Tarif Impor Trump Kembali Bikin Geger: Kenapa Laptop dari Taiwan Mendadak Menghilang dari Pasar AS?
Tanggal: 9 Apr 2025 22:53 wib.
Kebijakan tarif impor Presiden Donald Trump kembali menjadi sorotan, kali ini dengan dampak langsung yang mulai terasa di industri teknologi Amerika Serikat. Beberapa perusahaan besar, termasuk Nintendo dan Framework—pembuat laptop modular yang tengah naik daun—terpaksa menunda pengiriman produk mereka ke pasar domestik. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran baru mengenai keterbatasan akses konsumen terhadap produk teknologi dan kemungkinan kenaikan harga secara signifikan.
Melalui akun resmi X (sebelumnya Twitter), Framework menyampaikan keputusan untuk menghentikan sementara penjualan sejumlah produknya di Amerika Serikat. Penundaan ini dilakukan sebagai respons terhadap tarif impor baru yang mulai diberlakukan pada 5 April 2025.
“Karena tarif baru mulai berlaku pada tanggal 5 April, kami sementara menghentikan penjualan untuk beberapa model dasar Framework Laptop 13 yang menggunakan prosesor Ultra 5 125H dan Ryzen 5 7640U,” jelas perusahaan tersebut.
Framework juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap pengenaan tarif baru pada laptop yang berasal dari Taiwan. Negara tersebut dikenal sebagai pusat produksi semikonduktor global, berkat perusahaan seperti TSMC (Taiwan Semiconductor Manufacturing Company) yang menjadi tulang punggung banyak produk elektronik modern.
Meskipun semikonduktor sendiri dikecualikan dari tarif, perangkat yang mengandung komponen ini tetap terkena dampaknya. Hal ini berarti, banyak produk dari Taiwan, termasuk laptop, tetap harus menanggung beban tarif yang ditetapkan oleh pemerintahan Trump. Kondisi ini memaksa perusahaan seperti Framework untuk mengevaluasi kembali strategi penetapan harga dan distribusi produk mereka.
Framework mengaku sebelumnya telah menetapkan harga produknya dengan asumsi tarif impor dari Taiwan adalah 0%. Ketika tarif naik menjadi 10%, perusahaan bahkan mengorbankan margin keuntungan mereka untuk tetap menjual salah satu SKU laptop dengan harga yang terjangkau, meski merugi.
"Kami menjual SKU terendah dalam kondisi rugi untuk mempertahankan aksesibilitas produk," kata Framework dengan nada prihatin.
Kebijakan ini tentu tidak hanya berdampak pada satu perusahaan. Dalam laporan yang dikutip dari PC Gamer, disebutkan bahwa banyak produsen teknologi kini sedang menghitung ulang biaya operasional mereka dan menunda pengiriman ke AS sampai ada kejelasan lebih lanjut terkait kelanjutan tarif ini. Beberapa bahkan mulai mempertimbangkan relokasi manufaktur atau mencari alternatif pasar.
Penundaan penjualan dari Framework juga disinyalir berkaitan dengan potensi negosiasi antara Taiwan dan Amerika Serikat terkait tarif impor. Taiwan, yang belum menerapkan kebijakan tarif timbal balik terhadap AS, masih menimbang langkah selanjutnya dalam menyikapi lonjakan tarif hingga 32% yang dikenakan secara khusus oleh AS terhadap produk asal negaranya.
Dalam konteks yang lebih luas, kebijakan ini menunjukkan bagaimana strategi dagang yang agresif dapat memberikan efek bumerang. Alih-alih melindungi industri dalam negeri, tarif semacam ini justru berpotensi menurunkan daya saing produk di pasar global dan membatasi pilihan konsumen dalam negeri.
Dengan pengenaan tarif tinggi terhadap produk-produk teknologi, khususnya yang berasal dari negara mitra dagang utama seperti Taiwan, konsumen Amerika kini terancam menghadapi kenaikan harga signifikan dan semakin terbatasnya pilihan produk. Terlebih, dalam industri seperti laptop dan perangkat pintar yang sangat bergantung pada rantai pasokan global, hambatan tarif semacam ini bisa menimbulkan efek domino yang tidak hanya berdampak pada harga, tetapi juga pada kecepatan inovasi teknologi.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan penting: Apakah kebijakan tarif tinggi benar-benar mampu memperkuat industri dalam negeri, atau justru akan memperlambat kemajuan teknologi dan menyulitkan masyarakat sendiri?
Menarik untuk ditunggu apakah Framework dan perusahaan lain bisa segera melanjutkan kembali penjualan mereka setelah adanya kejelasan soal negosiasi antara Taiwan dan AS. Namun, yang pasti, keputusan seperti ini memberikan gambaran nyata bagaimana kebijakan dagang tingkat tinggi bisa menyentuh hingga ke level konsumen biasa.
Konsumen dan pelaku industri kini dihadapkan pada masa transisi yang penuh ketidakpastian. Dalam situasi ini, transparansi dari pemerintah dan keterbukaan dialog antarnegara menjadi kunci untuk memastikan keberlanjutan ekosistem teknologi yang sehat—baik bagi produsen maupun konsumen di seluruh dunia.