Taiwan Blokir Total, China Kasih Peringatan Keras ke Amerika
Tanggal: 14 Nov 2024 18:32 wib.
Terkait dengan perintah Amerika Serikat kepada TSMC untuk menangguhkan penjualan semikonduktor ke China, China akhirnya angkat suara atas tindakan tersebut. Kantor Urusan Taiwan di China menjelaskan bahwa perintah AS tersebut menunjukkan bahwa negara Paman Sam tengah "memainkan kartu Taiwan" untuk meningkatkan ketegangan di Selat Taiwan.
Juru bicara Kantor Urusan Taiwan di China, Zhu Fenglian, menegaskan bahwa AS sengaja memperkeruh situasi dengan Taiwan. Langkah ini diinterpretasikan sebagai tindakan yang tidak memperdulikan kepentingan perusahaan-perusahaan Taiwan yang cukup bergantung pada klien dari China. Respons ini diungkapkan sebagai keterangan resmi dari China setelah laporan Reuters menyebutkan bahwa AS mengeluarkan perintah kepada TSMC untuk menangguhkan penjualan ke China.
TSMC telah mulai memblokir penjualan chip ke China pada awal pekan ini. Chip tersebut kerap digunakan untuk aplikasi kecerdasan buatan (AI). Perintah larangan dari AS diketahui datang dari usulan parlemen Demokrat dan Republik. Menariknya, beberapa minggu sebelumnya, TSMC melaporkan ke Departemen Perdagangan AS bahwa salah satu chip buatannya ditemukan pada prosesor AI Huawei.
Dalam konteks ini, Huawei merupakan salah satu raksasa China yang dimasukkan ke dalam daftar hitam AS. Hal ini mengindikasikan bahwa Huawei tidak semestinya mendapat pasokan chip dari TSMC, yang notabene merupakan salah satu perusahaan penerima subsidi dari AS.
Sementara itu, Amerika Serikat telah lama mempertahankan kebijakan ketat terhadap penjualan teknologi ke China, terutama setelah perang dagang yang memicu ketidakpercayaan antara kedua negara. Tindakan AS terkait penangguhan penjualan chip oleh TSMC menggambarkan bahwa perang dagang antara AS dan China masih berujung pada ketegangan yang belum reda.
Selain itu, Taiwan menjadi titik fokus perhatian internasional karena posisinya yang unik, secara politis maupun ekonomis. Pada satu sisi, Taiwan telah berhasil membangun industri teknologi yang kuat, seperti yang tercermin dari keberhasilan perusahaan-perusahaan seperti TSMC. Namun, di sisi lain, Taiwan juga terus mendapat tekanan dari China, yang mengklaim kedaulatan atas pulau tersebut.
Tekanan China terhadap Taiwan tidak hanya terbatas pada aspek politik, namun juga mencakup aspek ekonomi dan teknologi. China memandang Taiwan sebagai bagian integral dari wilayahnya, dan tindakan AS terkait TSMC bisa dipandang sebagai sebuah intervensi dalam konflik antara China dan Taiwan.
Dalam konteks ini, peringatan keras yang disampaikan oleh China kepada AS dapat diartikan sebagai upaya untuk memberikan tekanan balik terhadap tindakan AS. China menegaskan bahwa mereka tidak akan tinggal diam terhadap campur tangan AS dalam urusan Taiwan.
Seiring dengan perkembangan ini, penting untuk memperhatikan potensi dampak dari konflik antara AS, China, dan Taiwan terhadap industri teknologi global. Tindakan pembatasan perdagangan dan teknologi, seperti penangguhan penjualan chip oleh TSMC, dapat berdampak pada rantai pasok global dan ketersediaan teknologi di berbagai negara.
Hal ini menjadi perhatian utama bagi industri teknologi yang bergantung pada rantai pasok global yang kompleks. Pasokan chip yang terganggu dapat berdampak pada berbagai sektor, mulai dari elektronik konsumen hingga infrastruktur teknologi. Sehingga, ketegangan antara AS, China, dan Taiwan tidak hanya menjadi masalah geopolitik, tetapi juga memiliki dampak langsung pada industri dan konsumen di seluruh dunia.
Di sisi lain, konflik ini juga memberikan peluang bagi negara lain, termasuk Indonesia, untuk mengembangkan industri teknologi secara mandiri. Dengan ketidakpastian dalam pasokan teknologi dari AS, China, atau Taiwan, negara-negara berkembang dapat melihat konflik ini sebagai kesempatan untuk mendorong pengembangan industri teknologi dalam negeri.
Pengembangan industri teknologi yang mandiri tidak hanya akan mengurangi ketergantungan terhadap rantai pasok global yang rentan terhadap konflik geopolitik, tetapi juga akan meningkatkan kedaulatan teknologi suatu negara. Dengan demikian, konflik antara AS, China, dan Taiwan dapat menjadi pemicu bagi negara-negara lain untuk mengubah paradigma dalam pengembangan industri teknologi.
Dalam situasi ini, diplomasi dan dialog antara AS, China, dan Taiwan menjadi kunci untuk meredakan ketegangan dan menghindari eskalasi konflik yang dapat berdampak negatif secara global. Upaya diplomasi, dialog, dan penyelesaian konflik yang berkelanjutan dapat membantu mencegah gangguan yang lebih luas terhadap perdagangan dan industri teknologi global.