TikTok Dilarang di Amerika Serikat, CEO Shou Zi Chew: Kami Tidak Akan Pergi Kemana-mana

Tanggal: 27 Apr 2024 05:45 wib.
TikTok, platform media sosial yang populer di seluruh dunia, kini sedang berada dalam situasi sulit di Amerika Serikat (AS). Presiden AS, Joe Biden, baru saja menandatangani rancangan undang-undang yang mewajibkan perusahaan induk TikTok, ByteDance, untuk menjual sahamnya di platform tersebut. Jika ByteDance gagal memenuhi persyaratan tersebut, TikTok akan dilarang beroperasi di AS dan dihapus dari App Store Apple.

Tanggapan atas Larangan TikTok

Menghadapi situasi ini, CEO TikTok Shou Zi Chew telah angkat bicara. Melalui video yang dipostingnya setelah regulasi tersebut ditandatangani oleh Biden, Shou Zi Chew menyatakan komitmennya untuk melawan keputusan larangan tersebut. Dia menegaskan bahwa TikTok akan terus memperjuangkan hak-hak penggunanya di pengadilan, dengan keyakinan bahwa Konstitusi AS mendukung keberadaan platform ini. 

Tidak hanya Shou Zi Chew, Kepala Kebijakan Publik TikTok untuk AS, Michael Beckerman, juga menuliskan memo kepada stafnya sebelum undang-undang tersebut ditandatangani. Dia menyatakan bahwa jika undang-undang tersebut berlaku, TikTok akan mengajukan gugatan hukum. Beckerman menilai bahwa larangan tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak Amandemen Pertama sebanyak 170 juta orang pengguna TikTok di AS.

Investasi dan Permasalahan Keamanan
Sebagai upaya untuk menjaga keamanan data pengguna di AS, TikTok telah menginvestasikan "miliaran dolar". Namun, langkah tersebut belum sepenuhnya membuat platform ini terbebas dari ancaman sanksi.

Menyikapi Kekhawatiran Terkait Divestasi

Senator Demokrat Ed Markey mengungkapkan bahwa bagi ByteDance, melakukan divestasi TikTok dalam jangka waktu yang ditentukan menjadi sesuatu yang sulit bahkan tidak mungkin. Markey menilai bahwa proses penjualan saham TikTok akan menjadi salah satu transaksi paling rumit dan mahal dalam sejarah, memerlukan pemeriksaan yang teliti selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.

Mengingat kasus penjualan saham TikTok, CEO Microsoft, Satya Nadella, turut memberikan tanggapannya. Dia menyebut bahwa diskusi terkait akuisisi TikTok pada tahun 2020 merupakan hal yang paling aneh yang pernah dia lakukan. Sehingga, kesulitan dalam menjalankan proses divestasi TikTok dapat menjadi bagian dari tantangan besar bagi ByteDance.

Dampak Internasional

Tak hanya AS, kekhawatiran terhadap keamanan data oleh ByteDance juga muncul di berbagai negara lain. India, sebagai salah satu negara dengan jumlah pengguna TikTok terbesar, telah melarang aplikasi ini bersama sejumlah aplikasi asal China lainnya pada tahun 2020. Keputusan tersebut diambil akibat masalah privasi dan keamanan yang muncul setelah terjadinya bentrokan di perbatasan India-China.

Uni Eropa, Australia, Belgia, Kanada, Prancis, Selandia Baru, Britania Raya, Afganistan, Pakistan, Nepal, dan Taiwan juga mengambil langkah serupa dalam melarang TikTok. Alasannya bermacam-macam, mulai dari kekhawatiran akan keamanan siber, privasi, hingga kurangnya langkah-langkah keamanan data.

Reel Instagram dan YouTube Shorts sebagai Pengganti
Di negara-negara yang melarang TikTok, platform media sosial lain, seperti Reel Instagram dan YouTube Shorts, mulai menggantikan peran yang sebelumnya diisi oleh TikTok. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat potensi pasar baru bagi platform-platform sejenis dengan TikTok di negara-negara tersebut.

Reaksi Masyarakat

Tindakan pelarangan TikTok di sejumlah negara telah menuai respons beragam dari masyarakat pengguna. Ada yang mendukung kebijakan pelarangan tersebut, terutama terkait keamanan data dan privasi. Namun, tidak sedikit pula yang mengungkapkan kekecewaan dan protes atas keputusan larangan ini, mengingat popularitas TikTok sebagai salah satu platform video pendek terbesar di dunia saat ini.

Diperlukan langkah-langkah yang bijak untuk mencapai keseimbangan yang menguntungkan bagi semua pihak terkait. Sementara itu, perluasan larangan TikTok di berbagai negara juga menyoroti perbedaan pandangan terkait keamanan dan privasi data antara pihak-pihak yang terlibat. Diperlukan upaya yang lebih kolaboratif untuk menemukan kesepakatan yang adil dan menguntungkan bagi semua pihak terkait, tanpa harus menghambat inovasi dan kreativitas di dunia digital.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved