Sumber foto: iStock

Terungkap! Kisah Tentara China yang Tertipu Propaganda Rusia dan Terjebak di Medan Perang Ukraina

Tanggal: 17 Apr 2025 09:17 wib.
Dalam pusaran konflik bersenjata antara Rusia dan Ukraina, sebuah fakta mengejutkan terungkap: Rusia diduga aktif merekrut warga negara asing, termasuk pria asal China, untuk menjadi bagian dari pasukan militernya. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, baru-baru ini mengklaim bahwa sedikitnya 150 warga China telah bergabung ke dalam angkatan bersenjata Rusia dalam perang yang masih berlangsung sengit tersebut.

Meskipun pemerintah China membantah adanya keterlibatan resmi, kisah nyata dari dua tentara asal China yang kini menjadi tawanan perang di Ukraina membuka tabir baru. Dalam sebuah konferensi pers yang digelar oleh Dinas Keamanan Ukraina (SBU) pada 8 April 2025, keduanya mengungkap bagaimana mereka bisa berakhir di garis depan medan perang.

Kedua pria ini—Wang Guangjun dan Zhang Renbo—mengaku bahwa pemerintah China sama sekali tidak mengetahui keterlibatan mereka dalam konflik. Mereka direkrut melalui pihak ketiga atau middleman, dan sebagian besar proses dilakukan secara informal dan tidak transparan.

Wang menceritakan bahwa ia pertama kali mengetahui peluang menjadi tentara Rusia dari iklan di TikTok. Sebagai seseorang yang kehilangan pekerjaan saat pandemi Covid-19 melanda, ia tergiur dengan bayaran besar yang ditawarkan. Rusia menjanjikan kompensasi fantastis: bonus hingga USD 21.000 dan gaji bulanan sekitar USD 2.400—angka yang jauh melebihi pendapatan rata-rata di banyak kota di China.

Pada awalnya, Wang ingin bergabung sebagai tenaga medis militer. Ia memandang profesi militer dengan penuh hormat, karena di negaranya, pekerjaan ini dianggap mulia dan dihormati. Ia pun berharap bisa membangun hidup baru melalui kesempatan tersebut, apalagi Rusia memiliki citra positif di kalangan sebagian masyarakat China.

Namun harapan itu segera berubah menjadi mimpi buruk. Wang ditangkap oleh pasukan Ukraina hanya tiga hari setelah mulai bertugas membantu militer Rusia. Ia menceritakan bagaimana ia diterbangkan ke zona konflik melalui Kazan dan Rostov-on-Don, sebelum akhirnya ditempatkan di Donetsk.

Menurut Wang, selama pelatihan di kamp militer Rusia, calon prajurit dipantau secara ketat. Bahkan untuk pergi ke kamar mandi tengah malam, mereka selalu dikawal tentara bersenjata. Upaya melarikan diri hampir mustahil dilakukan karena pengawasan yang ekstrem serta kehadiran pasukan bersenjata di mana-mana.

Ia juga menggambarkan kondisi kamp pelatihan di Rostov yang tidak manusiawi. Fasilitas sangat minim, bahkan tidak tersedia listrik dan air bersih. Para rekrutan hanya diberikan satu porsi makanan dalam sehari atau bahkan dua hari sekali. Salah satu pengalaman paling traumatis bagi Wang adalah ketika ia melihat seorang rekrutan asing bunuh diri di tengah malam. Alasan kejadian itu tidak diketahui secara pasti, namun menggambarkan tekanan mental yang ekstrem.

Rekan sesama tawanan perang, Zhang Renbo, memiliki kisah yang tak kalah memilukan. Ia berangkat ke Rusia sebagai turis, dengan niat bergabung ke militer. Namun setelah mengalami kerasnya realita perang, Zhang menyesal telah meninggalkan China.

Zhang berharap orang tuanya yang kemungkinan besar melihatnya di televisi dapat memahami kondisinya. Ia menyampaikan bahwa dirinya masih hidup dan akan bekerja sama dengan otoritas Ukraina agar bisa pulang ke tanah air.

Zhang juga mengaku terkejut dengan kenyataan perang yang sangat berbeda dari gambaran di film atau serial televisi. Waktu terasa berjalan sangat lambat, dan setiap detik penuh tekanan psikologis.

Salah satu bagian paling mencolok dari kesaksian mereka adalah kritik terhadap propaganda Rusia. Wang menegaskan bahwa semua yang dijanjikan Rusia kepada para rekrutan asing adalah kebohongan. Ia secara terbuka memperingatkan warga China lain untuk tidak mengikuti jejaknya.

"Jangan pernah ikut perang ini. Rusia tidak sekuat yang mereka katakan. Semua yang disampaikan kepada kita hanya ilusi. Perang ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan kita," ujarnya tegas.

Wang juga mengungkap bahwa tentara asing tidak diberikan instruksi atau pelatihan tentang bagaimana menyerah dengan aman jika ditangkap. Sebaliknya, mereka ditakut-takuti bahwa jika tertangkap oleh Ukraina, mereka akan disiksa dan foto-foto mereka akan disebarluaskan ke keluarga di rumah.

Namun nyatanya, mereka justru mendapat kesempatan untuk menyampaikan pesan kepada publik dan media. Ukraina bahkan mengizinkan mereka untuk menggelar konferensi pers, sesuatu yang jauh dari gambaran menakutkan yang digambarkan oleh militer Rusia.

Fenomena ini menyoroti dimensi baru dari konflik Rusia-Ukraina—bagaimana media sosial, krisis ekonomi, dan propaganda digunakan sebagai alat perekrutan tentara asing. Bagi banyak orang yang sedang mencari jalan keluar dari kesulitan hidup, tawaran menggiurkan ini bisa tampak seperti solusi. Namun kisah Wang dan Zhang membuktikan bahwa dibalik bayaran besar dan janji manis, tersembunyi kenyataan pahit yang tidak banyak diketahui publik.

Kasus ini juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap perekrutan militer lintas negara yang dilakukan melalui jalur tidak resmi. Dalam era digital seperti sekarang, iklan di TikTok atau Weibo bukan lagi hanya tentang produk kecantikan atau makanan, melainkan bisa menjadi pintu masuk ke perang yang mematikan.

Kisah dua pria ini menjadi peringatan bagi dunia—bahwa dalam perang, korban tidak hanya mereka yang ada di medan tempur, tetapi juga mereka yang tertipu oleh ilusi dan informasi yang dimanipulasi.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved