Solusi Polusi Plastik? Cintai Laut
Tanggal: 20 Sep 2017 09:54 wib.
Mengikuti semangat cinta lingkungan laut bisa menjadi kunci untuk mengurangi ancaman yang ditimbulkan oleh polusi plastik.
Jutaan ton partikel plastik terakumulasi di laut kita setiap tahun sebagai akibat dari perilaku manusia, dan sampah-sampah itu memiliki efek yang berpotensi merusak kehidupan laut.
Akademisi dari University of Plymouth dan University of Surrey mengidentifikasi contoh-contoh baru-baru ini dimana tekanan publik telah menyebabkan perubahan kebijakan, termasuk pajak pada kantong plastik sekali pakai dan larangan penggunaan mikroba dalam kosmetik.
Tapi sementara ini hal-hal tersebut tidak mengatasi akar penyebab atau efek abadi yang ditimbukan dari masalah tersebut. Laporan tersebut mengatakan bahwa perlu ada pendekatan yang lebih maju dan interdisipliner ke depan.
Dr Sabine Pahl mengatakan: "Kecintaan masyarakat terhadap pantai sudah jelas, jadi masuk akal bahwa mereka akan berperan dalam melestarikan masa depannya. Polusi plastik adalah masalah untuk semua orang. Kita perlu bekerja sama dalam berbagai disiplin ilmu dan sektor untuk membangun kekuatan manusia untuk memfasilitasi perubahan. "
Dr Kayleigh Wyles, Dosen Psikologi Lingkungan di Universitas Surrey, menambahkan: "Dari penelitian sebelumnya, kita mengetahui bahwa orang menghargai pentingnya laut dan melihat sampah laut sebagai masalah global. Namun, tantangannya adalah menghubungkan titik-titik tersebut. Banyak perilaku dan keputusan kita berkontribusi terhadap masalah ini (dan secara optimis terhadap solusi), namun pada titik waktu tertentu, kita sering tidak memikirkan bagaimana dampaknya terhadap lingkungan. Menggunakan ilmu perilaku untuk memahami bagaimana perilaku manusia akan membantu mendukung prakarsa berkelanjutan yang dapat melihat untuk membersihkan lingkungan kita. "
Dalam studi ini, mereka mengatakan bahwa polusi plastik laut menimbulkan tantangan serupa terhadap ancaman lingkungan lainnya.
Hal ini terkait dengan kurangnya urgensi untuk mengatasi masalah, namun akademisi mengatakan bahwa hal itu sebenarnya harus digunakan sebagai insentif untuk mendorong orang bertindak.