Sumber foto: CNBC Indonesia

Tragedi Tersembunyi di Jantung Myanmar: Gempa 7,7 SR dan Ancaman 100.000 Korban Jiwa!

Tanggal: 5 Apr 2025 19:17 wib.
Sebuah bencana alam mengguncang Myanmar dengan dahsyat. Pada Jumat (29/3/2025), gempa bumi berkekuatan 7,7 magnitudo mengguncang wilayah Sagaing, dekat kota besar Mandalay. Getaran kuat dari pusat gempa tidak hanya terasa di Myanmar, tetapi juga mengguncang negara tetangga seperti Thailand, menimbulkan ketakutan dan kepanikan di antara warga.

Myanmar memang terletak di kawasan rawan gempa, tepat di pertemuan Lempeng India dan Lempeng Eurasia, dua lempeng tektonik besar dunia. Negara ini memang termasuk salah satu kawasan dengan aktivitas seismik tertinggi. Namun, wilayah Sagaing, tempat pusat gempa berada, sebelumnya relatif jarang mengalami gempa merusak dengan skala besar seperti ini.

Profesor Joanna Faure Walker dari University College London (UCL), pakar gempa ternama, menjelaskan bahwa kedua lempeng tersebut saling bergeser secara horizontal, menciptakan jenis gempa yang disebut "strike-slip". Meski jenis ini umumnya tidak sekuat gempa di zona subduksi seperti di Sumatera, Indonesia, gempa "strike-slip" tetap bisa mencapai magnitudo tinggi, antara 7 hingga 8.

Menurut Bill McGuire, seorang pakar gempa dari UCL, gempa kali ini diyakini sebagai yang terbesar dalam 75 tahun terakhir yang terjadi di wilayah daratan Myanmar. Bahkan, jika dibandingkan dengan gempa tahun 2012 yang berkekuatan 6,8 SR dan menewaskan sedikitnya 26 orang, dampak gempa kali ini jauh lebih masif dan menghancurkan.

Gambar-gambar satelit yang dirilis Maxar Technologies menunjukkan kerusakan parah di sejumlah wilayah, mulai dari bangunan yang rata dengan tanah hingga jalur infrastruktur yang hancur total. Banyak bangunan runtuh karena tidak dirancang tahan gempa, terutama di wilayah yang padat penduduk seperti Mandalay.

Roger Musson, peneliti senior di British Geological Survey, mengungkapkan bahwa faktor kedalaman pusat gempa yang hanya sekitar 10 km turut memperparah dampaknya. Kedalaman yang dangkal menyebabkan gelombang seismik mencapai permukaan tanpa banyak kehilangan energi, membuat bangunan dan struktur lainnya menerima guncangan dengan kekuatan penuh.

Menurut Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), getaran ini tidak hanya berasal dari satu titik episentrum, namun menyebar sepanjang patahan aktif. Dengan kata lain, wilayah yang terdampak tidak hanya terbatas pada satu area, melainkan menyebar luas dan merusak sepanjang jalur patahan.

Perkiraan awal dari Program Bahaya Gempa USGS menyebutkan bahwa jumlah korban jiwa akibat bencana ini bisa mencapai angka mengejutkan antara 10.000 hingga 100.000 orang. Sementara dari sisi ekonomi, kerugian yang ditimbulkan diprediksi bisa mencapai 70% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Myanmar — sebuah angka yang mengancam stabilitas ekonomi nasional.

Roger Musson menambahkan, angka estimasi tersebut dibuat berdasarkan data historis gempa serupa, lokasi gempa, serta tingkat kesiapan Myanmar dalam menghadapi bencana. Sayangnya, sebagian besar wilayah yang terdampak tidak memiliki infrastruktur yang dirancang tahan gempa, karena wilayah ini sebelumnya jarang mengalami gempa besar.

Wilayah Sagaing, walau termasuk zona aktif seismik, relatif lebih tenang dalam beberapa dekade terakhir. Terakhir kali wilayah ini diguncang gempa besar adalah pada tahun 1956. Karena minimnya pengalaman menghadapi bencana serupa, sebagian besar rumah dan gedung dibangun tanpa mempertimbangkan standar ketahanan gempa.

Selain itu, aktivitas seismik di Myanmar biasanya lebih banyak terjadi di bagian barat negara. Gempa kali ini berbeda karena menghantam bagian tengah, wilayah yang padat penduduk dan cenderung tidak siap menghadapi bencana alam sekelas ini.

Peringatan dini dan sistem penanggulangan bencana pun dianggap belum cukup kuat. Banyak korban yang tertimpa bangunan atau terjebak di reruntuhan tanpa pertolongan cepat karena keterbatasan sarana evakuasi dan tenaga penyelamat. Organisasi internasional kini mendesak dunia untuk memberikan bantuan darurat kepada Myanmar, terutama dalam bentuk logistik, tenaga medis, serta tim penyelamat profesional.

Dampak psikologis akibat gempa ini juga tidak kalah besar. Banyak warga yang kehilangan tempat tinggal dan anggota keluarga kini hidup dalam ketakutan. Trauma mendalam pun membekas di tengah masyarakat, terutama karena ancaman gempa susulan yang masih mungkin terjadi.

Dengan semua kerusakan yang telah terjadi dan potensi korban jiwa yang sangat besar, gempa di Myanmar ini menjadi salah satu tragedi paling menghancurkan dalam sejarah Asia Tenggara dalam beberapa dekade terakhir. Dunia internasional pun kini diminta untuk lebih serius dalam memperhatikan risiko bencana di wilayah-wilayah yang selama ini luput dari perhatian.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved