Tingkat Kesuburan Total Singapura Mencapai Rekor Terendah pada Tahun 2023, Turun di Bawah 1 Untuk Pertama Kalinya
Tanggal: 30 Mei 2024 20:27 wib.
Pada tahun 2023, Singapura mengalami penurunan historis dalam tingkat kesuburan totalnya, turun menjadi 0.97, jauh di bawah tingkat penggantian sebesar 2.1.
Penurunan ini, yang disebabkan oleh faktor-faktor seperti pandemi Covid-19 dan keyakinan budaya yang terkait dengan kalender lunar, menyajikan tantangan signifikan termasuk menyusutnya angkatan kerja dan penuaan penduduk.
Untuk menanggulangi tren ini, Pemerintah Singapura telah memperkenalkan berbagai langkah seperti peningkatan Baby Bonus, perpanjangan cuti ayah, dan memperbolehkan pembekuan telur secara elektif.
Selain itu, upaya untuk mempromosikan pengaturan kerja yang fleksibel dan mendukung keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan bertujuan untuk meredakan dampak sosial-ekonomi dari penurunan tingkat kesuburan.
Singapura menghadapi tantangan serius dengan tingkat kesuburan total yang terus menurun. Selama beberapa dekade terakhir, negara tersebut telah mengalami penurunan signifikan dalam jumlah kelahiran, yang mengarah pada ketidakseimbangan demografi dan berdampak pada berbagai aspek kehidupan sosial-ekonomi masyarakatnya.
Krisis kesuburan yang dihadapi Singapura sebagian besar disebabkan oleh perubahan perilaku dan preferensi sosial masyarakat. Meningkatnya kesadaran akan pengaturan keluarga yang lebih kecil, tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dan penundaan pernikahan adalah beberapa faktor yang berkontribusi pada penurunan tingkat kesuburan. Pandemi Covid-19 juga turut berperan dalam penurunan jumlah kelahiran, karena banyak pasangan yang mengalami ketidakpastian ekonomi dan merasa tidak siap untuk memiliki anak.
Selain itu, kepercayaan terhadap kalender lunar juga memainkan peran dalam penurunan tingkat kesuburan. Beberapa kelompok masyarakat di Singapura masih mempertimbangkan faktor astrologi dan feng shui dalam penentuan waktu yang baik untuk memiliki anak, yang menjadi salah satu faktor penentu rendahnya tingkat kesuburan.
Efek dari penurunan tingkat kesuburan total ini sangat signifikan dalam jangka panjang. Salah satu dampak utama adalah menyusutnya angkatan kerja, yang dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan pembangunan Singapura. Penurunan jumlah kelahiran juga berpotensi meningkatkan tekanan pada sistem perawatan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat akibat penuaan penduduk.
Untuk mengatasi tantangan ini, Pemerintah Singapura telah merespons dengan kebijakan-kebijakan pro-natalis yang bertujuan untuk merangsang kelahiran dan menyeimbangkan jumlah anggota masyarakat di berbagai kelompok usia. Salah satu langkah konkret yang diambil adalah peningkatan besar dalam pemberian Baby Bonus, insentif keuangan bagi pasangan yang memiliki anak. Program ini bertujuan untuk mengurangi beban finansial yang terkait dengan membesarkan anak, sehingga dapat mendorong pasangan untuk memiliki lebih banyak anak.
Selain itu, perpanjangan cuti ayah juga dimaksudkan untuk mendorong keterlibatan ayah dalam peran perawatan anak, sehingga membagi beban perawatan antara kedua orangtua. Pendekatan ini diharapkan dapat membantu menciptakan lingkungan keluarga yang lebih dukungan dan memberikan kesempatan bagi kedua orangtua untuk fokus pada peran keluarga mereka.
Di samping itu, pengembangan program pembekuan telur secara elektif juga merupakan langkah inovatif yang diambil oleh Pemerintah Singapura. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada pasangan untuk menunda kehamilan dengan aman, sambil tetap mempertahankan kesuburan mereka. Dengan pilihan ini, pasangan dapat fokus pada karir atau tujuan pribadi lainnya tanpa kekhawatiran akan menurunnya kesuburan seiring bertambahnya usia.
Upaya lainnya termasuk promosi keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan serta pengaturan kerja yang fleksibel. Hal ini diharapkan dapat mengurangi tekanan pada pasangan yang merasa sulit untuk seimbang antara pekerjaan dan tanggung jawab keluarga. Dengan memberikan lebih banyak opsi untuk mengatur waktu kerja dan memfasilitasi perawatan anak, diharapkan penekanan pada produktivitas dan keseimbangan hidup dapat diperbaiki.
Meskipun langkah-langkah ini telah diambil, Singapura masih dihadapkan pada kompleksitas masalah kesuburan yang meluas dan memerlukan solusi holistik dari berbagai sektor masyarakat. Pendidikan tentang pentingnya kesuburan dan peran keluarga yang didukung oleh budaya yang inklusif dan mendukung perlu ditingkatkan secara signifikan.
Selain itu, kebijakan yang mendorong pemberdayaan perempuan di bidang pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan keluarga dapat membantu mengubah paradigma yang melingkupi peran perempuan dalam masyarakat. Dengan memberikan lebih banyak kesempatan bagi perempuan untuk mengejar karir dan tujuan pribadi mereka, diharapkan pandangan masyarakat terhadap kesuburan dan peran keluarga dapat berkembang secara positif.
Dalam menyikapi masalah kesuburan yang kompleks, Singapura harus berada di garis terdepan dalam menciptakan solusi yang memadukan kepentingan individu, keluarga, dan masyarakat secara keseluruhan. Dengan langkah-langkah yang menyeluruh dan terencana dengan baik, diharapkan Singapura dapat mengatasi tantangan kesuburan yang dihadapinya dan menciptakan lingkungan yang mendukung bagi pasangan untuk memiliki anak serta membangun masa depan yang berkelanjutan bagi negara ini.