Trump Bakal Dihukum Terkait Kasus Suap Bintang Porno Sebelum Pelantikan Presiden AS
Tanggal: 4 Jan 2025 17:09 wib.
Tampang.com | Presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump, dinyatakan bersalah dalam kasus pidana terkait uang tutup mulut yang dibayarkan kepada seorang bintang film porno. Dalam sebuah putusan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah AS, Trump akan dijatuhi hukuman pada 10 Januari 2025, hanya 10 hari sebelum pelantikan presidennya pada 20 Januari 2025.
Hakim Juan Merchan, dalam putusannya yang dilansir oleh Reuters pada Jumat, (3/1/2025), menyatakan bahwa meskipun Trump telah dinyatakan bersalah, hukuman yang dijatuhkan tidak akan berbentuk penjara. Sebaliknya, hakim cenderung untuk memberikan hukuman "pembebasan tanpa syarat" yang tidak melibatkan tahanan, denda uang, atau masa percobaan.
Keputusan ini memungkinkan Trump untuk mengajukan banding terhadap vonis yang akan dijatuhkan. Pembela Trump telah berpendapat bahwa kasus pidana tersebut seharusnya tidak diajukan, dan mereka menegaskan bahwa Konstitusi menuntut agar kasus ini segera dibatalkan.
Meskipun Trump telah menjelaskan niatnya untuk mengajukan banding, hakim Merchan menegaskan keputusannya untuk menjatuhkan vonis dengan menolak usulan Trump untuk membatalkan kasus tersebut atas dasar kemenangannya dalam pemilihan presiden. Hakim menolak argumen pembela Trump yang berpendapat bahwa membiarkan kasus tersebut terus berlanjut selama masa jabatan presiden akan menghambat kemampuan Trump untuk memerintah.
Kronologi Kasus
Kasus ini dimulai dari pembayaran sebesar USD130.000 yang dilakukan oleh mantan pengacara Trump, Michael Cohen, kepada aktor film dewasa Stormy Daniels. Pembayaran tersebut bertujuan untuk membungkam Daniels sebelum pemilihan presiden 2016 mengenai hubungan seksual yang disebutkan telah dilakukan antara Daniels dan Trump satu dekade sebelumnya, meski hal ini secara tegas dibantah oleh Trump.
Pada bulan Mei, juri di Manhattan memutuskan Trump bersalah atas 34 tuduhan pemalsuan catatan bisnis untuk menutupi pembayaran kepada Daniels. Trump sendiri tidak mengakui kesalahannya dan menyebut kasus tersebut sebagai usaha dari Jaksa Distrik Manhattan, Alvin Bragg, yang berasal dari Partai Demokrat, untuk merusak kampanyenya pada pemilihan presiden 2024.
Vonis untuk Trump sebelumnya dijadwalkan pada 11 Juli 2024, namun telah mengalami beberapa kali penundaan. Merchan mengungkapkan bahwa permintaan penundaan vonis dari pihak Trump pada bulan Agustus menunjukkan adanya kesepakatan untuk menjatuhkan hukuman setelah masa transisi presiden.
Namun, setelah Trump berhasil memenangkan pemilihan umum 5 November, hakim memutuskan untuk menunda hukuman tanpa batas waktu untuk menentukan langkah selanjutnya. Pada akhirnya, Merchan memutuskan untuk menjatuhkan vonis sebelum pelantikan Trump sebagai Presiden AS.
Selain kasus pidana ini, Trump juga dihadapkan pada tiga kasus pidana negara bagian dan federal lainnya pada tahun 2023. Salah satunya melibatkan dokumen rahasia yang disimpannya setelah meninggalkan jabatannya, sedangkan dua kasus lainnya terkait upayanya untuk membatalkan kekalahan dalam pemilihan umum tahun 2020.
Meskipun begitu, Departemen Kehakiman bergerak untuk membatalkan dua kasus federal tersebut setelah kemenangan pemilu Trump. Sementara itu, kasus pidana negara bagian Trump di Georgia atas tuduhan terkait upayanya untuk membatalkan kekalahan dalam pemilu 2020 di negara bagian tersebut masih belum jelas.
Kasus pidana yang menjerat Trump secara tidak langsung akan memberikan dampak pada masa transisi kepresidenan AS. Menariknya, hal ini juga akan mempengaruhi citra dan wibawa Trump di mata publik, terlepas dari hasil keputusan dari persidangan. Hal ini juga menjadi perhatian masyarakat AS dan dunia internasional, karena kasus ini mencitrakan Amerika Serikat sebagai negara dengan aturan hukum yang kuat dan penegakan hukum yang berlaku adil bagi siapa pun, termasuk seorang presiden.