Tantang Kim Jong Un, Presiden Korsel Serukan Lagi Unifikasi Korea
Tanggal: 9 Okt 2024 22:20 wib.
Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol kembali menyerukan penyatuan Semenanjung Korea untuk membebaskannya dari ancaman nuklir. Hal ini merupakan tantangan baru terhadap langkah Pyongyang yang menghentikan kemungkinan pemulihan hubungan.
Dalam pidatonya di Singapura pada Rabu (9/10/2024), Yoon Suk Yeol menyatakan, "Semenanjung Korea yang bersatu, bebas, dan terbuka, juga akan menciptakan dorongan yang kuat untuk pembangunan ekonomi dan kemakmuran di Indo-Pasifik." Dia juga menambahkan, "Di sektor energi, logistik, transportasi, infrastruktur, dan pariwisata, permintaan akan investasi dan kerja sama yang kuat akan melonjak."
Seruan Yoon untuk melakukan unifikasi dengan cita-cita kebebasan dan demokrasi sebagai intinya, kontras dengan perintah Kim Jong Un pada awal tahun ini untuk menghapus semua referensi tentang unifikasi dari konstitusi Korea Utara (Korut).
Parlemen Korea Utara yang hanya menyetujui usulan tersebut merubah konstitusi minggu ini, menurut media pemerintah KCNA. Tindakan tersebut menegaskan kebijakan Pyongyang yang semakin menunjukkan niatnya untuk memperlihatkan ketidakbersahabatan dengan Korea Selatan.
Sejak Yoon Suk Yeol menjabat, hubungan antara kedua Korea semakin memanas. Korea Selatan semakin memperkuat hubungan keamanannya dengan Amerika Serikat dan Jepang, sedangkan Korea Utara semakin terisolasi setelah negosiasi dengan AS yang diprakarsai oleh mantan Presiden Donald Trump tidak membuahkan hasil.
Pemerintahan Kim Jong Un meningkatkan upaya untuk pengembangan persenjataan nuklir, bahkan merilis foto-foto pertama fasilitas pengayaan uranium untuk bom atom pada bulan September. Di samping itu, Korea Utara telah memperkuat hubungannya dengan Rusia, dimana AS, Korsel, dan Jepang menuduhnya terlibat dalam transfer senjata dengan Moskow, yang juga melibatkan dukungan Korut dalam perang di Ukraina.
Selain itu, Menteri Pertahanan Korea Selatan juga memperingatkan bahwa Korea Utara mungkin akan mengerahkan pasukannya ke medan perang di Ukraina.
Dalam konteks ini, Yoon Suk Yeol menekankan bahwa unifikasi akan membawa pembebasan bagi 26 juta rakyat Korea Utara yang menderita kemiskinan dan tirani. Dengan berbagai permasalahan yang terjadi antara kedua Korea dan tekanan dari luar yang semakin meningkat, seruan Yoon untuk unifikasi bukan saja merupakan sebuah aspirasi politik, tetapi juga mempunyai dampak yang signifikan dalam konteks geopolitik regional.
Seruan tersebut sejalan dengan tujuan yang diumumkannya di sejumlah negara di Asia Tenggara, yang menjadikan penyelesaian konflik antara Korsel dan Korut sebagai prioritas utama untuk mencapai stabilitas dan kemakmuran di kawasan Indo-Pasifik. Maka dari itu, seruan presiden Korsel ini harus dilihat sebagai sebuah inisiatif positif yang perlu didukung oleh seluruh pihak yang peduli terhadap perdamaian dan keamanan global.
Unifikasi antara kedua Korea tidak hanya akan memberikan dampak positif bagi kedua negara tersebut, tetapi juga akan membawa dampak yang signifikan dalam konteks geopolitik global. Peluang untuk membangun kembali hubungan yang harmonis antara kedua Korea harus diupayakan secara serius dan ditopang dengan pendekatan diplomatik yang bijaksana.