ekstremisme yang dapat merusak stabilitas dan perdamaian dalam masyarakat. Semua pihak perlu bekerja sama guna mencegah terjadinya tindakan kriminal yang dapat mengancam keamanan dan kedamaian publik.

Dalam konteks global, kasus pembunuhan politikus ini juga merupakan peringatan bagi negara-negara lain agar mampu memastikan independensi peradilan dan kebebasan berekspresi dalam upaya mencegah terjadinya pelanggaran hak asasi manusia dan menjaga kestabilan politik serta keamanan masyarakat.

Dalam rangka memperkuat sistem peradilan dan memastikan perlindungan hak asasi manusia, kerjasama antarnegara dan dukungan internasional akan sangat dibutuhkan. Kondisi ini akan memungkinkan Tunisia untuk melakukan reformasi yang lebih menyeluruh demi mencapai pemerintahan yang transparan, inklusif, dan berkeadilan.

Sejalan dengan itu, masyarakat sipil juga memegang peran penting dalam mendesak pemerintah untuk memperbaiki sistem peradilan dan melindungi hak-hak warga negara. Dalam konteks ini, meningkatkan kesadaran publik terhadap pentingnya penegakan hukum yang adil dan independen akan menjadi langkah awal dalam membangun masyarakat yang demokratis dan berkeadilan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved