Trump Damprat Jurnalis NBC dan "Permalukan" Presiden Afrika Selatan Saat Pertemuan Diplomatik
Tanggal: 23 Mei 2025 10:29 wib.
Tampang.com | Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali membuat kehebohan dalam forum diplomatik, kali ini saat menerima Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa di Gedung Putih, Washington DC, Rabu (21/5/2025). Insiden mencuat ketika seorang jurnalis NBC menanyakan soal hadiah pesawat mewah dari Qatar—pertanyaan yang langsung memicu kemarahan Trump.
"Apa yang kamu bicarakan? Kamu tahu, kamu harus keluar dari sini. Apa hubungannya ini dengan jet Qatar?" ujar Trump dengan nada tinggi. "Mereka memberi Angkatan Udara AS sebuah jet, dan itu hal yang hebat."
Alih-alih menjawab pertanyaan, Trump melanjutkan dengan mencela kemampuan sang jurnalis. Ia menyebut reporter itu "tidak cukup pintar" dan bahkan menyerukan agar NBC serta CEO perusahaan induknya, Brian Roberts, diselidiki atas cara mereka menjalankan jaringan media. “Kalian memalukan. Tidak ada lagi pertanyaan dari kamu,” tukasnya.
Di tengah situasi tegang itu, Ramaphosa mencoba mencairkan suasana dengan bercanda, “Saya menyesal tidak membawakan pesawat untuk Anda.” Trump membalas, “Saya mengharapkan itu. Jika negara Anda menawarkan pesawat kepada Angkatan Udara AS, saya akan menerimanya.”
Hadiah Jet dari Qatar
Sebelumnya, Pentagon secara resmi menerima pesawat Boeing 747-8 dari Pemerintah Qatar. Jet tersebut akan dipersiapkan untuk menjadi armada baru Air Force One. “Pesawat ini diterima sesuai dengan semua regulasi federal,” kata Juru Bicara Pentagon Sean Parnell sehari sebelumnya. Boeing 747-8 itu disebut sebagai "istana terbang", menambah kemewahan simbol negara AS dalam mobilitas presiden.
Video Kontroversial dan Tuduhan Genosida
Tak berhenti sampai di situ, Trump juga mengejutkan hadirin dengan memutar video yang ia klaim sebagai bukti genosida terhadap warga kulit putih di Afrika Selatan. Ia menyebutkan bahwa petani kulit putih dibunuh dan pelakunya tidak dihukum, sebuah narasi yang sebelumnya telah menuai kritik karena dianggap menyebarkan disinformasi.
Dalam video yang ditampilkan, sebagian materi ternyata berasal dari luar Afrika Selatan, bahkan termasuk gambar dari Republik Kongo. “Kematian, kematian, kematian. Kematian yang mengerikan,” kata Trump menegaskan klaimnya.
Ramaphosa, yang tetap berusaha tenang, membantah tuduhan Trump dengan tegas. Ia menegaskan bahwa kebijakan redistribusi tanah di Afrika Selatan bukan merupakan aksi diskriminatif terhadap warga kulit putih, melainkan bagian dari upaya reformasi agraria pasca-apartheid.
Ketegangan Diplomatik
Pertemuan yang semula ditujukan untuk memperbaiki hubungan AS-Afrika Selatan justru berubah menjadi sorotan global akibat gaya komunikasi Trump yang kontroversial. Sementara Ramaphosa mencoba menjaga sikap diplomatis, Trump memilih untuk menyerang secara verbal baik media maupun mitra diplomatiknya.
Langkah Trump juga dinilai kontradiktif, mengingat di saat yang sama pemerintahannya membatasi akses pengungsi dari berbagai negara, tetapi memberikan status pengungsi kepada 59 warga Afrikaner—kelompok kulit putih keturunan Belanda di Afrika Selatan.
Situasi ini sekali lagi menunjukkan bagaimana retorika Trump kerap memicu gesekan di panggung internasional, bahkan di tengah upaya membangun kembali relasi diplomatik yang renggang.