Skandal Meteran Prabayar Paksa di Inggris, 40.000 Pelanggan Dapat Ganti Rugi hingga Rp 22 Juta
Tanggal: 30 Mei 2025 21:21 wib.
London, Inggris – Sekitar 40.000 pelanggan listrik di Inggris akan menerima ganti rugi hingga 1.000 poundsterling (sekitar Rp 22 juta) akibat praktik pemasangan meteran prabayar secara paksa oleh sejumlah perusahaan energi. Menurut laporan BBC pada Rabu (28/5/2025), delapan perusahaan energi—di antaranya ScottishPower, EDF, E.ON, Octopus, Utility Warehouse, Good Energy, TruEnergy, dan Ecotricity—diketahui telah mengganti meteran listrik pelanggan tanpa persetujuan, termasuk pada kelompok rentan seperti orang dengan gangguan kesehatan mental dan keluarga dengan anak kecil.
Regulator energi Inggris, Ofgem, menyatakan bahwa delapan perusahaan tersebut gagal memenuhi standar yang telah ditetapkan. Mereka dianggap menggunakan taktik pemasangan meteran prabayar secara paksa untuk menagih tunggakan pelanggan. Akibat temuan ini, perusahaan-perusahaan terkait berkomitmen memberikan kompensasi kepada para pelanggan.
Bentuk kompensasi mencakup penghapusan utang dan pembayaran tunai mulai dari 40 poundsterling (sekitar Rp 880.000) hingga 500 poundsterling (sekitar Rp 11 juta), tergantung pada tingkat pelanggaran yang dialami pelanggan. Bagi kasus pemasangan yang paling tidak tepat, pelanggan bisa menerima hingga 1.000 poundsterling.
Menurut Ofgem, pelanggan yang berhak dapat ganti rugi tidak perlu mengajukan klaim karena kompensasi akan langsung ditransfer ke rekening masing-masing. “Prioritas kami adalah memperbaiki keadaan bagi mereka yang tidak diperlakukan dengan baik, dan memastikan praktik buruk tidak terulang kembali,” ujar Tim Jarvis, Direktur Jenderal Pasar Energi Ofgem.
Terkuak Usai Lonjakan Harga Energi
Skandal ini kali pertama mencuat pada 2023, saat Inggris mengalami lonjakan harga energi menyusul invasi Rusia ke Ukraina. Dalam kondisi sulit tersebut, sejumlah perusahaan diketahui memindahkan pelanggan yang kesulitan membayar tagihan ke sistem prabayar, baik dengan mengubah pengaturan dari jarak jauh pada meteran pintar, maupun dengan mendatangi rumah pelanggan untuk mengganti meteran secara langsung.
The Times menjadi pihak pertama yang mengungkap praktik tersebut pada Februari 2023. Padahal, Ofgem telah menetapkan batasan dan prosedur ketat terkait pemasangan meteran prabayar secara paksa. Ofgem kemudian melakukan peninjauan praktik ini selama satu tahun, dari Januari 2022 hingga Januari 2023. Hasilnya menunjukkan bahwa banyak perusahaan tidak memperlakukan pelanggan secara layak.
Meskipun telah bekerja sama dengan Ofgem, perusahaan-perusahaan energi membela tindakan mereka. Dhara Vyas, Kepala Eksekutif Energy UK, menyebut bahwa pemasangan paksa hanya dilakukan sebagai upaya terakhir.
“Pemasangan yang tidak sukarela telah menjadi pilihan terakhir, tetapi perlu, untuk kasus-kasus ketika upaya berulang kali untuk mengatasi utang dengan pelanggan melalui cara lain tidak berhasil,” ujarnya. Ia menyebutkan bahwa utang yang tak tertagih dapat berdampak buruk bagi seluruh pelanggan karena berpotensi menaikkan tarif energi.
Di sisi lain, Dame Clare Moriarty dari lembaga Citizens Advice menekankan pentingnya pencairan kompensasi secara cepat. “Meskipun benar bahwa aturan-aturan tersebut telah diperketat, penting juga bagi konsumen untuk mendapatkan kompensasi atas penderitaan yang ditimbulkan,” tuturnya.
Pemerintah Turun Tangan
Menteri Energi Inggris, Ed Miliband, menyebut pemasangan paksa meteran prabayar sebagai “skandal” dan menyambut baik langkah ganti rugi dari perusahaan energi. Ia menyebut total nilai kompensasi yang akan dibayarkan mencapai 18,6 juta poundsterling atau sekitar Rp 408 miliar. Miliband juga menekankan bahwa tinjauan terhadap kinerja Ofgem akan membantu pemerintah mereformasi pasar energi dan mencegah terulangnya praktik semacam ini.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi perusahaan penyedia layanan publik untuk senantiasa mengedepankan hak dan kesejahteraan pelanggan, terutama bagi kelompok rentan.