Sumber foto: google

Trump Klaim Sedang Negosiasi Dagang dengan China, Beijing Membantah: Dinamika Perang Tarif yang Berlanjut

Tanggal: 25 Apr 2025 18:56 wib.
Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengungkapkan bahwa pemerintahan AS saat ini tengah melakukan negosiasi dengan China untuk mencapai solusi dalam konflik perdagangan yang telah berlangsung lama. Dalam pernyataannya pada Kamis, 24 April 2025, Trump menekankan pentingnya dialog ini, “Kami sedang berbicara secara aktif dengan Beijing, dan saya akan bersikap sangat baik agar bisa mencapai kesepakatan,” ujarnya menunjukkan harapan untuk meredakan ketegangan.

Dalam konteks ini, Trump juga mengisyaratkan kemungkinan penurunan tarif impor AS terhadap barang-barang asal China, yang saat ini dianggapnya terlalu tinggi. Langkah ini seakan memberikan sinyal positif bahwa kedua negara mungkin bisa menemukan titik temu dalam isu ini. Namun, klaim tersebut segera dibantah oleh pejabat tinggi China. Juru Bicara Kementerian Perdagangan China, He Yadong, menegaskan bahwa tidak ada dasar fakta bagi pernyataan Trump mengenai kemajuan dalam negosiasi. “Semua pernyataan tentang kemajuan dalam negosiasi dagang AS-China tidak memiliki dasar fakta,” ujar Yadong dalam konferensi pers yang diadakan setelah pernyataan Trump.

Lebih lanjut, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menegaskan bahwa negara tersebut hanya bersedia untuk bernegosiasi dengan syarat tertentu. “Sikap China konsisten dan jelas. Jika ingin berperang, kami akan hadapi sampai akhir. Namun, jika ingin berdialog, pintu kami selalu terbuka,” tegasnya, menunjukkan ketegasan China dalam menghadapi situasi ini.

Ketika ditanya tentang bantahan dari pihak China, Trump tetap bersikukuh bahwa pembicaraan antara kedua negara tengah berlangsung. Ia menyatakan, “Mereka sudah menggelar pertemuan pagi ini,” meskipun tidak merinci siapa yang dimaksud dengan ‘mereka’. Pernyataan ini ia sampaikan dalam kesempatan yang sama saat bertemu Perdana Menteri Norwegia.

Di tengah perang tarif yang memanas ini, Amerika Serikat mengenakan tarif yang sangat tinggi, mencapai 245% pada produk-produk asal China. Sebagai respons, China membalas dengan tarif 125% terhadap barang-barang yang diimpor dari AS. Ketegangan tarif ini menciptakan dampak negatif yang luas, baik bagi perekonomian kedua negara maupun bagi pasar global.

Laporan dari The Wall Street Journal mengindikasikan bahwa pemerintahan Trump sedang mempertimbangkan untuk menurunkan tarif tersebut menjadi 50%. Namun, Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, segera membantah isu tersebut. Ia menyatakan, “Tidak ada rencana pasti untuk menurunkan tarif.” Menurut Bessent, saat ini kedua belah pihak tampak saling menunggu untuk melanjutkan pembicaraan. Ia juga menambahkan bahwa situasi tarif yang ada saat ini mirip dengan embargo dagang, yang pastinya tidak menguntungkan bagi siapa pun yang terlibat.

Pasar saham mencatatkan sedikit lonjakan pada Rabu sebelumnya berkat optimisme beberapa investor yang berharap ketegangan dagang bisa mereda. Namun, keesokan harinya, indeks berjangka mengalami penurunan dratis menyusul sinyal yang bertentangan dari kedua negara. Menurut Gaurav Mallik, Kepala Investasi di Pallas Capital Advisors, kondisi ini menunjukkan bahwa selama belum ada kepastian mengenai tarif atau kesepakatan dagang besar, pasar akan terus mengalami fluktuasi. Ia menambahkan, “Ini masih bagian dari koreksi pasar. Prosesnya bisa memakan waktu beberapa bulan.”

Perang dagang antara AS dan China memang telah menimbulkan banyak ketidakpastian di pasar global, memicu kekhawatiran di berbagai sektor industri. Ketegangan ini pun memberikan dampak pada keputusan investasi dan produksi di seluruh dunia, termasuk negara-negara mitra yang terlibat dalam rantai pasokan internasional. Situasi ini diharapkan bisa segera menemukan jalan keluar agar ekonomi global bisa kembali stabil.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved